Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Iran Bereaksi Keras atas Pernyataan Presiden Macron, Tuding Perancis Justru Sulut Ekstremisme

Tudingan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam sebuat unggahan di akun Twitter-nya

Editor: Nurul Qomariah
net/tribun
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Perancis menyulut ekstremisme setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron membela penerbitan kartun Nabi Muhammad. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, TEHERAN - Pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron ditanggapi Iran dengan reaksi keras.

Iran menuduh Perancis menyulut ekstremisme setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron membela penerbitan kartun Nabi Muhammad.

Tudingan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam sebuat unggahan di akun Twitter-nya.

Baca juga: Kepleset Sebut Nama Trump Jadi George, Joe Biden Diolok-olok Rivalnya Sesama Kandidat Presiden AS

Baca juga: Produk Ditolak, Perancis Desak Timur Tengah Akhiri Boikot, Buntut Protes Pernyataan Presiden Macron

Baca juga: Niat Selamatkan Tempat Sandar Kapal, Nelayan di Bengkalis Sukses Kembangkan Ekowisata Mangrove

"Muslim adalah korban utama dari kultus kebencian diberdayakan oleh rezim kolonial & diekspor oleh klien mereka sendiri," tulis Zarif.

“Menghina 1,9 miliar Muslim dan kesucian mereka, karena kejahatan menjijikkan dari ekstremis semacam itu, adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara secara oportunis. Itu hanya menyulut ekstremisme," imbuhnya.

Komentar Zarif tersebut menanggapi pernyataan yang dikeluarkan Macron setelah seorang remaja Chechnya membunuh seorang guru di Paris, Perancis, pada 16 Oktober.

Sebagaimana dilansir dari Al Jazeera.

Pada Minggu (25/10/2020) Macron menulis di akun Twitter-nya bahwa dia tidak akan menyerah.

"Kami tidak menerima ujaran kebencian dan membela debat yang masuk akal," tambah pemimpin Perancis tersebut.

Macron telah menyatakan perang terhadap "separatisme Islam" yang menurutnya telah mengambil alih beberapa komunitas Muslim di Perancis.

Boikot terhadap barang-barang Prancis sedang berlangsung di supermarket sejumlah negara Arab, seperti Qatar dan Kuwait.

Di sisi lain, para pemimpin agama di Iran belum menyerukan boikot terhadap produk dari Perancis.

Tetapi beberapa pejabat dan politikus Iran telah mengutuk Macron karena "Islamofobia" menurut media pemerintah Iran.

Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani mengatakan "perilaku irasional" Macron menunjukkan "kekasarannya dalam politik".

Shamkhani menyatakan bahwa komentar Macron tersebut menunjukkan kurangnya pengalaman Macron dalam berpolitik.

Dia menasihati pemimpin Perancis tersebut untuk "membaca sejarah lebih banyak" dan tidak bergantung pada "dukungan dari Amerika Serikat (AS) yang merosot dan Israel yang memburuk".

Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf mengecam "permusuhan bodoh" Perancis dengan Nabi Muhammad.

Ali Akbar Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kartun itu seharusnya tidak dicetak ulang menyusul "kecaman global" terhadap majalah satire Perancis Charlie Hebdo.

“Kita seharusnya melihat majalah cabul yang menghina Nabi dicegah dicetak, tetapi penerapan standar ganda menyebabkan pemikiran sesat dan antiagama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara,” kata Velayati.

Komentar Macron memicu protes di beberapa negara mayoritas Muslim dengan orang-orang membakar foto dirinya di Suriah dan membakar bendera Perancis di Libya.

Boikot Produk Prancis Meluas

Pernyataan Presiden Prancis terkait kartun Nabi Muhammad SAW berbuntut panjang. Kini semakin banyak negara yang melakukan boikot produk Prancis.

Terbaru, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara tegas meminta warganya tidak membeli produk buatan Prancis. Boikot atas produk "Negeri Anggur" sudah muncul di supermarket Qatar dan Kuwait, dengan seruan larangan beli juga muncul di Yordania.

Seruan boikot terhada produk dari Perancis ini merupakan babak baru ketegangan dua negara anggota NATO itu, setelah Paris bersikap tegas terhadap kelompok atau individu ekstremis. "Seperti yang sudah disebutkan di Perancis 'jangan beli produk Turki'. Saya meminta rakyat saya jangan membeli apa pun produk mereka," kata dia.

Ini merupakan serangan kedua Erdogan terhadap Perancis, setelah pada akhir pekan kemarin dia menyindir Presiden Emmanuel Macron.

Saat itu, dia menyebut Macron harus melakukan pemeriksaan kejiwaan, dan berdampak kepada Paris yang memanggil duta besar Turki.

Dilansir AFP Senin (26/10/2020), relasi Ankara dengan Barat sudah merenggang menyusul upaya kudeta untuk menjatuhkan Erdogan pada 2016.

Namun kerenggangan Turki dan Perancis sudah berlangsung bertahun-tahun, dengan isu yang mencakup Libya, Suriah, dan eksplorasi gas di Mediterania.

Sementara Erdogan dan Macron sudah bersitegang terutama berkaitan kritikan Paris atas keterlibatan Ankara di wilayah konflik, seperti Nagorno-Karabakh.

Ketegangan baru ini dipicu oleh rencana Emmanuel Macron untuk "membersihkan Islam di Perancis dari pengaruh asing" pada awal Oktober ini.

"Pemimpin Eropa seharusnya memberi tahu Presiden Perancis untuk menghentikan kampanye kebencian terhadap Muslim," kata Erdogan saat itu.

Sekitar 18 bulan sebelum pemilihan, Macron sempat berseloroh bahwa Islam "adalah agama yang tengah mengalami krisis di seluruh dunia".

Dia lalu menuai kemarahan dari dunia Islam karena berjanji bahwa negaranya tidak akan menurunkan kartun Nabi Muhammad yang kontroversial.

Karena kartun itu, guru Sejarah dan Geografi bernama Samuel Paty dipenggal oleh remaja Chechen berusia 18 tahun dua pekan lalu.

Paty dibunuh saat sedang berjalan pulang setelah menunjukkan kartun tersebut sebagai bagian dari materi kebebasan berekspresi.

(Sumber: Kompas.com/Kontan.co.id)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Erdogan Minta Warga Turki agar Boikot Produk Perancis"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iran Tuding Presiden Perancis Justru Menyulut Ekstremisme"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved