Dilaporkan Kades, Ibu Muda di Aceh Dipenjara dan Bawa Bayi 6 Bulan yang Menyusui Dalam Sel
Isma (33) warga Lhoksukon, Aceh Utara, divonis tiga bulan penjara dan membawa bayinya atas kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan kepala desanya.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kepala Rumah Tahanan Negara Lhoksukon, Yusnadi, beberapa hari ini kerap dihubungi politikus.
Sejumlah anggota dewan itu menanyakan kabar Isma (33), terdakwa kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE), yang ditahan bersama bayinya.
"Ada tiga politisi menghubugi saya, ada Ketua DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat) Aceh Utara Arafat, Wakil Ketua DPRK Aceh Utara Hendra Yuliansyah dan Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI Haji Uma (Sudirman)," kata Yusnadi saat dihubungi, Sabtu (27/2/2021).
Menurut Yusnadi, para anggota dewan itu juga meminta agar Isma dijadikan tahanan kota. Namun, dia menjelaskan, perubahan status tahanan bukan kewenangannya.
Dia juga sudah melaporkan permintaan itu ke Kantor Wilayah Hukum dan HAM Aceh.
Isma divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara, atas kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan kepala desanya.
Sang kepala desa tidak terima dengan video berdurasi 35 detik yang diunggah Isma ke Facebook.
Dalam video itu merekam pertengkaran kepala desa dengan ibunya.
Terkait anak Isma yang ikut ke tahanan, Yusnadi mengatakan, hal itu bayi enam bulan itu masih masa menyusui.
“Anak bayinya enam bulan juga di tahanan, karena masih menyusui, dan itu sesuai aturan dibolehkan ikut ibunya di tahanan,” katanya.
Lebih lanjut, Yusnandi menyatakan, akan bertemu dengan jaksa dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara pada 1 Maret 2021 untuk membicarakan kemungkinan cara lain untuk menyelesaikan kasus ini.
"Prinsipnya jika ada celah hukum, saya pikir, semua kita sepakat prinsip kemanusiaan diutamakan," kata Yusnandi.
Kasus 4 Ibu yang Dipenjara Bersama Bayi Mereka
Tak disangka dan tak diduga, ternyata jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Praya menuntut ibu-ibu pelempar pabrik rokok di Lombok Tengah dengan hukuman penjara 5 tahun enam bulan.
Padahal, dua dari 4 ibu-ibu tersebut masih menyusui bayinya.
Bahkan saat di penjara, ibu itu terpaksa membawa serta bayinya di penjara.
Kasus ini pun menjadi pergunjingan masyarakat.

Tuntutan berat dari jaksa tersebut terungkap saat sidang eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Praya, Lombok Tengah, Kamis (25/2/2021).
Keempat ibu rumah tangga itu didakwa Pasal 170 Ayat 1 KUHP dengan ancaman lima tahun enam bulan penjara oleh jaksa penuntut umum.
Ketua tim kuasa hukum empat terdakwa, Ali Usman Ahim menilai, tuntutan tersebut berlebihan dan jauh dari rasa keadilan.
"Apakah di gudang milik saksi pelapor ini merupakan obyek vital, yang jika rusak itu mengganggu ketertiban umum karena ancaman Pasal 170 ancamannya enggak main-main ya, lima tahun enam bulan," kata Ali usai sidang di PN Praya, Kamis.
Ali menjelaskan, tuntutan jaksa penuntut umum tak sebanding dengan kerusakan atap pabrik tembakau yang dilempar empat terdakwa tersebut.
Ia mempertanyakan pasal yang disangkakan pasal penuntut umum.
"Kami kembali lagi itu pasal yang berlebihan itu rumusan untuk ketertiban umum. Apakah spandeks (atap) yang penyok ini berakibat pada terganggunya ketertiban umum, seperti apa yang didakwakan Jaksa?" kata Ali.
Ali juga menyoroti jumlah kerugian sebesar Rp 4,5 juta yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan sebelumnya.
Menurutnya, nilai kerugian itu seharusnya ditaksir oleh ahli, bukan sekadar pernyataan saksi pelapor.
"Jaksa menyusun konstruksi kerugian nilai kerugian dari pemilik pabrik ini, sebesar Rp 4,5 juta berdasarkan kuitansi diajukan oleh saksi pelapor, semestinya berdasarkan ahli yang menilai bahwa nilai kerugian satu spandeks penyok itu Rp 4,5 juta itu harus dimiliki oleh ahli," kata Ali.
Ali menyayangkan dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum.
Apalagi, dua dari empat terdakwa memiliki balita yang masih menyusui.
"Coba bayangkan empat ibu dengan balita menyusui dan anak sakit lumpuh di rumahnya kemudian didakwakan Pasal 170 dengan ancaman lima tahun enam bulan," sebut Ali.
Sebelumnya, Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah, mendekam di Rumah Tahanan Praya akibat melempar atap pabrik tembakau milik Suhardi.
Penahanan empat terdakwa itu sempat menjadi sorotan karena dua di antaranya membawa anaknya yang masih menyusui ke dalam rutan.
Dalam dakwaan, JPU menyebut para terdakwa melakukan pelemparan bersama-sama menggunakan batu ke sebuah pabrik rokok yang berada di kampungnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Praya mendakwa keempat ibu tersebut dengan Pasal 170 KUHP ayat 1 tentang Perusakan dengan ancaman hukuman lima tahun dan enam bulan penjara.
(Sumber: Kompas.com)