Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kisah Kallayn Keneng yang Meninggalkan 2 Jasad Anaknya di Hutan, Terungkap Fakta Pilu Ini

Kallayn Keneng masih mengingatnya dengan jelas. Saat ia meninggalkan dua jasad mungil itu. Tangannya yang gemetar dengan sisa tenaga

Editor: Budi Rahmat
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay
Hutan ilustrasi 

Lebih sedikit dari 105.000 yang diperkirakan oleh laporan baru oleh para ahli keamanan pangan.

Pemerintah juga memperkirakan bahwa 60% dari populasi negara, atau sekitar 7 juta orang, dapat menghadapi kelaparan ekstrim tahun depan.

Dengan daerah yang paling terpukul di negara bagian Warrap, Jonglei dan Bahr el Ghazal Utara.

Sudan Selatan telah berjuang untuk pulih dari perang saudara selama lima tahun.

Pakar ketahanan pangan mengatakan besarnya krisis kelaparan sebagian besar disebabkan oleh pertempuran.

Termasuk serangan kekerasan tahun ini antara komunitas dengan dugaan dukungan dari pemerintah dan oposisi.

"Pemerintah tidak hanya menyangkal parahnya apa yang terjadi tetapi juga menyangkal fakta dasar bahwa kebijakan dan taktik militernya sendiri yang bertanggung jawab," kata Alex de Waal, penulis buku "Mass Starvation: The History and Future of Famine."

Dia juga direktur eksekutif Yayasan Perdamaian Dunia.

Baca juga: Dilanda Krisis Pangan, Rakyat Myanmar Terpaksa Makan Ular dan Tikus: Jika Tidak Anak-anak Kelaparan

Baca juga: Dulu Ngotot Mau Pisah dari Indonesia, Namun Faktanya Kini Masyarakat Timor Leste Hidup Kelaparan

Lebih dari 2.000 orang telah tewas tahun ini dalam kekerasan lokal yang "dipersenjatai" oleh orang-orang yang bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, kata kepala misi PBB di Sudan Selatan, David Shearer.

Kekerasan telah menghalangi orang untuk bercocok tanam, memblokir jalur pasokan, membakar pasar dan membunuh pekerja bantuan.

Keluarga di Lekuangole mengatakan tanaman mereka hancur akibat pertempuran.

Mereka sekarang hidup dari daun dan buah-buahan.

Selama kekerasan di Juli 2020, putra Kidrich Korok yang berusia 9 tahun, Martin, terpisah dari keluarga dan menghabiskan lebih dari seminggu di hutan.

Pada saat dia ditemukan, dengan kekurangan gizi parah, semuanya sudah terlambat.

“Dia akan selalu memberi tahu saya bahwa dia akan belajar dengan giat dan melakukan sesuatu yang baik untuk saya ketika dia besar nanti,” kata Korok sambil menangis.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved