Kampar
Pertama Dibangun di Kampar Jalur Interpretasi Panjang 30 Km Lewati 9 Desa
Azwan mengemukakan, Jalur Interpretasi merupakan jawaban dari masalah akses di sembilan desa pada Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Afrizal
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Nando
TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - Jalur Interpretasi terdengar masih baru di Kampar.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kampar, Azwan mengklaim program ini yang pertama dilaksanakan di Kampar.
Azwan mengemukakan, Jalur Interpretasi merupakan jawaban dari masalah akses di sembilan desa pada Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Selama ini, kata dia, masyarakat hanya mengharapkan jalur sungai.
"Kalau nggak ada Jalur Interpretasi, mungkin nggak akan pernah dibangun jalan di sana," ujar Azwan, Selasa (5/6/2018).
Baca: Sisiri Tempat Hiburan yang Bandel Saat Ramadan, Tim Gabungan Temukan Tuak 1 Tong dan Sekardus Bir
Baca: Sosok Ini Kritisi Pernyataan Menristekdikti yang Mengancam Memecat Rektor UR
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kampar ini menjelaskan, Jalur Interpretasi sebenarnya untuk kepentingan pemantauan kawasan hutan.
Selain itu, jalur tersebut juga sebagai interpretasi dalam usaha pengembangan objek wisata yang berada di dalam kawasan hutan.
Azwan mengatakan, BKSDA membatasi lebar jalan 1,5 meter dari yang diusulkan 2 meter.
"Sebenarnya jalan setapak untuk pemantauan hutan. Tapi masyarakat dapat menggunakannya," jelas Azwan.
Ia mengatakan, dengan adanya Jalur Interpretasi nanti, masyarakat memiliki pilihan jalur transportasi, darat atau sungai.
Azwan menyebutkan, Jalur Interpretasi sepanjang 30 kilometer melintasi sembilan desa.
Mulai dari Tanjung Belit sampai Pangkalan Serik.
Baca: Dilarang Bangun Jalan Desa dalam Kawasan Hutan, Pemkab Kampar Akhirnya Dapat Celah
Baca: Alasan Pemprov Riau Tidak Memberikan THR bagi Pegawai Honor
Jalur ini dibangun dengan beton (semenisasi) pada badan jalan yang sudah lebih dahulu ada.
Menurut Azwan, biaya pembangunan digelontorkan melalui Dana Desa.
Tiap desa menganggarkan Rp. 300 juta sampai Rp. 400 juta.
"Dari 30 kilometer itu, hanya sekitar tujuh kilometer yang belum ada badan jalannya. Nanti dibuatkan badan jalannya," ujarnya. (*)
