Eksklusif
Banyak Anak Bergelut dengan Sampah Cari Nafkah, ''Malas Kami Sekolah Lagi''
Bocah berusia 11 tahun ini tidak merasa risih dengan bau menyengat yang menyeruak dari tumpukan sampah yang tingginya hingga setiang listrik
Pria yang enggan menyebutkan namanya ini mengungkapkan, anak-anak yang putus sekolah dan menjadi pemulung di kawasan TPA Muara Fajar tidak seluruhnya akibat faktor keterbatasan ekonomi.
Meski ia tidak menampik ada beberapa anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena keterbasan biaya pendidikan.
"Tapi sebagian besar kemauan anak itu sendiri yang tidak ada niatnya mau sekolah. Mereka mau cari duit," katanya.
Pria berusia sekitar 40 tahun ini bahkan tegas menyebut akan sia-sia saja jika ada lembaga atau pemerintah yang ingin membuat sekolah untuk anak-anak pemulung di kawasan TPA Muara Fajar.
"Percuma saja. Anak-anak ini yang tidak mau sekolah. Kalau kita sebagai orangtua, namanya untuk biaya anak sekolah gimana pun caranya pasti kita carikan. Tapi kalau dasar anaknya tidak mau, ya gimana?" ujarnya.
Adit tidak sendirian, menurut keterangan salah seorang mandor di TPA Muara Fajar, Aceng Soleh Nurdin, setidaknya ada 20-an anak putus sekolah yang bekerja menjadi pemulung di kawasan TPA Muara Fajar.
Usia mereka berkisar antara 10 hingga 17 tahun. Namun tidak sedikit juga yang usianya di bawah 10 tahun.
"Bahkan ada yang masih balita dan diayun di atas tumpukan sampah," kata Aceng yang mengaku mengkhawatirkan jika anak-anak tersebut bisa terserang penyakit.
Pantuan Tribun di lokasi, di atas gunung sampah tersebut memang terlihat berdiri beberapa tenda yang terbuat dari terpal dan kain. Tenda-tenda tersebut lah yang kemudian dijadikan oleh para pemulung untuk berteduh saat istirahat.
"Mereka ada yang bekerja seharian di sini. Mulai dari pagi sampai malam hari. Tapi ada juga yang pagi sampai siang, atau siang sampai sore. Bahkan ada yang sampai tengah malam di sini. Karena truk pengangkut sampah itu kan ada juga yang malam antarkan sampah ke sini," katanya.
Aceng bercerita banyak soal kehidupan anak-anak yang setiap hari beraktifitas mengumpulkan sampah di TPA Muara Fajar.
"Kebanyakan anak-anak ini datang ke sini memang atas kemauan dia sendiri. Alasannya membantu orangtuanya," kata Aceng.
Pria yang pernah menjadi pemulung dan satpam di kawasan TPA Muara Fajar ini mengaku miris saat melihat anak-anak usia sekolah harus bekerja siang hingga malam hari untuk membantu orangtuanya.
Beberapa kali ia menyampaikan ke orangtua anak-anak tersebut agar tidak memperkejakan anaknya, karena masih di bawah umur.
Namun Aceng tidak bisa berbuat banyak. Sebab mereka, para orangtua, yang mengajak anaknya ikut menjadi pemulung.