Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kalah Dari Azerbaijan Dalam Perang, PM Armenia Jadi Target Pembunuhan Orang di Kemenhan

Diduga percobaan pembunuhan tersebut sebagai aksi ketidakpuasan terhadap PM Nikol Pashinyan.

REUTERS PHOTO/ANNEGRET HILSE via Kompas.com
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, bersama Kanselir Jerman Angela Merkel (tak masuk dalam gambar) dalam konferensi pers bersama di Berlin, pada 13 Februari 2020. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Petugas keamanan menggagalkan upaya percobaan pembunuhan terhadap Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, Anna Hakobyan istrinya dan Mariam Pashinyan anaknya.

Diduga percobaan pembunuhan tersebut sebagai aksi ketidakpuasan terhadap PM Nikol Pashinyan.

Upaya itu bagian dalam perebutan kekuasaan oleh sekelompok mantan pejabat, kata Badan Keamanan Nasional (NSS) pada Sabtu (14/11/2020).

NSS adalah lembaga keamanan di bawah kendali Kemenhan Armenia.

PM Pashinyan saat berada di bawah tekanan dengan ribuan demonstran yang memprotes sejak Selasa (11/11/2020).

Rakyat Armenia protes usai kalah perang dengan Azerbaijan
Rakyat Armenia protes usai kalah perang dengan Azerbaijan (capture Aljazeera-Lusi Sargsyan/Photolure via Reuters)

NSS mengatakan mantan kepalanya, Artur Vanetsyan, mantan ketua fraksi parlemen Partai Republik Vahram Baghdasaryan dan sukarelawan perang Ashot Minasyan ditahan, lansir Reuters, Minggu (15/11/2020).

"Para tersangka berencana untuk secara ilegal merebut kekuasaan dengan membunuh perdana menteri dan sudah ada calon potensial yang sedang dibahas untuk menggantikannya," kata NSS dalam sebuah pernyataan.

Pashinyan mengatakan awal pekan ini tidak punya pilihan selain menandatangani perjanjian untuk mencegah kerugian teritorial lebih lanjut.

Dia mengatakan mengambil tanggung jawab pribadi atas kemunduran, tetapi menolak seruan untuk mundur.

Gencatan senjata menghentikan aksi militer di dan sekitar Nagorno-Karabakh.

Sebuah daerah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni oleh etnis Armenia.

Berdasarkan perjanjian tersebut, 2.000 pasukan penjaga perdamaian Rusia dikerahkan ke wilayah tersebut.

Sejak awal 1990-an, etnis Armenia telah memegang kendali militer atas seluruh Nagorno-Karabakh dan sebagian besar wilayah Azeri di sekitarnya.

Mereka sekarang telah kehilangan sebagian besar daerah kantong itu sendiri serta wilayah sekitarnya.

Vanetsyan segera menanggapi tuduhan tersebut dalam sebuah postingan di Instagram yang menyatakan bahwa semua yang tertulis dalam artikel tersebut adalah kebohongan. 'Saya tidak akan pernah membungkuk begitu rendah, martabat saya sebagai seorang laki-laki [...] tidak akan mengizinkannya.' 

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved