Siak
Sejarah Tangsi Belanda yang Lebih Tua dari Istana Siak, Hanya 2 Pasukan yang Pernah Memanfaatkannya
Pada 1958 silam, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pecah, berawal dari Padang. Gedung-gedung itu diambil alih tentara PRRI
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Afrizal
Laporan Wartawan Tribunsiak.com, Mayonal Putra
TRIBUNSIAK.COM - Onggokan bangunan tua di kampung Benteng Hulu, tepian sungai Siak, Kecamatan Mempura sangat menarik perhatian.
Bangunan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda itu khas, sebagaimana bangunan eropa pada zamannya.
"Bangunan tua itu adalah Tangsi Militer Belanda. Dibangun pada 1860, lebih tua dari bangunan Istana Siak. Kita tahu istana Siak dibangun pada 1889," ujar ketua Siak Heritage Community (SHC), Joprizal kepada Tribunpekanbaru.com, Jumat (4/1/2018).
Sedikitnya ada 6 gedung di sana.
Sejak Belanda hengkang dari Tanah Air, hanya ada 2 pasukan yang sempat memanfaatkan bangunan itu.
Pada 1942 Belanda diusir pasukan Jepang dari nusantara.
Sejak itu pula pasukan Jepang memanfaatkan bangunan-bangunan itu.
Semua kepentingan bisnis Belanda di Siak diambil alih oleh Jepang.
Namun pasukan Dai Nippon itu hanya bertahan 3,5 tahun di sana.
Baca: Tangsi Belanda Mempura Dipugar, Bakal Dibuka untuk Tujuan Wisata
Baca: Wisata Sejarah Istana Siak, Koleksi Peninggalan Sultan Awet dan Terawat
Mereka kalah perang setelah sekutu membumihanguskan Hiroshima dan Nagasakti.
Sejak itu, gedung itu tidak lagi dimanfaatkan.
Pada 1958 silam, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pecah, berawal dari Padang.
Gedung-gedung itu diambil alih tentara PRRI selama masa gejolak itu.
Hingga akhirnya kalah perang melawan TNI.
Sejak 1960 an hingga sekarang, bangunan-bangunan itu hanyalah onggokan sejarah masa lalu tanpa manfaat apa-apa.
"Kami melakukan kajian, dan mendorong pemerintah merestorasi bangunan itu untuk kepentingan pendidikan, sejarah dan kebudayaan," ujar Joprizal.
Joprizal berkisah, tangsi militer Belanda itu dahulu digunakan untuk gedung residen, rumah tahanan, gudang peluru dan barak pasukan Belanda serta kantor contreuler.
Kondisi bangunan sempat memprihatinkan, karena tidak ada yang mengurusnya.
"Tetapi dengan semangat kita, secara berangsur gedung -gedung mulai dibenahi," kata dia.
Militer Belanda tidak secara kebetulan membangun kompleks perkantoranya di daerah Mempura.
Maklum, Sungai Siak sudah menjadi jalur perlintasan untuk mengangkut komoditi sayur mayur dan pertambangan di Sumatra Tengah menunu pelabuhan Malaka.
Baca: Video: Kebakaran Ruko di China Town Nyaris Sambar Istana Siak
Baca: CHINA TOWN di Siak Terbakar, Situs Bersejarah dan Objek Wisata itu akan Dibangun Lagi Seperti Semula
Selain itu, Belanda juga mitra bisnis kerajaan Siak, yang berkepentingan dengan penguasaan lahan perkebunan dan hutan serta pertambangan lainnya.
"Jadi, kompleks Tangsi Militer Belanda ini semacam konsulat Belanda untuk daerah kekuasaan kerajaan Siak," kata pria yang akrab dipanggil Joe itu.
Sementara gedung contreuler merupakan kantor pengurusan administrasi untuk semua kepentingan bisnis Belanda di wilayah Siak.
Meski Siak belum seramai saat ini, namun sungainya menjadi pelayaran internasional.
"Gedung itu sudah di data, dari gedung A sampai F," kata dia.
Namun, yang direstorasi baru gedung A dan F tersebut.
Sementara gedung lainnya belum.
Sebab, restorasi bangunan itu menggunakan dana APBN.
Pada 2018, Dinas PU Tarukim Siak, baru mendapatkan anggaran Rp 5 miliar.
Dua onggok bangunan peninggalan kolonial Belanda itu kini sudah tampak bagus.
Dinding sudah dicat putih bersih, lantai diperbaiki hingga daun pintu dan atap.
Meski belum selesai dan belum dibuka, kemajuannya sudah tampak.
Pada 2 bangunan itu, atapnya tidak lagi bocor.
Joe menyebut, di dalam Detail Engeenering Design (DED)nya, bangunan itu milik pemerintah yang diperuntukkan untuk pendidikan, penelitian sejarah dan kebudayaan.
Komunitas yang memperjuangkan bangunan-bangunan tua itu tidak rela jika suatu waktu gedung digunakan untuk kepentingan lain, pun sebagai kantor dinas.
Bupati Siak Syamsuar sudah meninjau bangunan itu pekan depan.
Ia senang dengan kondisi terkini Tangsi Belanda tersebut.
"Saya yakin, begitu ini kita buka untuk tujuan wisata, ini akan menjadi spot terbaru yang menakjubkan wisatawan," ujar Syamsuar.
Tangsi Belanda itu masuk ke dalam kawasan cagar budaya kesultanan Siak setelah Istana Siak.
Hal itu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan SK Kementrian PUPR dalam penetapan Siak sebagai kota Pusaka.
"Ini kita buka, tahun ini untuk umum. Ini dijadikan spot terbaru deatinasi wisata di kabupaten Siak," kata dia.
Ia menjelaskan, pihaknya memperjuangkan pengembangan Tangsi Belanda, untuk memberikan destinasi bagi wisatawan.
Sehingga wisatawan tidak hanya terfokus pada Istana Siak saja.
Menurutnya, Tangsi Belanda menjadi spot lain yang tak kalah menarik dan layak didatangi.
Apalagi kawasan ini tepat berada di seberang sungai depan Istana Siak.
"Wisatawan yang datang dapat menyelami nilai sejarahnya. Kemudian fasilitas di Tangsi Belanda juga dilengkapi dengan wejangan kuliner lokal dan nusantara," kata dia.
Dari 2 bangunan Belanda yang dipugar, salah satunya akan difungsikan menjadi museum Perjuangan Masyarakat Siak.
Pihaknya juga akan mendata sedemikian rupa lahan parkir, kios tempat penjualan suvenir, dan menyediakan kuliner lokal dan mancanegara.
Untuk 2018, belum seluruh bangunan Belanda itu yang bisa dipugar.
Hanya gedung depan yang direvitalisasi tanpa merusak arsitektur aslinya.
Untuk mempercepat diresmikannya sebagai objek wisata baru, pada 2019 akan disiapkan landscap atau tamannya.
Proyek itu nanti bakal didanai dari APBD Siak.
Sedangkan untuk merevitaliasi rumah contreuler dan lanraad yang ada di kampung Benteng Hilir, dari dana sumbangan perusahaan.
Pada 2019 ini, pihaknya juga mengusulkan kepada Kementrian PUPR untuk pembangunan jembatan gantung yang di samping terminal lama.
"Mudah -mudahan tahun ini dapat. Jadi pengunjung akan berjalan kaki meyusuri sungai dari Kampung Sungai Mempura sampai Benteng Hilir," kata dia.
Sedangkan untuk mencapai lokasi Tangsi Militer Belanda itu tidak sulit. Dari Pekanbaru berkendara melalui jalaur darat selama 2,5 jam menuju kantor Bupati Siak.
Sampai di kantor bupati Siak teruslah mengendara ke kampung Mempura, lalu belok kiri menyusuri tepian Sungai Siak.
Dengan jalan yang beraspal mulus, Anda juga akan menemukan jembatan kupu-kupu dan jembatan Kelakap.
Sekitar 50 meter dari jembatan megah kelakap, Anda akan takjub melihat onggokan bangunan kolonial Belanda di sana.
Namun, saat itu kita belum bisa masuk ke dalam gedung. Karena masih dalam tahap pemugaran, hanya bisa mengambil fotonya dari luar pagar kawat setinggi 2 meter. (*)