Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Walau Kutuk Kudeta di Myanmar, Pengungsi Rohingya Tak Kasihani Aung San Suu Kyi, Sebut Soal Karakter

"Dulu kami biasa berdoa untuk kesuksesannya dan memperlakukannya seperti ratu kami. Tapi setelah 2017, kami menyadari karakter aslinya," ujarnya

Editor: Ariestia
STR / AFP
Tentara berjaga di pos pemeriksaan kompleks militer di Yangon pada 1 Februari 2021, ketika militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam kudeta. 

Pemimpin komunitas Rohingya di kamp Thaingkhali, Sayed Ullah mengatakan tidak khawatir soal kudeta.

"Kami telah lama hidup di bawah rezim militer. Pemerintah sipil Aung Sun Suu Kyi tidak melakukan apa-apa untuk kami. Mereka tidak memprotes genosida yang terjadi di komunitas kami," katanya.

"Sekarang militer berkuasa, kami merasa proses pemulangan kami semakin terhenti."

"Tidak mungkin tentara membiarkan kami kembali ke tanah air kami," jelas Ullah.

Kudeta militer di Myanmar membuat risau pemerintah Bangladesh karena perjanjian pemulangan warga Rohingya kemungkinan akan terhenti.

Myanmar dan Bangladesh kerap berselisih soal proses repatriasi yang berulang kali terhenti.

Menteri Luar Negeri Bangladesh, AK Abdul Momen mengatakan perubahan rezim di Myanmar tidak serta merta menghalangi proses repatriasi.

"Kami harus menunggu dan melihat," katanya.

Joe Biden Angkat Bicara

Suu Kyi merupakan tokoh demokrasi Myanmar yang pernah meraih Nobel Perdamaian.

Kudeta militer terjadi dilatari sengketa hasil Pemilu November 2020 lalu, dimana Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menang telak.

Hasil pemilihan ini ditentang militer dengan mengatakan ada kecurangan.

Setelah pemerintah sipil ditangkap, Jenderal Min Aung Hlaing mengambil alih negara dan memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun.

Presiden AS Joe Biden mengatakan kudeta itu menjadi serangan langsung kepada Myanmar yang sedang bertransisi menuju demokrasi dam supremasi hukum.

Para migran Myanmar memegang potret Aung San Suu Kyi saat mereka mengambil bagian dalam demonstrasi di luar kedutaan Myanmar di Bangkok, Thailand pada 1 Februari 2021, setelah militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam sebuah kudeta.
Para migran Myanmar memegang potret Aung San Suu Kyi saat mereka mengambil bagian dalam demonstrasi di luar kedutaan Myanmar di Bangkok, Thailand pada 1 Februari 2021, setelah militer Myanmar menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam sebuah kudeta. (Lillian SUWANRUMPHA / AFP)

Sebelum reformasi, Myanmar berada di bawah pemerintahan langsung militer selama puluhan tahun.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved