Eksklusif

Banyak Anak Bergelut dengan Sampah Cari Nafkah, ''Malas Kami Sekolah Lagi''

Bocah berusia 11 tahun ini tidak merasa risih dengan bau menyengat yang menyeruak dari tumpukan sampah yang tingginya hingga setiang listrik

Editor: Sesri

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Tangan Adit begitu cekatan mengais sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar, Rumbai, Pekanbaru, Kamis (1/3/2018) lalu.

Bocah berusia 11 tahun ini tidak merasa risih dengan bau menyengat yang menyeruak dari tumpukan sampah yang tingginya hingga setiang listrik tersebut.

Adit begitu telaten memisahkan sampah plastik lalu memasukkan ke dalam karungnya. Satu persatu sampah plastik dirinya masukkan ke dalam karung.

Mulai dari botol plastik, gelas plastik, hingga kantong plastik. Setelah terkumpul, Adit kemudian menjual sampah tersebut ke pengepul yang ada di lokasi TPA itu juga.

"Kalau kotor satu kilo harganya Rp 300, tapi kalau dibersihkan, harganya lebih mahal, satu kilo bisa seribu lebih harganya," katanya.

Namun Adit dan ratusan pemulung lainya yang ada di TPA Muara Fajar ini memilih untuk menjual plastik kotor. Sebab kerjanya lebih gampang.

Karena tidak perlu membersihkan kotoran tanah yang menempel di plastik. Dalam satu hari, Adit mengaku bisa mengumpulkan 200 kilogram (kg). Jika diuangkan, maka satu hari dirinya mendapatkan uang Rp 60 ribu per hari.

Baca: VIDEO TEASER EKSKLUSIF: Bocah Malang di Tumpukan Sampah

"100 kilo itu paling 3 karung. Biasa sehari dapat 6 karung, kalau ditimbang sekitar 200 kilo lah," ujarnya.

Begitu mudahnya mendapatkan pundi-pundi uang dari tumpukan sampah membuat Adit seolah lupa akan kodratnya sebagai seorang anak.

Seharusnya anak seusianya bisa belajar, sekolah dan bermain dengan teman-temanya. Namun Adit tidak bisa menikmati masa-masa indah sebagai seorang siswa.

"Nggak sekolah lagi bang, dulu pernah sekolah SD sampai kelas 2. Tapi sejak diajak kawan-kawan cari duit disini, enak cari uang, udah malas lagi sekarang sekolah," katanya.

Jika lanjut, maka seharusnya Adit saat ini sudah menginjak kelas 6 SD. Namun sayang, Adit tidak lagi bisa mendapatkan pendidikan layaknya anak seusianya.

"Udah enak nyari duit disini bang. Malas sekolah lagi," kata Adit lugu saat ditanya apakah masih ada keinginan dirinya untuk sekolah lagi.

Salah seorang pemulung yang anaknya juga ikut menjadi pemulung di TPA Muara Fajar mengamini apa yang disampaikan oleh Adit.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved