Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Gerakan Kebudayaan Antikorupsi Dinilai Perlu untuk Hilangkan Dinasti Politik

Padahal, kata Dahnil, dinasti politik erat kaitannya dengan praktik korupsi. Dia mencontohkan ditangkapnya Ratu Atut

Editor:
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Petugas menunjukkan barang bukti uang saat jumpa pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Gedung KPK, Jakarta (16/6/2016). Dalam OTT tersebut KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 250 juta serta menetapkan empat orang tersangka yaitu pengacara Saipul Jamil, Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji, panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi, dan kakak Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah yang tertangkap suap terkait pengurangan vonis perbuatan asusila terhadap anak. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Jelang pilkada serentak 2017, indikasi mengenai munculnya politik dinasti kembali mengemuka.

Ketua Pemuda PP Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjutak mengatakan, dinasti politik kerap terjadi di Indonesia karena masih melekatnya kultur feodal dalam masyarakat Indonesia.

Menurut Dahnil, kultur masyarakat masih menjadikan figur petahana dan keturunannya sebagai simbol pemimpin yang sangat dihormati.

"Dinasti politik hadir karena adanya simbolisasi kebudayaan yang kuat dalam masyarakat," ujar Dahnil dalam Diskusi Berseri Madrasah Antikorupsi di Jakarta, Senin (19/9/2016).

Padahal, kata Dahnil, dinasti politik erat kaitannya dengan praktik korupsi. Dia mencontohkan ditangkapnya Ratu Atut Chosiyah ketika menjadi gubernur Banten karena kasus korupsi.

Namun, masyarakat seakan tak masalah dengan kasus korupsi yang melibatkan Atut.

Sebab, keluarga dan kerabat Atut tetap dihormati masyarakat di delapan kabupaten/kota, baik sebagai eksekutif maupun legislatif, sehingga dinasti politik di Banten tetap kuat.

"Ini terjadi karena masyarakat tingkat toleransinya tinggi terhadap praktik korupsi," kata Dahnil.

Untuk itu, kata Dahnil, penting mengubah cara pikir kebudayaan ini dalam masyarakat. Langkah tersebut dilakukan dengan mendorong gerakan kebudayaan antikorupsi.

Dengan mendorong kebudayaan antikorupsi, tambah Dahnil, dinasti politik yang sarat kepentingan bisa dikikis dan diwaspadai.

"Kami berusaha mendorong gerakan kebudayaan masif karena dorongan penegakan hukum positif tidak efektif. Tidak bisa dikerjakan satu, dua, tiga tahun, tapi berkepanjangan," ujar Dahnil. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved