Anak Yatim Ingin Jual Ayam Kesayangan Beli HP Agar Bisa Belajar Online, Kisahnya Viral di Medsos
Seorang turis asal Amerika Serikat dikabarkan hilang saat diving di Laut Ambon. Petugas menyebut saat kejadian ombak di lokasi capai 2 meter lebih.
Penulis: CandraDani | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM - Belajar sekolah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia di saat pandemi Covid-19 ini memang dilema. Jika dilakukan KBM (Kegiatan belajar mengajar) tatap muka atau langsung maka dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi yang ada.
Sementara, untuk mengikuti belajar daring atau belajar online, faktanya banyak keluarga dari siswa yang tidak memiliki gawai, seperti ponsel pintar ataupun laptop.
Persoalannya juga semakin runyam dengan keadaan ekonomi tidak menguntungkan ini, orangtua siswa juga kesulitan membelikan paket atau kuota internet.
• Kasian Kakak Beradik Ini, Berbagi Ponsel Buat Belajar Daring, Lalu Memulung Buat Beli Paket Internet
Telah berulang kali lewat media mainstream, media sosial terungkap fakta soal ketiadaan gawai untuk mengikuti balajar daring ini.
Hari ini Jumat (7/8/2020) di platform Facebook sedang viral atau hangat dibicarakan sosok anak yatim bernama Deni Mulyadi (14 tahun) warga Bogor.
Lewat akun We Cares disebutkan Deni Mulyadi bermaksud menjual ayam jago kesayangannya untuk beli HP demi mengikuti belajar online. Tujuannya sederhana tidak ingin ketinggalan pelajaran di tengah pandemi Covid-19 ini.
• Lagi, Pelajar Tak Punya Ponsel Pintar untuk Belajar Daring, Novita Terpaksa Nebeng di Rumah Temannya
Deni Mulyadi disebut akun tersebut merupakan seorang anak yang telah ditinggal pergi oleh orang tuanya ini berjuang untuk bisa mengikuti kegiatan belajar secara daring.
Deni sendiri bersekolah atau menjadi siswa di di MA Matla'ul Anwar, Rumpin, Parung, Kabupaten Bogor.
Dia diketahui saat ini tak bisa mengikuti kegiatan belajar secara daring bersama teman-temannya karena ia tak punya smartphone.
Ayah kandungnya sudah lama meninggal, sedangkan ibunya, Munawaroh (52) hanyalah seorang penjual pensil dan buku di dekat sekolah tempat belajar Deni. Penghasilan Munawaroh hanya Rp 10 ribu per hari.
"Jangankan beli hape, buat makan aja cuma kebeli seliter beras sehari," ujar Ibu Munawaroh.
Karena itulah, Deni terpaksa ingin menjual ayam kesayangan yang sejak kecil ia rawat dan besarkan.
"Saya mau jual ayam buat beli HP, soalnya ibu ga punya uang dan saya kepingin lanjut sekolah" ucap Deni.
Deni yang sejak kecil sudah ditinggal ayahnya, kini hanya tinggal bersama ibu dan neneknya.
Rumah yang mereka tempati pun hanya terbuat dari tempelan kayu yang mereka kumpulkan dari meminta ke tetangga.
Tinggal di rumah yang tak layak huni, tidak membuat Deni patah semangat dan menjadi anak yang malas. Remaja ini pun rajin membantu ibunya jika sudah pulang sekolah.
Jarak sekolah dari rumah sekitar tiga kilometer ia tempuh dengan berjalan kaki.
Namun, kondisi saat ini memaksa ia harus beradaptasi dengan era baru pendidikan.
Postingan akun We Cares itu sudah dibagikan hingga 400 kali lebih, kemudian dikomentari hampir 2000 warganet.
Rata-rata berkomentar menyatakan prihatin, berdoa serta ada juga bermaksud untuk memberikan sumbangan atau donasi secara langsung.
Youtuber Tanah Air Mengetuk Hati Donasi HP
Seorang Youtuber tanah air, Wasa Wirman melalui kanal nya mengajak penonton dan subscribernya untuk perduli kondisi yang mirip di atas.
Sekitar 5 hari yang lalu, atas inisiatifnya sendiri, pemilik kanal yang telah memiliki 113 ribu subscriber itu menggalang gerakan donasi di kitabisa untuk membeli handphone bagi pelajar yang tak mampu.
Gerakan donasi yang telah diverifikasi di kitabisa tersebut dapat di klik di link berikut ini.
Pada halaman komunitas kanal miliknya, dengan bahasa gaul khas milenial, Wasa menjelaskan sebenarnya kurang bisa menerima sistem belajar online di tanah air saat ini. Namun dia juga memahami kondisi yang ada sehingga semua pihak tak punya pilihan terbaik.
Jual Kambing untuk Beli Ponsel
Sementara itu dilansir dari Kompas.com, Karlik (41), seorang ibu rumah tangga asal Desa Marmoyo, Kecamatan Kabuh, Jombang, terpaksa menjual kambing untuk membeli ponsel agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran daring.
Karlik dan suaminya yang bekerja sebagai petani memiliki dua anak. Salah satu anaknya masih duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar Negeri (SDN) Marmoyo.
Setelah menjual seekor kambing miliknya, Karlik membeli ponsel seharga Rp 1.500.000. Ponsel itu dipakai bergantian antara anak sulung dan bungsu.
"Sejak ada corona, pelajaran dilakukan online. Akhirnya ya jual kambing untuk beli HP (handphone), ditambah tabungan anaknya," kata Karlik saat ditemui Kompas.com di dekat rumahnya, Desa Marmoyo, Rabu (22/7/2020).
Rabu pagi, Karlik menemani anak keduanya mengikuti pembelajaran daring di salah satu rumah warga yang menyediakan akses internet melalui wifi.
Meski memiliki ponsel, alat komunikasi berbasis Android yang dibeli dari uang hasil menjual kambing tersebut tidak bisa digunakan untuk mengakses internet dari rumahnya.
Desa Marmoyo, permukiman penduduk yang menjadi tempat tinggal keluarga Karlik, merupakan salah satu desa pelosok bagian utara Kabupaten Jombang.
Sebagian wilayahnya berupa hutan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro.
Karlik mengungkapkan, selama ini dia dan suaminya tidak pernah berpikir untuk memiliki ponsel.
Ponsel tak begitu berguna dalam kehidupannya. Sebab, akses telekomunikasi dan internet sangat terbatas di Desa Marmoyo.
"Di desa ini kan tidak ada sinyal, kalau mau belajar online ya harus ke sini. Kalau di rumah (ponselnya) enggak bisa dipakai," ujar Karlik.
Dia berharap, pemerintah segera memberikan izin untuk pelaksanaan belajar mengajar dengan metode tatap muka di sekolah.
"Harapan kami agar sekolah kembali masuk. Kalau belajar online terus ya susah. Di sini sinyalnya juga enggak ada," kata Karlik.
Baca juga: Tersangka Kasus Layangan Penyebab Listrik Padam di Denpasar Dikenai Wajib Lapor
Pembelajaran daring adalah metode belajar yang menggunakan model interaktif berbasis internet dan Learning Management System (LMS).
Sekretaris Desa Marmoyo Sumandi menilai, metode pembelajaran itu kurang efektif dilakukan di desanya.
Dia mengungkapkan, keberadaan jaringan internet masih langkah di desa yang dihuni 1.100 jiwa penduduk ini.
Desa yang berada di wilayah perbukitan kapur itu hanya ada 12 titik yang terjangkau akses internet.
Lokasi akses jaringan internet antara lain ada di Kantor Desa Marmoyo, SDN Marmoyo, serta 10 rumah penduduk, dengan transmisi utama ada di kantor desa.
"Kendala utama untuk pembelajaran daring di Desa Marmoyo, soal jaringan. Di sini jaringan internet hanya bisa lewat wifi. Seluler tidak bisa," kata Sumandi saat ditemui di rumahnya.
Baca juga: Peternakan di Lamongan Jual Hewan Kurban Secara Online, Ini Tanggapan Khofifah
Sumandi menyebutkan, sebelum pembelajaran daring diterapkan, masih sedikit warga desa yang memiliki ponsel.
"Ramainya handphone ya baru-baru ini, sejak ada Covid-19. Itu karena sekolah menerapkan belajar secara daring," ujar dia.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/deni-mulyadi-anak-yatim-jual-ayam.jpg)