Hubungan Amerika - Iran Memanas, Bisa Picu Peperangan, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Hubugan antara Amerika Serikat dengan Iran kini sedang memanas, dan bisa memancing perang.
Hubungan Amerika - Iran Memanas, Bisa Picu Peperangan, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
TRIBUNPEKANBARU.COM - Hubugan antara Amerika Serikat dengan Iran kini sedang memanas, dan bisa memancing perang.
AS mengklaim telah menewaskan jenderal pasukan elit Iran, Qassem Soleimani.
Diketahui, Qassem Soleimani tewas pada Jumat (3/1/2020) dini hari waktu setempat.
Qassem Soleimani tewas di terminal keberangkatan Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Kematian Qassem Soleimani membuat Iran bersumpah untuk melakukan balas dendam kepada AS.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia meminta, masing-masing pihak bisa menahan diri.
Lalu apakah dampak bagi Indonesia terkait memanasnya hubungan Iran dan AS?
Pengamat Pertahanan dan Militer Universitas Pertahanan Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (6/1/2020), memberikan komentarnya.
Connie menyebut, agak disayangkan AS terburu-buru untuk menewaskan Qassem Soleimani.
"Karena dia itru tokoh formal yang sangat dikagumi," ungkapnya.
Lantaran hal tersebut, banyak dari negara-negara penggemarnya yang marah terhadap tindakan yang dilakukan AS.
"Jadi yang bereaksi marah bukan saja Iran sendiri kan, tetapi juga negara-negara penggemarnya, seperti Lebanon dan Suriah," ungkapnya.
Connie menyebut, soal isu pecahnya perang dunia ketiga, dirinya meragukan hal itu.
"Kalau untuk perang dunia ketiga saya rasa nggak mungkin karena, pasti AS akan berpikir panjang," jelasnya.
"Kalau kita lihat Iran, Iran itu lima kalinya Irak luasnya dan lebih militan," tambahnya.
Connie menyatakan, setelah ini akan ada perang-perang kecil yang mengganggu dan sifatnya berkesinambungan.
"Akan ada perang-perang kecil yang mengganggu dan berkesinambungan," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Timur Tengah, Trias Kuncahyono menyebut jika perang terus terjadi, bisa saja Iran melakukan penutupan jalur di Selat Hormuz.
"Kalau itu terjadi, orang bayangkan Selat Hormuz ditutup," kata Trias.
Namun, Trias menegaskan bahwa sepanjang sejarah, belum ada pengalaman penutupan Selat Hormuz.
Selat Hoermuz merupakan satu di antara jalur laut yang strategis karena sebagai sarana ekspor minyak Iran.
"Ekspor minyak iran kan lewat situ, tapi itu dalam pengalaman sejarah belom pernah terjadi," terangnya.
Jika Selat tersebut ditutup oleh Iran, maka persediaan minyak dunia akan berkurang.
Hal tersebut akan menyebabkan harganya minyak melonjak.
"Kalau itu ditutup oleh Iran, minyak dunia akan berkurang, harganya melonjak tapi itu kemungkinan kecil terjadi," ungkapnya.
Tak hanya itu, negara-negara yang menggunakan selat tersebut juga akan melakukan protes.
"Tidak hanya Iran yang menggunakan selat itu, negara lain juga menggunakan itu, mereka tentu akan protes," terangnya.
Iran Incar 35 Target
Beberapa media pemerintah Iran mengungkapkan bahwa Dewan Keamanan Nasional telah merilis 35 target sebagai bagian dari aksi balas dendam terhadap AS.
Diyakini, operasi tersebut akan berlangsung selama beberapa pekan ke depan.
Seorang staf senior kongres AS menyampaikan prediksi serupa kepada Time Magazine.
Sumber yang tak disebutkan namanya itu mengatakan bahwa serangan balasan dari Iran dapat dilihat "dalam beberapa minggu" baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam kesempatan terpisah, pimpinan militer Iran mengatakan pihaknya telah menujuk puluhan kepentingan AS untuk diserang.
Termasuk "kapal perusak dan kapal perang" di dekat Teluk Persia dan Tel Aviv, Israel.
Jenderal Ghomali Abuhamzeh melontarkan ancaman kemungkinan serangan terhadap "target vital AS" yang terletak di Selat Hormuz.
"Target vital Amerika di kawasan itu telah diidentifikasi oleh Iran sejak lama ... sekitar 35 target AS di kawasan itu, termasuk Tel Aviv, berada dalam jangkauan kami," katanya.
Sementara itu, pihak NATO 'terpaksa' menangguhkan pelatihan keamanan Irak dan pasukan bersenjata di wilayah tersebut.
Sebab, mereka khawatir akan terjadinya konflik skala penuh usai meningkatnya ketegangan pasca-pembunuhan Soleimani.
"Keamanan personel kami di Irak adalah yang terpenting," kata juru bicara sementara NATO Dylan White dalam sebuah pernyataan.
"Kami terus mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan. Misi NATO terus berlanjut, tetapi kegiatan pelatihan untuk sementara ditangguhkan."
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Soleimani tewas di terminal keberangkatan Bnadara Internasiona Baghdad, Irak, Kamis (2/1/2020) malam waktu setempat.
Ia meninggal dunia bersama dua tokoh Popular Mobilization Unit (PMU) Irak akibat serangan rudal dari drone militer AS.
Pentagon merilis pernyataan bahwa serangan militer tersebut merupakan operasi yang dijalankan atas perintah Presiden AS Donald Trump.(*)
(Tribunnews.com/Nanda Luisana Saputri)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Apakah Memanasnya Hubungan Iran dan Amerika Serikat Berdampak bagi Indonesia? Ini Jawabannya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/tewasnya-jenderal-top-iran-bersumpah-akan-balas-dendam-lebih-mengerikan-bikin-getir-donald-trump.jpg)