MENGUAK Fenomena Banyaknya Bunuh Diri di Palembang: 90 Persen karena Skizofernia
Data yang dihimpun Tribun, Bulan Agustus terjadi dua kasus bunuh diri, yang dilakukan S di kawasan Gandus.
Tak hanya itu, penderita ini juga merasa dikucilkan dari lingkungan sehingga membuatnya semakin tertekan, dibully sehingga berujung juga pada bunuh diri.
"Namun kasus ini tidak sebanyak dulu yang kita tangani saat di RS Erba yang lama," kata Iwan.
Pemicu lainnya yakni karena penderita ganguan jiwa ini mulai membaik namun saat kembali hadir di tengah masyarakat merasa dikucilkan sehingga menjadi pemicu untuk melakukan bunuh diri juga.
"Penyebab lainnya bisa karena depresi. Kalau depresi ini beda dengan Skizofernia tadi. Kalau depresi ini karena ada tekanan-tekanan dari diri seseorang yang banyak penyebabnya," tegas dia.
Seperti karena masalah ekonomi, masalah keluarga, kesehatan, keluarga, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. "Contoh kasus mahasiswi yang bunuh diri beberapa waktu lalu yang melompat di jembatan musi empat itu termasuk depresi karena infonya karena penyakit yang dialaminya" jelasnya.
Saat ini, kata dia memang banyak sekali orang yang mengalami depresi yang sangat bahaya kalau tidak segera ditangani karena berujung pada kematian.
"Kalau seperti ini memang cukup dengan psikologis saja. Mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan biasanya mendapatkan obat anti depresi dan anti cemas," jelasnya.
Penyembuhannya pun kata dia, tergantung dari pasien serta dukungan orang terdekat yang ada disekitarnya. "Namun kalau kita diamkan saja orang-orang depresi seperti ini sangat bahaya dan bisa menyebabkan bunuh diri," tegas dia.
Tak hanya itu, faktor dari keimanan, kepribadian, kecerdasan pun juga mempengaruhi depresi ini. "Karena itu keimanan seseorang jadi penting karena menjadi benteng bagi kekuatan seseorang," tanbah Iwan.
Katanya, untuk di Rs Erba sendiri pasien rawat inap atau penghuni bangsal ini memang sebagian besar karena ganguan jiwa yang disebabkan Skizofernia.
"Hampir 90 persen ini karena skizofernia yang terdeteksi ada bawaan dari lahir dan orang pecandu narkoba. Untuk pasien seperti depresi ada juga tapi minim karena mereka banyak yang perlu rawat jalan saja," tegas dia.
Di RS Erba ini juga bagi pasien rawat inap mendapatkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dari unit rehabilitasi. Seperti terapi kerja, terapi musik, religius, terapi gerak dan lain sebagainya.
"Tujuannya untuk mengajak para pasien ini aktif. Seperti hari ini terapi musik, pasien diajak keruangan khusus untuk mendengarkan musik dan bernyanyi,"bebernya.
Ia mengatakan masih banyak keluarga atau orang tua di luar sana yang enggan membawa anaknya yang berobat disini. "Karena ada rasa malu, ketidaktahuan juga sehingga kalau ada anggota keluarga yang mengalami depresi atau ganguan jiwa itu banyak disembunyikan padahal ini sangat berbahaya," bebernya.