Penampakan Kalimantan dari Satelit NASA Diselimuti Kabut Asap dan Karhutla
Kalimantan dan Sumatra telah dilanda kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada September 2019.
Peta diperoleh dari model GEOS forward processing (GEOS-FP) yang mengasimilasi informasi dari satelit, pesawat, dan sistem pengamatan berbasis darat.
GEOS-FP berfungsi untuk mengamati aerosol (seperti asap dan kabut) dan kebakaran.
GEOS-FP juga mencerna data meteorologi seperti suhu udara, kelembaban, dan angin untuk diproyeksikan dalam bentuk peta.
Baca: Ramalan Zodiak Besok Jumat 20 September 2019, Sagittarius Khawatir, Capricorn Terombang-ambing
Berdasarkan tangkapan GEOS-FP, asap relatif tetap menyelubungi langit Kalimantan dengan sumber api yang terlihat di Kalimantan dan Sumatera.
Berdasarkan amatan International Forestry Research’s Borneo Atlas, banyak kebakaran terjadi di atau dekat daerah-daerah dengan lahan gambut.
Kebakaran gambut cenderung sulit dipadamkan.
Lantas, kebakaran tersebut awalnya terjadi di bawah permukaan tanah selama berbulan-bulan hingga musim hujan tiba.

Kebakaran gambut melepaskan sejumlah besar gas dan partikel, termasuk karbon dioksida, metana, dan partikel halus.
Karbon dioksida dan metana adalah gas rumah kaca yang potensial menyebabkan global warming.
Sementara itu, campuran partikel halus memiliki efek kesehatan negatif.
Melihat kabut asap dan karhutla di Indonesia, ilmuwan NASA Goddard Institute for Space Studies, Robert Field, telah melacak perkembangan musim kebakaran di Indonesia.
“Kebakaran benar-benar menjadi pusat masalah sekarang. Ini mengingatkan kita pada 2015, meskipun penumpukan asap yang berlanjut selama beberapa minggu karena hujan pada pertengahan Agustus,” kata Field, dikutip dari earthobservatory.nasa.gov.
Field juga mengemukakan, karhutla yang terjadi di Indonesia kali ini mengingatkan pada dua kebakaran besar terakhir lainnya di Tanah Air, yakni pada 1997 dan 2015.
Kala itu, El Nino menyebabkan kekeringan yang berujung pada kebakaran.