Kecelakaan Sriwijaya Air
Bukan di Udara, Sriwijaya Air SJ 182 Disebut Hancur Menghantam Permukaan Air Laut
Meski keberadaan black box sudah dilokalisir menggunakan ping locator, tetapi penyelam perlu mengurai dulu puing-puing di dasar laut
Selain itu, air laut yang berombak turut memengaruhi jarak pandang di hari ketiga pencarian.
Yudo melanjutkan pihaknya juga melibatkan sebanyak 14 Kapal Republik Indonesia (KRI) di sekitar lokasi pencarian.
"Salah satunya kita datangkan KRI Semarang untuk (anggota) istirahat," pungkasnya.
Sebelumnya diwartakan, Pesawat Sriwijaya Air dengan nomor Penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Pesawat dengan registrasi PK-CLC yang membawa 62 orang itu dikabarkan hilang kontak dari radar setelah tak lama lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Pencarian keberadaan pesawat dan korban pun masih dilakukan hingga hari ketiga pada Senin (11/1/2021).
Baca juga: Inilah Wajah Ayah yang Tendang Kaki Bayi Sampai Patah, Sebut Reky Bukan Darah Dagingnya
Baca juga: Kaki Balita di Batam Patah Dianiaya Ayah Kandung, Leher Juga Tak Bisa Lagi Menopang Kepala
Baca juga: Tante Girang Ini Makin Bergairah Lihat Polisi yang Datang Menggerebek, Anggap Polisi Penari Striptis
Penjelasan KNKT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memprediksi pesawat Sriwijaya Air SJ-182 tidak meledak di udara.
KNKT hingga kini terus mengumpulkan data terkait kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak tersebut.
Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, pihaknya pun sudah mengumpulkan data pemantauan radar Automatic Dependent Surveillance-Boradcast (ADS-B) dari Perum LPPNPI (Airnav Indonesia).
"Dari data tersebut, tercatat pesawat mengudara pada pukul 14.36 WIB, terbang menuju arah barat laut dan pada pukul 14.40 WIB, pesawat mencapai ketinggian 10.900 kaki," kata Soerjanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/1/2021).
Soerjanto mengatakan, tercatat pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki.
Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, lanjut Soerjanto, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data.
"Dari data ini kami menduga bahwa mesin dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," katanya.
Data lapangan lain yang didapat KNKT dan KRI Rigel adalah sebaran wreckage memiliki besaran dengan lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter.
"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," ujar Soerjanto.
