Berita Riau

STORY Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau, Siapa yang Melanggar Bisa Sakit dan Menemui Ajal

Story Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau di Dusun III Kampung Tinggi, siapa yang melanggar bisa sakit dan menemui ajal

Penulis: Donny Kusuma Putra | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/Donny Kusuma Putra
STORY Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau, Siapa yang Melanggar Bisa Sakit dan Menemui Ajal 

STORY Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau, Siapa yang Melanggar Bisa Sakit dan Menemui Ajal

TRIBUNROHUL.COM, PASIRPANGARAIAN - Story Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau di Dusun III Kampung Tinggi, siapa yang melanggar bisa sakit dan menemui ajal.

Tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun, Rantau Larangan Sungai Pusu di Dusun III Kampung Tinggi, Desa Rokan Koto Ruang, Kecamatan Rokan IV Koto, menyimpan ‎cerita yang bisa dibilang mengerikan, jika seseorang melanggar ketetapan di Rantau Larangan.

Baca: BREAKING NEWS: Mobil Dinas Anggota Dewan Asal Sumbar Ditilang di Pekanbaru, Pakai 3 Lapis Plat Nomor

Baca: KABUR dari Rumah, Remaja 17 Tahun di Riau Jatuh ke Pelukan Pria Hidung Belang hingga Hamil 7 Bulan

Baca: SOSOK Ketua DPRD Pekanbaru Periode 2019-2024, Alumni Pondok Pesantren dan Masih Berumur 39 Tahun

Bahkan, hingga saat ini Rantau Larangan ‎sungai Pusu Dusun III Kampung Tinggi, Desa Rokan Koto Ruang masih menjadi budaya kearifan lo­kal yang eksistensinya masih tetap terjaga di tengah masyarakat.

Adanya Tradisi Rantau Larangan Sei Pusu di Dusun III Kampung Tinggi, Desa Rokan Koto Ruang ini, juga dijadikan sebagai upaya untuk melesta­rikan biota dan lingkungan hidup di Daerah Aliaran Sungai (DAS) Sungai Pusu, yang dapat dimanfaatkan masyara­kat sekitar untuk penangkapan ikan, sampai batas waktu yang ditentukan oleh Datuk Adat.

Kepala Desa Rokan Koto Ruang Alex Usanto menceritakan Tradisi Rantau Larangan yang diwariskan secara turun temurun dan dilaksanakan dari tahun ke tahun, dan merupakan bagian dari ritual adat masyarakat desa ini.

Diceritakanya, Tradisi Rantau Larangan merupakan cara masyarakat merawat Sumber Daya Alam (SDA) berupa ikan sungai yang dimiliki.

Kalau di darat itu ada tanah ulayat atau hutan rakyat, kalau di air itu ada Rantau Larangan yang dilaksanakan sekali setahun.

Alex Usanto mengaku, Rantau Larangan Sungai Pusu hingga kini masih sangat sakral dan mistis, dulu pernah ada orang meninggal karena makan ikan larangan.

"Jadi kalau ada yang berani menangkap ikan di Rantau Larangan tersebut sebelum waktunya, orang tersebut akan sakit, dan bisa juga sampai meninggal," katanya, Selasa (3/9/2019).

Baca: KATA Gubri Syamsuar Soal Calon Sekdaprov, Alasan Tunjuk Ashaluddin Jalil hingga Bocorkan Kriteria

Baca: Presiden RI Jokowi Pernah Memakai Songket Produk UMKM Binaan PLUT dari Riau Ini, Apa Kelebihannya?

Baca: STORY - Kisah Mahasiswi Cantik Asal Pekanbaru, Kehilangan Ayah hingga Kuliah dan Buka Usaha Rempeyek

Dirinya mengaku, peraturan terkait Rantau Larangan, hanya berlaku aturan Adat, dalam artian tidak ada aturan tertulis, namun masyarakat mempercayainya, bagi orang yang menangkap dan memakan ikan dari Rantau Larangan yang telah ditetapakan, akan menjadi penyakit yang bisa menyebabkan kematian.

"Jadi Warga mengartikan Rantau Larangan ini adalah masyarakat dilarang me­nangkap ikan di dalam sungai, sebelum waktu yang di­tentukan. Jadi ikan lubuk la­rang­an selama satu tahun tidak boleh diambil, dulu ada orang meninggal kemudian baru-baru ini ada dua ekor kucing yang mati karena makan ikan Rantau Larangan ini," sebutnya.

Diakuinya, untuk Rantau Larangan, tidak ada denda yang diterapkan, hanya kepercayaan, ikan yang diambil di sungai larangan sebelum waktunya, akan menjadikan musibah bagi seseorang yang melanggarnya.

Alex menjelaskan, berbeda dengan sungai larangan di daerah lain, yang ikannya itu di tabur, tapi jenis ikan yang ‎ada di Rantau Larangan Ssungai Pusu Dusun III Kampung Tinggi, Desa Rokan Koto, merupakan ikan asli sungai, seperti ikan Kepiyek, Barau dan jenis ikan sungai lainnya.

"Jadi bukan ikan mas, atau nila dan ikan lainya, jadi ikan di ‎Rantau Larangan ini memang asli ikan sungai," sebutnya.

Lebih lanjut dijelaskanya, saat pembukaan Tradisi Rantau Larangan Sei Pusu ini, diawali dengan masyarakat minta izin kepada Datuk Adat agar diizinkan membuka Rantau Larangan tersebut, setelah mendapat izin dari datuk Adat, Rantau Larangan Sei Pusu itu baru boleh diambil ikannya dengan pemukulan gong sebanyak 7 kali.

Baca: Gadis 17 Tahun di Riau Dijajakan kepada Pria Hidung Belang di Kedai Tuak dengan Tarif Rp 200 Ribu

Baca: ALUMNI Pondok Pesantren Jadi Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Resmi Ditetapkan DPW PKS Riau, Siapa Dia?

Alex mengaku, untuk waktu panen atau pengambilan ‎ikan sendiri biasanya dilaksanakan setiap musim kemarau panjang, dan sungai larangan di aliran Sungai Pusu ini panjangnya hanya 2 kilometer saja.

"Jadi Setelah acara pemanenan dilaksanakan selesai, besok pagi Sungai Pusu ini sudah mulai ditutup (Tidak ada aktivitas menangkap ikan ) sampai dengan tahun depan," imbuhnya.

Alex Usanto menambahkan, alat yang digunakan masyarakat untuk menangkap ikan dalam Tradisi Rantau Larangan di Sungai Pusu ini seperti jala, Pukat, jaring dan penembak ikan.

"Biasanya setelah dipakai menggunakan jala, Pemudanya mencari ikan dengan cara menembak dengan alat tradisional," ‎terangnya.

Untuk tahun ini, tambahnya, Rantau Larangan sendiri telah dibuka pada Minggu (‎1/9/2019), yang langsung dihadiri oleh Bupati Rohul, H. Sukiman bersama Rombongan.

Dirinya melihat, untuk tahun ini masyarakat sangat antusias, pasalnya pembukaan Rantau Larangan ini dihadiri oleh Bupati Rohul, bahkan masyarakat dari luar desa juga ada yang datang.

Bahkan terlihat juga, masyarakat yang telah mendapat ikan langsung membakarnya untuk dikonsumsi bersama-sama.

Pemuda mencari ikan sedangkan wanitanya membersihkan ikan untuk dibakar.

Baca: DAFTAR PESERTA Tour de Siak 2019, Pebalap Lewati Jembatan Kupu Kupu-Tangsi Belanda, Lintasan Mulus

Baca: TERUNGKAP Kata Sandi Transaksi Narkoba Internasional di Perbatasan Indonesia-Malaysia Selat Malaka

‎Sementara, Bupati Rohul, H. Sukiman ‎mengaku,Tradisi Rantau Larangan Sei Pusu ini harus terus dilestarikan sebagai tradisi budaya yang sangat bagus, dan masih tetap terjaga.

"Rantau Larangan ini sangat bagus ya, pemanenannya saja diawali dengan masyarakat minta izin kepada Datuk Adat agar diizinkan membuka Rantau Larangan tersebut, setelah mendapat izin dari datuk Adat, Rantau Larangan Sei Pusu baru boleh diambil," imbuhnya.

Melalui Tradisi Rantau Larangan Sei Pusu ini, diakui Bupati Sukiman juga sebagai pelestarian lingkungan hidup, Eksistensi Sungai Pusu bersama habitatnya terjaga dengan baik, dimana tumbuhan dan makhluk hidup dapat berkembang biak.

"Tradisi Rantau Larangan Sei Pusu ini dapat juga menjaga kelestarian lingkungan disepanjang Sungai Pusu ini, hal ini dapat dicontoh untuk menjaga kelestarian dan ekosistem sungai sebagai di Negeri Seribu Suluk," pungkasnya.

STORY Tradisi Rantau Larangan Sungai Pusu di Riau, Siapa yang Melanggar Bisa Sakit dan Menemui Ajal. (Tribunpekanbaru.com/Tribunrohul.com/Donny Kusuma Putra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved