Sejarah Kelam Indonesia vs Malaysia di Piala Thomas, Istilah Serumpun Berubah Jadi Bebuyutan
Malaysia atau Malaya saat itu mau tidak mau memang merasa terganggu dengan "ancaman dari selatan," Indonesia.
Kapten tim Malaya, Eddy Choong, sampai menangis mendengar kecaman yang dialamatkan buat dirinya dan timnya.
Sejak 1958 itulah, Indonesia dan Malaya seperti menempatkan Piala Thomas sebagai ajang peperangan akhir yang menentukan.
Apalagi dekade 1960-an ditandai dengan konfrontasi kedua negara yang ditandai dengan persaingan antara pemimpin kedua negara, Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman Putera.
Ketika konfrontasi usai pada 1967, persaingan di lapangan tidak otomatis tuntas.
Pada perebutan Piala Thomas pada 1967, semangat "Anti Nekolim dan Ganjang Mayasia" masih terasa di Istora Senayan.
Indonesia sebagai juara bertahan bertemu dengan Malaysia di final Piala Thomas yang berlangsung 9-10 Juni di Istora Senayan.
Popularitas bulu tangkis, Piala Thomas dan terlebih aroma persaingan dengan Malaysia membuat para penonton memadati istora pada dua hari tersebut.
Namun tim Indonesia sama sekali tak diunggulkan pada saat itu. Masih mengandalkan pemain tua seperti Ferry Sonneville, tim Indonesia tampil underdog menghadapi Malaysia yang saat itu diperkuat juara All Engfland, Tan Aik Huang dan ganda Ng Boon Bee/tan Yee Khan.
Bahkan, Pejabat Presiden Soeharto yang baru menggantikan Presiden Soekarno memutsukan tidak hadir karena diberi tahu tentang peluang Indonesia untuk menang lebih kecil.
Seperti akhirnya diketahui, final Piala Thomas 1967 meninggalkan coreng dalam sejarah bulu trangkis yang dikenal sebagai "peristiwa Scheele."
Penonton dianggap mengganggu pemain Malaysia dan memberi dukungan berlebihan kepada para pemain Indonesia saat tertinggal 3-4 di malam kedua.
Saat itu pasangan Agus Susanto/Muljadi harus menghadapi juara All England, Ng Boon Bee/tan Yee Khan. Jika mereka kalah, Piala Thomas harus terbang ke Malaysia dan direbut di tanah Indonesia.
Tak kuat menghadapi kenyataan ini, para penonton mulai bertindak anarkis. Mereka menyoraki setiap kali pemain Malaysia melakukan servis.
Gim pertama, pasangan Indonesia kalah mudah 2-15 dan kemudian tertinggal 2-10.
Di saat itulah, para pemain Malaysia tiba-tiba kehilangan konsentrasi, dikejar hingga 13-13 dan kemudian menyerah 13-18.
