Kisah Satu Keluarga Batal Naik Pesawat Sriwijaya Air yang Nahas Nahas, Padahal Tiket Sudah Dibeli
Tujuannya untuk menjumpai anak sulungnya bernama Jalaluddin Fauzhi Nur, yang sudah beberapa tahun di Pontianak kuliah di IAIN Pontianak.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Tak ada manusia yang bisa menghindar dari maut yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
Begitu juga sebaliknya, Allah akan menyelamatkan hambanya dengan berbagai cara jika orang tersebut belum ditakdirkan menemui ajalnya.
Hal itu dibuktikan oleh satu keluarga yang gagal terbang ke Pontianak menggunakan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang nahas.
Asrizal Nur, istri dan dua anak gadisnya berencana akan terbang ke Pontianak menggunakan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 untuk mengunjungi anaknya di Pontianak.
Namun, keinginan mereka batal, padahal tikel sudah mereka beli.
Ia batal terbang lantaran karena syarat rapid test antigen dinyatakan tak lengkap.
“Alhamdulilah akhirnya Allah menolong kami sekeluarga. Kalau tidak tentu kita tidak bertemu lagi,” kata Asrizal dikutip dari laman Facebooknya.
Asrizal bercerita, pada tanggal 7 Januari, ia bersama keluarganya berniat berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Tujuannya untuk menjumpai anak sulungnya bernama Jalaluddin Fauzhi Nur, yang sudah beberapa tahun di Pontianak kuliah di IAIN Pontianak.
Disamping itu juga dia akan menghadiri undangan dari para guru se-Pontianak sebagai nara sumber.
“Tiket pesawat sudah dibeli. Kami berempat, istri, saya dan 2 anak gadis kami yang cantik pun mengurus Rapid Tes dan antigen"
"Sebagai syarat yang diwajibkan negara kepada rakyatnya kalau keluar daerah yang harga perorang hampir sama dengan harga tiket pesawat sekali pergi,” kisahnya.
Asrizal Nur dan keluarganya, yang terhindar dari tragedi Sriwijaya Air. Penyair dan penggagas Pantun Mutiara Budaya Indonesia ini, batal terbang ke Pontianak, menemui anaknya yang kuliah di IAIN Pontianak, karena tak melampirkan negatif Swab PCR. (TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA)
Ketika sampai di klinik, Asrizal mengatakan bahwa keluarganya hendak melakukan perjalanan ke Pontianak.
Namun, tak ada keterangan apapun dari klinik.
“Sehingga kami ke airport dengan bekal surat negatif, rapid tes dan antigen"
"Kami pun ke bandara dengan rasa sesak di dada"
"karena terasa berat dengan biaya rapid tes dan antigen itu, namun ada rasa bahagia akan bertemu anak dan keluarga di Pontianak,” lanjutnya.
Sesampai di bandara, saat masuk Asrizal dan keluarga diperiksa.
Ternyata Rapit tes dan antigen itu tidak lengkap, dan harus urus Swap PCR.
Asrizal sempat berdebat dengan petugas.
Ia menyesalkan, kenapa tak ada komunikasi dengan pihak klinik.
Sehingga dapat info yang sama dengan bandara untuk swab PCR sebagai syarat penerbangan.
Dia lalu disuruh komunikasi dengan maskapai.
“Hampir 1 jam kami mengurus di maskapai kamipun tetap tak dizinkan masuk pesawat, kami harus mengurus Swab PCR itu"
"Perdebatan panjang kami lakukan, kenapa pihak maskapai tidak memberitahu penumpangnya saat membeli tiket"
"karena kami membeli tiket melalui Traveloka maka mereka suruh kami urus ke Traveloka"
"Traveloka tak dapat memberi jawaban kecuali mengatakan tiket keberangkatan anda hangus,” sesalnya.
Pesawat pun terbang.
Asrizal dan keluarga gagal ke Pontianak.
Putri Thania, anaknya sempat marah.
“Inilah terakhir kali kita naik Lion Air tidak profesional, nanti kita naik SRIWIJAYA saja,” katanya.
Lalu Asrizal mengurus Swab PCR.
Ternyata biayanya mahal.
Asrizal menyebut, bila 24 jam maka biayanya bisa sejuta perorang bila 2x24 Jam Rp.800.000
“Kami pun berunding , Putri mengusulkan kita ambil yg 2x 24 jam saja, berangkat tanggal 9 Januari naik Sriwijaya"
"karena Swap PCr itu selesai pukul 11.00 atau 12.00 WIB kita naik pesawat yg pukul 13.00 WIb"
"Saya langsung mengiyakan, anak perempuan bernama hoki tetap ingin ke Pontianak, sedang istri saya sudah kehilangan semangat,” lanjutnya.
Setelah berfikir sejenak, Asrizal memutuskan untuk membatalkan keberangkatan ke Pontianak.
”Alasanya pertama biayanya mahal karena harus tidur di hotel sekitar bandara. biaya lagi, dan bagaimana pula kalau hasilnya tak sesuai di harapkan"
"Bisa-bisa kita gagal lagi ke Pontianak. saya bilang, ‘sudahlah kita batalkan saja ya Pasti ada hikmah dari ini semua"
"misal kalau dipaksakan berangkat juga, akan terjadi sesuatu yg tak tak baik bagi kita sekeluarga,” katanya.
Akhirnya setelah terdampar 4 jam di bandara kami pun pulang.
“Dan hari ini kami dengar kabar, pesawat Sriwijaya yang tadinya akan kami tumpangi mengalami musibah, hilang tak ditemukan"
"Sujud syukur kepada Mu ya Allah yang telah menyelamatkan kami, aamin. Kisah nyata Asrizal Nur dan sekeluarga,” tukasnya
(*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Cerita Asrizal dan Keluarga Sujud Syukur Batal Naik Sriwijaya Air yang Jatuh Gara-gara Urus Swab PCR.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sriwijaya-air_20160410_204451.jpg)