Tepuk Jidat,Kejari Hentikan Penyelidikan Dugaan Korupsi Makan Minum Setda Kuansing APBD 2018,Kenapa?
Bikin tepuk jidat, Kejaksaan Negeri Kuansing hentikan penyelidikan dugaan korupsi makan minum di Setda Kuansing APBD 2018, kenapa?
Penulis: Dian Maja Palti Siahaan | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, TELUK KUANTAN - Bikin tepuk jidat, Kejaksaan Negeri Kuansing hentikan penyelidikan dugaan korupsi makan minum di Setda Kuansing APBD 2018, kenapa?
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing, Hadiman SH, MH memastikan pihaknya sudah menghentikan penyelidikan dugaan korupsi makan minum di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing pada APBD 2018.
"Kasus ini sudah dihentikan penyelidikannya karena kerugian negaranya sudah dikembalikan oleh Pak M Saleh dkk ke Pemda Kuansing berdasarkan rekomendasi BPK tahun 2018," kata Kepala Kajari Kuansing Hadiman SH, MH pada Tribunpekanbaru.com Minggu (21/3/2021).
Sebelumnya, Kajari Hadiman bungkam ketika ditanya Tribunpekanbaru.com terkait hal ini.
Hadiman menegaskan kerugian negara dalam kasus ini sudah dikembalikan ke kas Pemda Kuansing.
Juga diserahkan jaminan dua surat tanah status SKGR milik mantan Kabag Umum Pemkab Kuansing, M Saleh dengan ketentuan M Saleh akan membayar sisa kerugian negara.
"Jika tidak dibayar selama dua tahun maka Pemda (Kuansing) dapat menjual aset Pak M Saleh itu, maka kami tidak menemukan lagi kerugian negaranya alias sudah pulih," kata Hadiman.
Yang disampaikan Kajari Hadiman sama saat kasus ini sedang diselidiki pada awal 2020 lalu.
Dari Rp 574 juta kerugian negara berdasarkan hasil temuan BPK, sebagian sudah dibayarkan ke kas Pemkab Kuansing.
Saat itu sisa yang belum dibayar sebesar Rp 259 juta. Saat itu juga dua surat tanah yang dijaminkan sudah ada.
Artinya, tidak ada perubahan dalam pembayaran kerugian negara sejak diselidiki awal 2020 hingga kini dihentikan penyelidikan kasus ini.
Apakah dua tanah yang dijaminkan sudah senilai Rp 259 juta?
"Makanya itu kalau nilai jualnya nanti tidak sebesar Rp 259 juta harga tanah SKGR itu maka kami akan tindak,” jelasnya.
“ Karena pihak yang berwenang menjual diberikan Pak Saleh adalah Pemda Kuansing. Tolong dicari info apakah tanah itu sudah dijual apa belum," ucap Kajari Hadiman.
Dugaan korupsi di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing pada APBD 2018 ini merupakan temuan BPK.
Ini bermula dari anggaran 2018 yang digunakan untuk pembayaran kegiatan di 2017.
Pembayaran utang tersebut ternyata tidak ada dalam APBD 2018 sehingga menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.
Ada dua Sekda yang diperiksa Kejari Kuansing. Yakni Muharlius yang menjabat Plt Sekda Kuansing.
Dari tujuh kegiatan tersebut, Muharlius masih menjabat Plt Sekda di kegiatan pertama sampai kegiatan keempat.
Sedangkan Dianto Mampanini yang saat ini menjadi Sekda Kuansing bertanggungjawab atas tiga kegiatan terakhir.
Dua Sekda tersebut diperiksa karena berstatus sebagai Pengguna Anggaran (PA) terhadap anggaran tersebut. Diketahui, Sekda tidak ada menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Jumlah kerugiaan negara memang tidak terlalu besar yakni hanya Rp 574 juta.
Namun, kasus ini jadi sorotan karena permasalahan ini, Muhammad Gempa Awaljon Putra, SH, MH harus rela melepas jabatan Kasi Pidsus Kejari Kuansing pada Kamis (16/7/2020).
Penyebabnya, Sekda Kuansing Dianto Mampanini menudingnya melakukan pemerasan saat pemeriksaan dan melaporkannya ke Kejati Riau.
Kala itu, ia melapor ke Kejati Riau ditemani Plt kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBBP3A) Kuansing, Muradi dan oknum jaksa dari Kejari Kuansing.
Akhirnya diketahui tudingan Dianto Mampanini ternyata hanya pepesan kosong karena tidak ada bukti pemerasan seperti yang diberitakan Tribun Pekanbaru edisi Sabtu (18/7/2020).
Muhammad Gempa Awaljon Putra pun pidah ke Kejari Jambi namun berstatus promosi.
Dugaan kerugian negara sebesar Rp 574 juta berasal dari tujuh kegiatan. Yakni enam kegiatan penyediaan makan dan minum.
Satu kegiatan lagi yakni penerimaan kunjungan kerja pejabat negara/departemen/lembaga pemerintah nondepartemen/luar negeri.
Semua kegiatan di atas merupakan kegiatan di 2017. Sehingga faktur yang lampirkan untuk pembayaran juga faktur 2017.
Dari jumlah Rp 574 juta, sejumlah uang sudah disetor untuk mengembalikan kerugiaan negara. Saat ini, sisa yang belum disetor Rp 259 juta.
Kejari Kuansing sendiri mulai mengusut kasus ini pada 15 Januari 2020. Kejari Kuansing memberi waktu Inspektorat menyelesaiakan kasus ini.
Akhir Januari 2020, Pemkab Kuansing melalui inspektorat menggelar sidang Tuntutan Perbendaharaan - Tuntutan Ganti Rugi (TP TGR).
Dalam putusan TP TGR tersebut, temuan BPK tersebut digolongkan sebagai perbuatan kelalaian bukan perbuatan melanggar hukum.
Efeknya, pengembalian negara bisa sampai 24 bulan. Beda halnya bila kategori perbuatan melanggar hukum yang hanya 90 hari.
Pembayaran kerugian negara pun mulai dilakukan pada April. Namun masih ada sisa yang hingga saat ini sebesar Rp 259 juta.
Ada dua tanah dengan dua surat yang status SKGR yang dijaminkan untuk pembayaran kerugian negara tersebut.
Kejari Kuansing akhirnya mulai melakukan penyelidikan. Sidang TP-TGR yang menyebut sebagai perbuatan kelalaian pun dinilai tidak tepat.
Penyidik Kejari Kuansing menggolongkan kasus ini ke perbuatan melanggar hukum.
Hingga akhirnya kasus ini dihentikan Kejari Kuansing.
( Tribunpekanbaru.com / Palti Siahaan )
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/foto-kepala-kejari-kuansing-hadiman.jpg)