Berita Riau
Pemberlakuan Pajak E-Commerce atau Olshop Tepat untuk Persaingan antar Pedagang yang Lebih Seimbang
Pemberlakuan pajak E-Commerce atau online shop (Olshop) atau tepat untuk persaingan antar pedangang yang lebih seimbang
Penulis: Hendri Gusmulyadi | Editor: Nolpitos Hendri
Pemberlakuan Pajak E-Commerce atau Olshop Tepat untuk Persaingan antar Pedangang yang Lebih Seimbang
Laporan Wartawan Tribunpekanbaru.com, Hendri Gusmulyadi
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pemberlakuan pajak E-Commerce atau online shop (Olshop) atau tepat untuk persaingan antar pedangang yang lebih seimbang.
Ramainya pemberitaan terkait perberlakuan perpajakan bagi e-commerce memunculkan berbagai tanggapan di kalangan masyarakat, ada yang menyambut itu dengan positif ada pula yang masih belum setuju karena berbagai alasan.
Namun secara rata-rata, banyak masyarakat khususnya pelaku usaha toko online di Pekanbaru setuju namun harus dengan rugulasi yang jelas.
Baca: KISAH Mak Ma Wanita 74 Tahun di Indragiri Hilir, Hidup Sebatang Kara dengan Lumpuh
Baca: Disparbuddan UPP Gelar Kegiatan Kuliah Umum dan Pentas Seni Budaya Melayu Rohul
Baca: Buka Katup, Penghisap Debu Maximus Langsung Dibersihkan
Baca: Wakil Bupati Pelalawan Bujuk Andini Gadis 14 Tahun yang Rawat 2 Adiknya Bersekolah dan Bedah Rumah
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.010/2018 dan akan berlaku efektif mulai 1 April 2018 nanti, turut ditanggapi oleh Pengamat sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, Afred Suci.
Menuturnya, pemberlakuan PMK 210 tentang pajak e-commerce ini sudah sangat tepat dilakukan karena saat ini memang sudah seharusnya.
Berdasarkan undang-undang perpajakan saat ini, maka wajib pajak baik itu perorangan maupun badan yang memiliki penghasilan dan keuntungan maka wajib hukumnya untuk membayar pajak.
"Pajak dalam konstitusi UUD 1945 pasal 23 A, merupakan bukti nyata dari kontribusi masyarakat terhadap negara, dan dengan pajak itu pula negara memiliki kemampuan menjalankan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat," jelas Afred, Senin (14/1/2018).
Afred menyebutkan, 80 persen APBN Indonesia merupakan kontribusi dari pajak.
Alasan lain mengapa PMK 210 ini sudah selayaknya diterapkan adalah masalah aspek keadilan dan kepastian.
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Lahir di Keluarga Seniman, Lomba Nyanyi hingga Jadi Dara Pekanbaru
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi Dara Riau hingga Putri Pariwisata Ekonomi Kreatif Indonesia
Baca: KISAH Cewek Cantik dan Imut Asal Pekanbaru, Putus Kuliah hingga Jadi Seorang Pengusaha Dessertbox
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi FDJ, Hindari Godaan hingga Pergaulan Bebas dan Dunia Malam
"Hal ini tercermin dalam bagian pertimbangan PMK 210 huruf a dan b, dimana pengenaan pajak perdagangan online adalah untuk kesamaan kewajiban perpajakan yang sudah dikenakan terhadap perdagangan konvensional (offline), serta memberikan kepastian pengenaan dan tata cara pembayaran dan pelaporan pajak itu sendiri," ungkapnya.
"Jadi pelaku usaha konvensional saat ini bisa sedikit bernafas lega karena iklim persaingan dengan pedagang online sudah mulai diseimbangkan dalam hal pengenaan harga, karena disparitas harga dengan barang online tidak lagi terlalu lebar akibat barang-barang online yang sebelumnya tidak dikenai pajak," tambahnya.
Menuturnya, bagi pedagang online, penerapan aturan ini memberikan kepastian perpajakan, karena pada dasarnya banyak pedagang online sebenarnya memiliki kesadaran dan itikad baik menjalankan kewajiban pajaknya, namun terbentur karena belum adanya peraturan yang mengikat terkait dengan sistem perdagangan online.
"Nah, manfaat yang terbesar sebenarnya adalah untuk pemerintah. Saya sangat memaklumi adanya PMK 210 ini sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis penerimaan pajak," tururnya.
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Jadi Penulis, Menulis Puisi Romansa hingga Pengalaman Pribadi
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Bahagiakan Orangtua, Kerja dan Kuliah Hingga Finalis Bujang Dara
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Pekanbaru Membuat Film Pendek tentang Keindahan Alam
Baca: KISAH Cewek Cantik Asal Aceh Jadi Selebgram, Cantik Bak Boneka, Tapi Pernah Dihakimi Netizen
Sebagaimana diketahui terang Afred, bahwa rasio penerimaan pajak Indonesia saat ini termasuk rendah, yaitu kurang dari 12 persen, lebih rendah dari negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, Filipina, bahkan Vietnam dan Thailand yang sudah diatas 13 persen.
Idealnya menurut Bank Dunia, rasio pajak suatu negara adalah lebih dari 15 persen.
Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Brasil dan Argentina adalah contoh negara-negara yang mampu mendongkrak rasio pajaknya diatas 20 persen.
Artinya kesadaran pajak masyarakat Indonesia masih relatif rendah, ditambah dengan basis data perpajakan pun masih lemah.
"Nah, PMK 210 ini jelas merupakan langkah proaktif pemerintah untuk mendulang pendapatan pajak dari transaksi online mengingat potensi volume perdagangan online di tahun 2020 diprediksi tembus ke US$ 130 miliar. Angka ini jika dirata-ratakan dengan tarif pajak penghasilan UMKM minimal 0,5 persen saja akan memberikan potensi pajak penghasilan lebih kurang 9 triliun rupiah, ditambahkan dengan lebih kurang 189 triliun rupiah pajak pertambahan nilaiz plus pajak-pajak lain seperti pajak barang mewah," terangnya.
PMK 210 Bukan Jenis Pajak Baru, yang perlu diketahui adalah bahwa sebenarnya penerapan PMK 210 ini hanya mengatur tentang tata cara perpajakannya saja. Jadi bukan menerapkan jenis pajak yang baru.
Ini yang perlu dipahami para pedagang dan konsumen online.
Pajaknya sama saja dengan sistem konvensional, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM).
"Pajak-pajak ini sudah diterapkan di sistem transaksi offline, nah PMK 210 ini hanya memberikan kepastian hukum dan tata caranya agar kewajiban pajak-pajak ini juga dibayarkan oleh para pedagang dalam bentuk PPh, dan konsumen online dalam bentuk PPN dan PPNBM," ujarnya. (*)