Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Konflik Laut China Selatan

Terbongkar! China Bentuk Ribuan Militan Berkedok Nelayan Untuk Kendalikan Laut China Selatan

Pakar Barat mengatakan, milisi merupakan bagian dari upaya Beijing untuk menggunakan klaim teritorial di laut China Selatan.

Capture Daily Express
Kapal ikan China serbu Filipina. China menjadikan kapal ikan sebagai militan untuk kuasai laut china selatan 

TRIBUNPEKANBARU.COM - China ternyata membentuk ribuan militan untuk menguasai Laut China Selatan. 

Militan Tiongkok berkedok nelayan yang menangkap ikan di perairan sengketa tersebut. 

Namun, kapal ikan militan tersebut dipersenjatai oleh Beijing jika terjadi bentrok dengan kapal penjaga pantai negara lain.

Menurut penuturan para ahli politik Barat, China memiliki milisi maritim yang terdiri dari ribuan pasukan rahasia yang digunakan untuk mengendalikan Laut China Selatan.

Namun Tiongkok telah menyangkal adanya militan tersebut.

Namun, laporan tersebut sesuai dengan peristiwa di Filipina di mana ratusan kapal ikan nelayan parkir di perairan Filipina yabng dipersengketakan China beberapa waktu lalu.

Menurut laporan yang didapat Express.co.uk, milisi maritim yang dikendalikan Beijing terdiri dari ratusan kapal dan ribuan anggota awak yang diatur dalam armada di Laut China Selatan yang disengketakan.

Armada tersebut dijuluki 'Little Blue Men' China, karena warna lambung dan mengacu pada Little Green Men Rusia.
China juga menyangkal keberadaan kapal-kapal itu.

Pakar Barat mengatakan, milisi merupakan bagian dari upaya Beijing untuk menggunakan klaim teritorial di laut China Selatan.

Para ahli mengklaim, armada itu dapat membawa kehadiran militer China di sekitar terumbu karang dan laut yang disengketakan dalam sekejap, yang tidak mungkin ditantang tanpa memicu konfrontasi besar.

Armada tersebut diduga dikendalikan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), tetapi lagi-lagi Beijing menyangkal keberadaan mereka.

Analis di Institut Internasional untuk Kajian Strategis (IISS) di Singapura mengatakan mereka belum pernah melihat operasi China sebesar ini sebelumnya.

Bulan lalu, lebih dari 200 kapal penangkap ikan China berkerumun di sekitar Whitsun Reef yang dikendalikan Filipina di Laut China Selatan.

"Insiden Whitsun Reef belum pernah terjadi sebelumnya baik dalam skala maupun durasinya: sejumlah besar kapal penangkap ikan China berkumpul kapan saja di satu terumbu karang Spratly, dan tinggal di sana selama beberapa minggu," jelas IISS.

Filipina menyebut kehadiran kapal-kapal itu sebagai sesuatu yang berkerumun dan mengancam.

Manila menuntut kapal-kapal China meninggalkan daerah itu, yang menurutnya berada di zona ekonomi eksklusif mereka.

Sebagai tanggapan, Beijing mengatakan kapal-kapal itu tengah berlindung dari laut yang ganas.

"Karena situasi maritim, beberapa kapal penangkap ikan berlindung dari angin dekat Niu'e Jiao, yang cukup normal. Kami berharap pihak terkait dapat melihat ini secara rasional," jelas Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying seperti yang dilansir Express.co.uk.

Kedutaan Besar China di Manila hanya mengatakan tidak ada Milisi Maritim China seperti yang dituduhkan.

Terlepas dari penolakan ini, ada sedikit keraguan di pemerintah Barat bahwa milisi memang ada.

Pentagon menyebutnya sebagai Milisi Maritim Angkatan Bersenjata Rakyat (PAFMM).

Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS, mengatakan kepada CNN mengatakan bahwa Milisi Maritim Angkatan Bersenjata Rakyat tidak menangkap ikan.

"Mereka memiliki senjata otomatis di atas kapal dan lambung yang diperkuat, membuat mereka sangat berbahaya dalam jarak dekat. Juga, mereka memiliki kecepatan tertinggi sekitar 18-22 knot, membuatnya lebih cepat dari 90% kapal penangkap ikan dunia," papar Schuster.

Sebuah laporan dari kepala Angkatan Laut AS, Marinir dan Penjaga Pantai mengatakan Milisi Maritim digunakan oleh Beijing untuk menumbangkan kedaulatan negara lain dan menegakkan klaim yang melanggar hukum.

Pakar Barat mengatakan tujuan armada adalah untuk memungkinkan China membuat klaim teritorial dalam jumlah besar tanpa pernah melibatkan Tentara Pembebasan Rakyat sendiri.

Jay Batongbacal, direktur Institut Urusan Maritim di Universitas Filipina, mengomentari insiden terumbu karang Whitsun.

"Mereka sekarang pada dasarnya menduduki Whitsun Reef hanya dengan kehadiran kapal mereka. Itu sebenarnya tujuan dari strategi China, untuk menetapkan kontrol dan dominasi de facto atas seluruh Laut China Selatan melalui langkah bertahap ini," jelas Batongbacal.

(*)

Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved