Indragiri Hulu
STORY - Bocah Izzah Derita Tumor Otak Sampai Meraung Menahan Sakit, Sang Ayah Berharap Uluran Tangan
Dengan kondisi saat ini diperlukan beberapa kali tindakan operasi. Sehingga membutuhkan uang yang cukup besar.
Penulis: Bynton Simanungkalit | Editor: Ariestia
STORY - Bocah Izzah Derita Tumor Otak Sampai Meraung Menahan Sakit, Sang Ayah Berharap Uluran Tangan
TRIBUNINHU.COM, RENGAT - Mata Robby Ardi, warga Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) berkaca-kaca menceritakan kondisi putrinya Izzatul Hanifah Rasya yang kini menderita tumor otak di dekat batang otak.
Izzah begitu panggilan akrabnya, diketahui menderita tumor otak semenjak tahun 2018 melalui serangkaian pengecekan lewat Magnetic Resonance Imaging (MRI) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad.
Robby tak pernah membayangkan, putri pertama dari empat orang anaknya itu harus mengalami penderitaan menahan sakit di kepalanya.
Kini Robby masih terus berjuang mendapatkan uang untuk kesembuhan Izzah.
Baca: Perut Bocah Perempuan Asal Inhil Riau Membesar, Harus Dirujuk ke Pekanbaru Tapi Terbentur Biaya
Pada Rabu (21/8/2019) kemarin, Tribun mewawancarai Robby dengan didampingi oleh Edy yang juga rekan Robby.
Awal perkenalan kami, Robby tampak terbuka dan memberikan salam yang hangat.
Ia juga sempat menyampaikan permohonan maaf, karena membuat kami lama menunggu.
"Maaf saya harus dari kantor menyelesaikan pekerjaan saya yang tertunda, karena dua hari tidak masuk kantor," kata Robby.
Robby bukanlah seorang pemalas sehingga ia tidak masuk kantor selama dua hari.
Tidak masuk kantor itu terpaksa ia lakukan karena harus menemani Izzah yang sedang kambuh sakit pusingnya.
Apabila sedang pusing, Izzah meraung-raung menahan sakitnya.
"Sampai nungging-nungging kalau menahan sakitnya," kata Robby.
Orangtua mana yang tega melihat anaknya menahan penderitaan seperti itu.
Pusing yang dialami Izzah sudah terasa semenjak tahun 2017 lalu.
Pusing menjadi salah satu gejala tumbuhnya tumor di kepala Izzah.
Selain pusing, Izzah juga mengalami mimisan, terkadang ia juga sering ketiduran di dalam kelasnya dan sempat mengalami beberapa kali.
Baca: STORY - Pacu Jalur Kuansing: Mengayuh di Antara Meriam dan Bendera Merah di Sungai Kuantan Riau
Gejala-gejala ringan itu terjadi terus menerus selama enam hingga delapan bulan.
Namun Robby mengaku tidak menaruh curiga atas sakit yang dialami oleh Izzah.
Gejala demi gejala terus muncul.
Hingga Desember tahun 2018, terjadi perubahan perilaku yang tidak wajar pada diri Izzah.
Gadis kecil yang baru berusia delapan tahun itu sering berhalusinasi, pandangannya kosong, berbicara sendiri, bahkan lebih mirip orang kesurupan.
Mulai merasa ada yang aneh, Robby memutuskan membawa putrinya untuk melakukan pengecekan.
"Diagnosa awalnya Izzah disebut dokter menderita epilepsi," kata Robby.
Izzah disarankan meminum obat anti epilepsi selama tiga tahun untuk kesembuhannya.
Robby ragu dengan diagnosa dokter.
Ia juga tak tega memaksa anaknya meminum obat kimia yang tentunya beresiko terhadap tubuh Izzah.
Saat itu, Robby memiliki opsi obat herbal untuk mengobati Izzah.
Obat herbal tersebut diproduksi oleh perusahaan Amerika dan hanya dijual di Malaysia.
Sayangnya, untuk mendapatkan obat tersebut Robby harus menunggu dua sampai tiga bulan.
"Waktu itu ada paket kecil yang dibawa oleh teman saya dari Malaysia, namun hanya bertahan satu minggu. Ketika obat itu habis, sakit yang dialami Izzah kambuh lagi," kata Robby.
Pada bulan Januari 2018, penderitaan Izzah semakin parah. Bagian tubuh sebelah kanan Izzah melemah mirip orang lumpuh.
Semakin curiga atas sakit yang dialami Izzah, Robby kembali membawa Izzah menjalani pengecekan kesehatan di Pekanbaru.
Sekira bulan Maret 2018 dilakukan pengecekan lewat metode MRI.
Itu saat pertama kali ketahuan tumor yang tumbuh di dekat batang otak Izzah.
Tumor itu sudah berukuran 5,5 centimeter.
Baca: Waspada Infeksi Setelah Melahirkan, Ini Cara Mencegah Masuknya Kuman pada Masa Nifas
Tumor tersebut sudah mempengaruhi fungsi motorik sebelah kiri Izzah.
Dokter berbicara, solusinya adalah dilakukan operasi.
Untuk pengangkatan tumor tersebut memerlukan dua kali operasi, yakni operasi ringan untuk mengeluarkan cairan hydrocephalus dan operasi kedua untuk mengangkat tumor dari dalam otak Izzah.
"Saya shock melihat kondisi anak saya dan sungguh tidak saya sangka," kata Robby.
Namun Robby enggan menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan operasi terhadap Izzah.
Ia membaca informasi soal operasi pengangkatan tumor otak dari berbagai sumber.
Sejumlah sumber menyebutkan peluang keberhasilan dan resikonya hanya 50 : 50.
Robby tidak ingin mengorbankan masa depan anaknya yang kehilangan fungsi motorim tubuhnya setelah operasi tersebut.
Robby membawa Izzah pulang.
Kabar baiknya, obat herbal yang dipesan dari Malaysia sudah sampai.
Robby memberikan obat tersebut untuk dikonsumsi anaknya.
Hasilnya, kondisi kesehatan Izzah semakin membaik. Izzah yang sempat berhenti sekolah, mulai bersekolah kembali.
Selama tiga bulan, Izzah mengkonsumsi obat herbal tersebut.
Melihat kondisi Izzah membaik, Robby menghentikan pemberian obat herbal tersebut kepada Izzah.
Namun pada November 2018 Izzah kembali jatuh sakit.
Gejala-gejala yang dialaminya dulu kembali terulang. Izzah harus berhenti sekolah kala itu.
Robby menerangkan, bahwa dirinya sudah menemukan sejumlah metode penyembuhan tumor otak selain dengan cara operasi yang dinilainya terlalu beresiko.
Metode lainnya adalah operasi dengan metode key hole atau operasi dengan menggunakan sinar gamma.
Namun Robby lebih memilih metode penyembuhan melalui sinar gamma dengan peluang keberhasilan sembilan puluh persen.
Menurutnya untuk sekali operasi dengan metode sinar gamma memerlukan biaya sebesar Rp 150 juta sampai dengan Rp 250 juta.
Selain itu, dengan kondisi saat ini diperlukan beberapa kali tindakan operasi.
Sehingga membutuhkan uang yang cukup besar.
Fakta pahitnya bagi Robby, pengobatan dengan metode sinar gamma tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Kalau sampai ratusan juta kita belum sanggup," katanya menerangkan kondisi keuangannya saat ini.
Robby berkata ia adalah seorang pegawai swasta di sekolah. Pekerjaan itu baru dua bulan ini dijalaninya. Setelah tahun 2014 lalu usahanya bangkrut.
Sementara istrinya adalah seorang guru di SLB Indragiri berstatus pegawai negeri.
Dalam sebulan total penghasilan keluarganya mencapai Rp 4 juta lebih.
Penghasilan segitu tentu masih jauh untuk memenuhi biaya perobatan Izzah.
Saat ini Robby sudah menggalang bantuan lewat situs kitabisa.com. Total bantuan yang terkumpul saat itu sudah Rp 7 juta lebih.
Robby rela melakukan apa saja untuk kesembuhan anaknya.
Ia masih berharap anaknya bisa mendapatkan pengobatan dengan sinar gamma.
Namun apabila tidak ada pilihan, ia rela anaknya menempuh operasi dengan metode pengangkatan tumor. Karena hanya itu yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Tidak ada sesuatu yang lebih berharga bagi kita selain kesehatan anak," ujarnya dengan nada bergetar. (Bynton Simanungkalit)