Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

SEJARAH Korps Baret Jingga: Kisah Heroik 13 Pasukan Paskhas Dikepung Belanda

Paskhas juga dikenal dengan julukan 'Korps Baret Jingga', dibentuk tahun 1947, dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

TribunPekanbaru/Theo Rizky
Illustrasi Kopaskhas - Satu Regu SAR Batalyon Komando (Yonko) 462 Pulanggeni Paskhas turut serta membantu operasi kemanusiaan bencana gempa bumi di Provinsi Aceh, Kamis (8/12/2016). Satu regu yang terdiri dari tujuh anggota Paskhas tersebut diterbangkan langsung dari Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin Pekanbaru bersama bantuan kemanusiaan lainnya. 

Siapa saja mereka?

Melansir Kompas.com, Tjilik Riwut saat itu ditunjuk sebagai komandan pasukan
penerjun yang bersandi MN1001 itu.

Tjilik merupakan pejuang asal Kalimantan Tengah dan 13 peterjun dalam
pasukan itu juga sebagian besar berasal dari Kalimantan. Sebagian lagi dari
Pulau Jawa.

Mereka adalah Kapten Hari Hadisoemantri (asal Semarang), Letda Iskandar
(Sampit), Serma Kosasih (Barito), Kapten FM Soejoto (Ponorogo), Bachri
(Barabai), J Bitak (Kelapa Baru-Kalimantan), C Willem (Kuala Kapuas), Imanuel
Nuhan (Kahayan Hulu), Mika Amirudin (Kahayan Hulu), Ali Akbar (Balikpapan),
Letda M Dachlan (Sampit), JH Darius (Kasongan), dan Marawi (Rantau Pulut).

Imanuel Nuhan, yang merupakan salah satu dari 13 pasukan penerjun payung
itu, pernah menceritakan bagaimana ia bisa bergabung dengan pasukan
tersebut.

Melansir Kompas.com, Hernison Inuhan, putra Imanuel Nuhan yang selalu
mendampinginya, menceritakan bagaimana sang ayah dapat tercatat dalam
sejarah sebagai penerjun pertama Indonesia.

"Dulu bapak sekolah di Sekolah Rakyat, lalu ada kawan bapak yang bawa beliau
sekolah pelayaran di Jawa. Bapak kemudian berangkat dari Desa Tewa ke Pulau
Jawa. Setelah lulus, ia kemudian menjadi tentara Jepang," kata Hernison saat
mendampingi ayahnya berkunjung ke Desa Sambi, Selasa (23/8/2016).

Baca Juga: Sebelum Terperosok dalam Star Syndrome, Kenali Ciri-cirinya dari Terlena hingga Lupa Diri

Saat Jepang kalah dari sekutu, Imanuel kemudian bergabung ke Tentara Rakyat Indonesia (TRI).

Saat bergabung di TRI itu, ia sempat berperang di Surabaya dan sekitarnya.

"Pada saat penerjunan itu, semua anggota selamat, namun saat istirahat di
pondok tak jauh dari lokasi pendaratan, mereka dikepung pasukan Belanda dan
terjadi kontak senjata hingga menyebabkan tiga orang pejuang tewas," lanjut
Hernison.

Saat pengepungan oleh pasukan Belanda itu, beberapa orang sempat
meloloskan diri, termasuk Imanuel. Namun, pada akhirnya semuanya
tertangkap.

Imanuel menjadi orang terakhir yang tertangkap. Mereka yang tertangkap
kemudian dipenjarakan Belanda di Nusakambangan.

Setelah melalui berbagai perundingan, seluruh tahanan akhirnya dibebaskan.

"Setelah bebas, bapak ditugaskan di beberapa tempat, termasuk pernah di
kebun binatang Wonokromo. Setelah Pak Tjilik jadi gubernur, ia ditarik jadi
kabiro humas sampai akhirnya pensiun pada tahun 1980," ungkapnya.

Sumber: Grid.ID
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved