Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Bocah 8 Tahun Dipersekusi Temannya Disuruh Minum Air Kencing, Dibilang Teh Manis, Ini Kata P2TP2A

Seorang anak berinisial MAS berusia delapan tahun, menjadi korban persekusi oleh teman bermainnya, di Jalan Masjid Pam Beting Semelur

Editor: Muhammad Ridho
TRIBUN MEDAN / HO
MAS korban persekusi yang dianiaya oleh teman-temannya bermain. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Seorang anak berinisial MAS berusia delapan tahun, menjadi korban persekusi oleh teman bermainnya, di Jalan Masjid Pam Beting Semelur tepatnya di belakang Masjid Nurul Jalal, Kota Tanjungbalai, Selasa (6/11/2018) lalu.

Korban disuruh menenggak air kencing temannya yang dikatakan adalah teh manis, serta kaki kiri korban juga mengalami luka bakar setelah di siram bensin dan di sulut api saat bermain.

 
Tim Advokasi Satgas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Sumut, Muslim Harahap, SH, MH mengatakan apabila pelakunya orang dewasa, maka berdasarkan hukum kasus ini termasuk dalam kategori penganiayaan berat.

"Dalam UU perlindungan anak pasal 80 ayat (3) pelaku pidana terhadap anak yang kategori penganiayaan berat. Apalagi ia dalam kondisi bukan anak yang normal. Karena dalam hukum seharusnya korban dilindungi secara khusus. Pelaku anak seperti ini seharusnya mendapatkan hukuman tambahan. Selain adanya pidana pokok," kata Muslim, Sabtu (10/11/2018)

Baca: Suka Main Solo, FDJ Cantik Asal Pekanbaru Ini Memulai Karir dari Hobi, Ini Foto Cantik dan Aksinya

Baca: Perkembangan Pembunuhan Jamal Khashoggi, Jenazahnya yang Jadi Cairan Dibuang ke Saluran Air

"Namun, karena pelaku tidak bisa dijerat dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) UU no 11 tahun 2012. Karena batas umur disitu, umur 12-14 itu tindakan dan umur 14-18 itu baru bisa hukuman badan, itupun kalau ancaman pidana diatas 7 tahun. Kalau dibawah ancaman pidana 7 tahun wajib diversi (pengalihan penyelesaian ke perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) dan restorative justice (upaya memulihkan atau mengembalikan kerugian kerugian atau akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana. Dalam hal ini pelaku di beri kesempatan untuk dilibatkan dalam pemulihan tersebut)," terang Muslim.

Masih kata Muslim, cara penyelesaian kasus seperti ini karena pelaku masih anak-anak, harus ada penelitian Dinas Sosial (Dinsos) supaya sesuai.

Katakanlah pelaku mendapatkan perlakuan salah dari orangtuanya, maka si anak harus direhabilitasi.

Secara psikologis harus mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Karena kalau dibiarkan bakal akan semakin menjadi-jadi.

"Ibaratnya seperti bully tapi ini sudah keterlaluan. Karena kalau bully dilakukan oleh banyak orang. Maka Dinsos harus ambil sikap, karena itu kategori anak yang harus mendapatkan pendampingan sosial. Dinsos harus bekerjasama dengan Dinkes melalui psikolog rumah sakit," ujar Muslim.

Terkait ada dugaan cara pelaku W membakar korban MAS, menggunakan bensin karena ada dugaan dia mencontoh abangnya. 

Muslim menyebutkan bahwa berdasarkan kebiasaan hukum positif atau hukum yang berlaku di masyarakat.

Bagaimana hukum positif memandang kasus ini. Jadi ketika si anak berlaku kepada anak lainnya. Anak itu berarti mencontoh orang dewasa.

"Contohnya sama dengan modelnya orang dewasa membiarkan di hpnya ada pornografi. Kemudian anak-anak memperhatikan itu. Yang salah tetap yang punya pornografi. Jadi ketika si anak mendapatkan perlakuan yang salah dari abangnya berupa perilaku negatif, maka itu termasuk dalam kategori turut serta melakukan kejahatan. Ia bakal dijerat dengan KUH Pidana pasal 55 turut serta membantu melakukan kejahatan," urai Muslim.

Muslim menambahkan, secara hukum juga di pasal 13 UU No 35 ada disebutkan masyarakat, keluarga dan orang tua bertanggungjawab anak untuk menghindari tindakan dari diskriminasi, penelantaran, kekerasan, kekejaman dan perlakuan salah.

"Ini masuk dalam kategori perlakuan salah terhadap anak. Apa itu perlakuan salah yaitu masa dicontohkan membakar ada makhluk hidup disitu. Jadi bisa diminta pertanggungjawaban di juncto kan dengan turut serta. Secara tidak langsung dia menyuruh. Berdasarkan hukum bisa diminta pertanggungjawaban karena dia sudah dewasa. Abangnya itu bisa saja saja dijerat sesuai hukum pidana Di jerat melalui pasal 80 juncto 55 dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Dengan kata lain seandainya pelaku tidak bisa dijerat dan jika diduga benar abangnya yang pernah mencontohkan maka bisa dijerat," terang Muslim.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved