Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Soal Pengungsi Rohingya di Aceh, Amnesty: Seharusnya Pemerintah Pusat yang Menolong, Bukan Warga

Mereka kemudian diselamatkan oleh nelayan lokal yang sebelumnya memberitahu otoritas setempat.

REUTERS via BBC
Pengungsi Rohingya 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Menanggapi mendaratnya 297 pengungsi Rohingya di Lhokseumawe Aceh pada Senin (7/9/2020) dini hari tadi, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah pusat untuk memastikan kebutuhan para pengungsi terpenuhi.

Kebutuhan tersebut di antaranya, kata Usman, makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan dasar.

"Pemerintah pusat sekarang harus memastikan bahwa mereka yang mendarat dipenuhi kebutuhannya, termasuk makanan, tempat tinggal dan layanan kesehatan dasar yang meliputi perlindungan dari wabah COVID-19. Mereka juga harus membantu pemerintah daerah untuk menangani para pengungsi," kata Usman ketika dikonfirmasi pada Senin (7/9/2020).

Pengungsi Rohingya, kata Usman, nyatanya masih rela mengambil risiko demi mencari keselamatan.

Pengakuan mereka, menurut Usman, sekali lagi membuktikan betapa berbahayanya perjalanan kapal ini.

Bahkan, kata Usman, mereka yang bertahan mengatakan puluhan rekan mereka telah kehilangan nyawa saat masih terombang-ambing di laut.

“Sungguh mengerikan mengetahui bahwa pihak berwenang di Indonesia menunggu inisiatif nelayan lokal untuk menyelamatkan para pengungsi ini. Pemerintahlah yang seharusnya melakukan aksi ini, bukan warga," kata Usman.

Menurut Usman sekarang kerja sama kawasan makin dibutuhkan terutama untuk melakukan pencarian dan penyelamatan pengungsi yang masih berada di laut.

"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menginisiasi dialog kawasan. Lambannya aksi pemimpin kawasan bisa mengubah lautan menjadi pemakaman massal pengungsi Rohingya," kata Usman. 

Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, pada Senin 7 September 2020 dini hari para pengungsi Rohingya menepi di Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe Aceh.

Mereka kemudian diselamatkan oleh nelayan lokal yang sebelumnya memberitahu otoritas setempat.

Dalam kasus penyelamatan bulan Juni, Amnesty International Indonesia mencatat otoritas di Aceh awalnya menolak pendaratan pengungsi dan baru mengizinkan pendaratan setelah muncul protes dari warga lokal.

Sumber Amnesty di Aceh melaporkan bahwa sebanyak 102 laki-laki, 181 perempuan dan 14 anak-anak berada di kapal dan menjalani perjalanan laut selama 7 bulan.

Bahkan sekira 30 orang dari rombongan mereka telah meninggal dunia dan jenazahnya dibuang ke laut.

Selain itu tercatat dua pengungsi yang diselamatkan berada dalam kondisi sakit dan dibawa ke rumah sakit terdekat.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved