Solok
Kepsek SMKN Kota Solok Jadi Tersangka OTT Pungli, Pungutan Dibedakan Siswa Mampu dan Tak Mampu
OTT dilaksanakan mendasari banyaknya keluhan dari orangtua siswa yang merasa keberatan atas iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa.
TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Kepala Sekolah SMKN di Kota Solok Sumatera Barat ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam OTT tersebut total barang bukti yang disita Rp.219.338.523,-.
Dalam konferensi pers yang dilakukan Polres Kota Solok Rabu (6/9/2018) terungkap setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bahwa total pungutan pendidikan yang telah diterima oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp.911.342.279,-.
Dari total pungutan ini, yang sudah digunakan oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp. 692.003.756,- dan yang belum digunakan adalah sebesar Rp.219.338.523 lalu disita polisi.
Seperti yang dilansir TribunPekanbaru.com dari laman website Polres Solok Kota, OTT dilaksanakan mendasari banyaknya keluhan dari orangtua siswa yang merasa keberatan atas iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa.
Baca: Kepala SMKN Kota Solok Kena OTT Pungli, Pungut Rp 900 Juta Lebih dari 890 Siswa
Baca: Polwan Berpangkat Bripda Ini Dikabarkan Jadi Calon Istri Ahok, Setia Berkunjung ke Mako Brimob
Orangtua mengeluhkan iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa yang mampu sebesar Rp. 1.920.000, per tahun atau Rp. 160.000,- /bulan dan siswa yang tidak mampu sebesar Rp. 1.200.000,- /tahun atau Rp. 100.000,- /bulan.
Pungutan tersebut berasal dari total 890 orang siswa kelas X, XI dan XII.
Kategori mampu sebanyak 660 orang dan yang tidak mampu tapi tetap dikenakan pungutan meski dikurangi jumlahnya yaitu sebanyak 217 orang.
Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan SIK.,M.H mengungkapkan iuran pendidikan ini bersifat wajib dan dijadikan sebagai syarat untuk mengambil Surat Keterangan Lulus/SKL (ijazah sementara) bagi siswa kelas XII.
Baca: LAM Riau Tunjuk 4 Pengacara Laporkan Kasus Dugaan Penghinaan Terhadap Ustaz Abdul Somad
"Jika iuran tersebut tidak dilunasi makan siswa tidak dapat mengikuti Ujian Nasional dan tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Lulus," jelasnya.
Dony menguraikan modus yang digunakan pihak sekolah dalam menetapkan pungutan pendidikan tersebut adalah dengan cara :
1. Ditetapkan dalam rapat komite seolah-olah sudah disepakati oleh orang tua/wali murid. Padahal komplain dari orang tua pada saat rapat diabaikan, tidak semua orang tua murid hadir dan komunikasi dalam rapat cenderung satu arah serta tidak ditemukan keterangan atau bukti yang menunjukkan kesukarelaan dari orang tua murid bahkan saat dilakukan pemeriksaan, orang tua murid semuanya merasa keberatan.
2. Komite sekolah dimanfaatkan untuk meyakinkan orang tua murid terkait program sekolah yang membutuhkan sumbangan, sedangkan pengelolaan keuangan sepenuhnya dikendalikan oleh Kepala Sekolah, tanpa melibatkan komite sekolah.
3. Seolah-olah untuk mendukung program sekolah padahal digunakan juga untuk pribadi, misalnya ada penambahan honor untuk Kepala Sekolah sebanyak Rp.1.250.000,-/bulan, Wakil Kepsek Rp.900.000,-/bulan dan guru-guru lainnya.
4. Berlindung pada Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 31 Tahun 2018 Tanggal 5 Juni 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, yang memperbolehkan komite sekolah untuk menggalang dana dalam bentuk sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali peserta didik, tetapi mengabaikan batasan-batasan bahwa sumbangan sifatnya sukarela dan tidak mengikat atau tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik.
Dony menguraikan bahwa dalam Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah sudah sangat jelas diatur perbedaan antara bantuan pendidikan, sumbangan pendidikan dan pungutan pendidikan.