Penanganan Covid

Satgas COVID-19: Pandemi Covid-19 Momentum Revisi UU Kekarantinaan Kesehatan

Ketua Satgas COVID-19 Doni Monardo, meminta DPR RI menjadikan momentum penanganan COVID-19 sebagai pintu masuk untuk revisi UU Kekarantinaan.

Penulis: Ilham Yafiz | Editor: Ilham Yafiz
Tribunpekanbaru.com
Cara menggunakan masker yang benar 

Doni mencontohkan keberhasilan program Citarum Harum, yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama, budayawan, akademisi, para pakar, relawan hingga ke ketua RT dan RW. Apabila kerjasama seperti Citarum Harum diadopsi dalam penanganan COVID-19, niscaya kita lebih mudah dalam menyelesaikan persoalan pandemi.

Pandemi COVID-19 merupakan persoalan kolektif, sehingga penanganannya pun harus saling bekerja sama antarelemen bangsa. Dalam urusan penanganan COVID-19, seluruh unsur harus terlibat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh PKS dalam menaruh perhatian besar terhadap upaya untuk memutus mata rantai COVID-19. Perhatian itu, salah satunya dibuktikan dengan pembentukan Tim COVID-19 PKS yang diketuai Dr Netty.

Kebetulan, Doni Monardo mengenal baik Dr Netty. Sebab, saat menggagas dan menggulirkan program Citarum Harum, Doni menjabat Pangdam III/Siliwangi, sementara Dr Netty adalah Ketua Dharma Wanita Pemprov Jawa Barat. Benar, Netty adalah istri Gubernur Jawa Barat dua periode ketika itu: Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher.

Berkat program Citarum Harum, kini sungai yang dulu dijuluki 'the world's dirtiest river', sungai terkotor di dunia. Kini, sungai sepanjang sekitar 290 km itu berangsur-angsur jernir. Ikan-ikan yang dulu punah, kini bermunculan.

Di beberapa anak sungai Citarum, bahkan sudah dipakai berenang anak-anak dan sarana rekreasi keluarga.

“Semoga kerja sama itu bisa kita lanjutkan ya, Bu Netty. Setelah Citarum Harum, sekarang untuk menanggulangi pandemi COVID-19,” kata Doni kepada Netty.

Baca juga: Wow, Mucikari Model dan Artis TA Juga Menyediakan Layanan dari Artis Lainnya?

Kritik sebagai Catatan Penting

Terkait Buku Putih Penanganan COVID-19, Doni mengapresiasi semua usulan, masukan, dan kritik yang semua akan menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam penanganan COVID-19 ke depan. Terlebih, sampai hari ini, kita belum tahu kapan pandemi berakhir. Belum ada satu pakar pun yang menjamin kapan COVID-19 sirna.

“Bahkan Bapak Presiden mengingatkan, meski vaksin sudah ada, tapi kita tidak boleh kendor menerapkan protokol kesehatan. Kita harus saling mengingatkan agar disiplin memakai masker, menjaga jarak dan hindari kerumuman, serta sering mencuci tangan memakai sabun,” papar Doni Monardo.

Selain itu, kita harus tetap meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, agar diberi kesabaran dan ketabahan menghadapi cobaan ini. “Imun juga harus dijaga dengan rajin berolahraga, istirahat cukup, makan makanan bernutrisi, tidak boleh panik dan menjaga hati agar selalu gembira,” tambahnya.

Baca juga: Cairkan Bantuan Langsung Tunai Program Indonesia Pintar atau PIP, Begini Caranya

Perubahan Perilaku

Usai paparan Doni Monardo, moderator menanyakan dua hal. Pertama ihwal penerapan “adaptasi kebiasaan baru”, dan kedua tentang upaya mengkoordinasikan berbagai elemen bangsa dalam menghadapi pandemi.

Doni menjelaskan ihwal bidang perubahan perilaku yang menjadi ujung tombak Satgas COVID-19, diketuai Dr Sonny Haryadi. Di bagian ini melibatkan pakar berbagai bidang. Ada antropolog, sosiolog, dan psikolog.

Belajar dari pandemi flu Spanyol yang pernah melanda negeri kita tahun 1918 – 1920 saat masih bernama Hindia Belanda. Ketika itu, pemerintah Hindia Belanda awalnya hanya fokus menangani bidang kesehatan. Puncak pandemi terjadi November 1919.

Pemerintah kolonial saat itu lantas mengubah kebijakan dengan mengedepankan kearifan lokal. Selain faktor kesehatan, juga diperkuat dengan sosialiasi mengenai flu burung lewat medium kebudayaan. Salah satunya memanfaatkan tokoh punokawan dalam dunia pewayangan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved