Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Oknum Jaksa di Inhu Terancam Hukuman Disiplin Berat, Diduga Peras dan Intimidasi Kepala SMP

Kita mengusulkan hukuman disiplin tingkat berat, namun selanjutnya tindakan apa yang akan diambil bapak Jaksa Agung, ya kita tunggu petunjuk pimpinan

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/Ilustrasi/Nolpitos Hendri
Oknum Jaksa di Inhu Terancam Hukuman Disiplin Berat, Diduga Peras dan Intimidasi Kepala SMP 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sebanyak 5 orang oknum Jaksa di jajaran KeJaksaan Negeri (Kejari) Inhu, terancam diberi sanksi disiplin kategori berat.

Hal ini menyusul telah selesainya tahapan inspeksi kasus yang dilakukan tim dari Bidang Pengawasan KeJaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Inspeksi kasus ini terkait dugaan pemerasan dan intimidasi yang dilakukan oknum Jaksa tersebut, terhadap Kepala SMP di Inhu.

Dugaan pemerasan dan intimidasi yang disebut-sebut menyoal pengelolaan dana BOS itu, berujung pada mundurnya 63 orang Kepala SMP dari jabatannya.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto menjelaskan, kasus itu langsung menjadi atensi, pasca mencuat ke publik lewat sejumlah pemberitaan.

Tim Pengawasan Kejati Riau, melakukan pememanggilan para pihak terkait.

"Ada indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan, ditingkatkan inspeksi kasus. Kita memanggil para pihak, mulai dari 63 Kepala SMP, kemudian Dinas Pendidikan (Inhu), Inspektorat Kabupaten Inhu, kemudian keterangan pihak terlapor, satpam dan beberapa pegawai di lingkungan Kejari Inhu," ucap Raharjo, Senin (3/8/2020).

Selain itu kata Raharjo, pihak LSM yang pertama kali melaporkan perihal permasalahan pengelolaan dana bos ke Kejari Inhu, juga dimintai keterangan.

Dipaparkan Raharjo, hasil dari inspeksi kasus tersebut, sudah dilaporkan kepada pimpinan di Kejagung RI.

"Kita mengusulkan hukuman disiplin tingkat berat, namun selanjutnya tindakan apa yang akan diambil bapak Jaksa Agung, ya kita tunggu petunjuk pimpinan. Kita hanya mengusulkan," ungkap dia.

Raharjo menyebutkan, sesuai PP 53 Tahun 2010, terkait pemberian sanksi, ada 3 kategori yaitu ringan, sedang, dan berat.

Dia merincikan, sanksi kategori ringan, bisa berupa teguran lisan, pernyataan tidak puas secara tertulis, dan teguran tertulis.

Sementara untuk sanksi kategori sedang, bisa berupa penundaan, kenaikan pangkat dan penundaan gaji berkala.

"Kalau berat, bisa diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS, dicopot jabatannya, atau diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," ucapnya.

Terkait sanksi kategori berat yang diberikan kepada oknum Jaksa kata Raharjo, dari Kejati Riau sifatnya hanya mengusulkan saja.

"Bagaimana nanti, kita lihat perkembangan sesuai petunjuk pimpinan di Kejagung," tegasnya.

64 Kepala Sekolah SMP di Inhu yang Mengundurkan Datang ke Kejati Riau

Sebanyak 64 kepala sekolah menengah pertama (SMP) negeri se-Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) yang mengundurkan diri, memenuhi panggilan KeJaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Senin (20/7/2020).

Pemanggilan itu terkait soal dugaan oknum keJaksaan yang melakukan pemerasan, yang menjadi pemicu mundurnya para kepala sekolah tersebut.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, puluhan kepala sekolah tiba di Kantor Kejati Riau pukul 10.30 WIB.

Beberapa orang kepala sekolah tampak duduk di pekarangan samping kantor yang megah itu.

Sedangkan pertemuan hanya dilakukan beberapa perwakilan kepala sekolah, didampingi Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Persatuan Guru Republik Indonesia (LKBH PGRI) Riau.

Hingga berita ini ditulis, pertemuan kepala sekolah dengan Kejati Riau masih berlangsung.

Sementara itu, dugaan pemerasan kepala sekolah yang dilakukan oknum LSM Tipikor Nusantara dan oknum dari keJaksaan, rencananya akan dilaporkan ke Polda Riau oleh LKBH PGRI Riau hari ini.

"Kami belum buat laporan polisi, karena kami koordinasi dulu dengan Kejati Riau," kata Ketua LKBH PGRI Riau Taufik Tanjung saat dihubungi Kompas.com, Senin.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 64 orang kepala sekolah SMP negeri di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, mendadak kompak mengundurkan diri.

Berikut ini cerita awal mula para kepala sekolah kompak mengundurkan diri. Pada hari Selasa (14/7/2020) siang menjelang sore, sebanyak enam orang kepala SMP negeri mendatangi Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Inhu.

Mereka mewakili rekan kepala sekolah lainnya, untuk menemui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Inhu, Ibrahim Alimin.

"Mereka datang sekitar enam orang mewakili membawa map banyak," sebut Ibrahim Alimin kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (16/7/2020).

Ibrahim kemudian membawa para kepala sekolah melakukan audiensi untuk membicarakan tentang kedatangan tersebut.

Dalam audiensi tersebut, mereka menyatakan bahwa semuanya mengundurkan diri dari jabatannya.

"Tentu saya selaku kepala dinas sangat terkejut. Karena kita baru masuk sekolah di masa pandemi Covid-19 ini pada 13 Juli 2020 kemarin," sebut Ibrahim.

Padahal, sambung dia, saat ini masih banyak pekerjaan di sekolah yang mesti diselesaikan, seperti penandatanganan ijazah dan rapor siswa.

Selain itu, para siswa juga harus dibimbing menerapkan protokol kesehatan dalam proses belajar mengajar tatap muka.

Ibrahim kemudian bertanya kepada para kepala sekolah apa alasannya mengundurkan diri.

"Sewaktu saya tanya, mereka mengaku diganggu dan tidak nyaman dalam pengelolaan dana BOS (bantuan operasional sekolah)," kata Ibrahim.

Dia mengatakan, masing-masing sekolah mendapat dana BOS dengan jumlah yang bervariasi.

Namun, menurut Ibrahim, dana BOS yang dikelola tidaklah banyak. Ada yang Rp 56 juta, Rp 53 juta dan Rp 200 juta per tahun.

"Nah, mereka mengaku diganggu dalam penggunaan dana BOS. Ada LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan ada oknum-oknum lah. Sehingga mereka tidak nyaman dan meminta jadi guru biasa. Karena mereka merasa apa yang dilakukan sudah benar, tidak ada niat macam-macam. Tapi dianggap tidak benar," ujar Ibrahim.

Ibrahim tak bisa berbuat banyak. Dia pun menerima semua map yang berisi surat pengunduran diri tersebut.

Surat pengunduran diri tersebut, diteruskan kepada Bupati Inhu Yopi Arianto.

"Apakah disetujui Bupati untuk pembebasan tugas atau tidak itu tergantung Bupati. Makanya saya sampaikan ke mereka jaga kondusifitas, kemudian tetap bekerja sebelum keluar surat pembebasan tugas. Saya mohon bekerja seperti biasa saya bilang. Karena kasihan anak-anak. Tapi itu tergantung mereka lah lagi," kata Ibrahim.

(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved