Indonesia Tiru Cara Iran untuk Tekan Angka Kematian Akibat Virus Corona, Terapi Plasma Darah
Dalam uji klinis saat ini, Brigjen Budi menyebut RSPAD telah mengantongi izin penelitian dari komisi etika pelayanan penelitian kesehatan.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kasus kematian akibat Virus Corona yang terlanjur mewabah di Indonesia setiap hari terus bertambah.
Sejumlah pihak pun memutar otak untuk menekan jumlah korban tewas akibat Covid-19 tersebut.
Baru-baru ini, wakil Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Brigjen A Budi Sulistya, menjelaskan mekanisme terapi plasma darah sebagai satu metode penyembuhan pasien Covid-19.
Dikutip TribunWow.com, Tim kesehatan RSPAD Gatot Subroto bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Eijkman dan Bio Farma Bandung melakukan uji konvalesen plasma atau plasma darah dari pasien yang dinyatakan sembuh dari Virus Corona.
Metode pengobatan ini disebut telah berhasil di beberapa negara dalam mengatasi pelbagai kasus penularan virus.
Dalam uji klinis saat ini, Brigjen Budi menyebut RSPAD telah mengantongi izin penelitian dari komisi etika pelayanan penelitian kesehatan.
Kini, RSPAD juga telah melakukan uji coba sampel kepada beberapa pasien Covid-19.
Namun, tahap tersebut baru sebagai uji klinis dan belum diketahui sejauh mana efektifitasnya terhadap pasien Virus Corona.
"Kami sampaikan bahwa tim peneiliti sudah mengantongi izin etik untuk melakukan pelayanan dan penelitian," ujar Brigjen Budi dikutip dari kanal Kompas TV, Rabu (22/4/2020).
"Saat ini kami sudah melakukan beberapa proses pengambilan sampel dari beberapa donor sesuai protokol penelitian kami sudah memberikan kepada pasien," tambahnya.
Secara sederhana, metode dilakukan dengan mengambil plasama darah dari pasien sembuh Covid-19.
Plasma tersebut kemudian ditransfusikan kepada pasien yang masih terjangkit.
Brigjen A Budi Sulisty mengtakan, sejauh ini di RSPAD telah terdapat 4 pendonor mantan pasien Virus Corona yang siap diambil plasmanya.
"Saat ini sudah terkumpul 4 pendonor yang siap, dan saya menilai dari jatah yang ada yang masuk ke kami semakin banyak pasien-pasien yang sembuh dari Covid-19 ingin menjadi donor," terangnya.
"Tentu kami mempunyai kriteria inklusi, ada kriteria Donor tersebut bisa kita ambil atau tidak," tambahnya.
Meski begitu, tidak semua sampel plasma dari pasien sembuh bisa digunakan sebagai donor.
Sebelum diambil plasmanya, sampel darah tentu saja di screening telebih dahulu untuk memastikan aman dari pelbagai infeksi penyakit.
Setelah itu, barulah darah bisa diekstrak dan diambil plasmanya.
"Jadi prinsipnya hampir sama dengan donor sarah, pada awalnya kita ambil untuk dilakukan sreening untuk dilakukan pemeriksaan adanya infeksi melalui transfusi darah."
"Sehingga sapel ini benar-benar aman, nanti diperiksa untuk dipinggirkan dari HIV, HBsAG, HCV, kemudian termasuk Sifilis dan sebagainya supaya sampel ini aman."
"Setelah memenuhi kriteria baru kita melakukan pengambilan plasma, kita ambil sebanyak 200 cc plasma,"
Dijelaskan pula, plasma merupakan komponen dalam darah yang mengandung anti bodi.
Dengan mengekstrak plasmanya, maka akan diperoleh plasma yang mengandung antibodi untuk dilakukan imunisasi kepada pasien Covid-19.
"Kenapa plasma, di dalam darah itu ada banyak komponen, ada plasma, eritrosit, leukosit, nah ini di pisahkan, karena antibodi ini di plasma," terang Brigjen Budi.
"Sehingga dengan mengekstrak plasmanya itu kita memperoleh plasma yang mengandung antibodi," tandasnya.
Simak video selengkapnya:
Negara pertama gunakan terapi plasma darah
Iran adalah negara pertama yang menggunakan terapi plasma termasuk sebelum AS.
Pernyataan itu dikatakan Nasser Riahi seorang Ketua Dewan Kamar Dagang Iran usai beberapa media melaporkan pengobatan ini muncul di Barat usai AS melakukan penelitian.
“Saya harus mengatakan bahwa keajaiban ini telah muncul di Timur dan di Iran," ujar Riahi.
Riahi mengatakan protokol terapi plasma di Iran siap pada 24 Februari 2020.
Sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat ( FDA ) menerbitkan protokol untuk metode perawatan ini pada dua minggu yang lalu
"Amerika Serikat baru-baru ini mengambil sampel plasma pertama. Sementara, di Iran, proses menyuntikkan plasma ke 200 pasien telah berakhir," katanya.
Ia juga mengatakan, sebelum Iran, hanya China yang melakukan terapi ini.
Meski demikian, kegiatannya tidak lengkap dan tanpa penelitian yang konsisten serta tidak disertai dengan adanya laporan penelitian.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Soal Terapi Plasma untuk Penyembuhan Pasien Covid-19, Brigjen Budi Sulistya: Sama dengan Donor Darah.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/ilustrasi-virus-corona-atau-covid-19.jpg)