Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Israel Serang Palestina

Amerika Serikat Konco Mesra Israel, Puluhan Kali Veto Resolusi Dewan Keamanan PBB, Ini Daftarnya

Amerika Serikat adalah kompatriot sejati bagi Israel. Berkali-kali batalkan Resolusi Dewan Keamanan PBB

Penulis: Rinal Maradjo | Editor: Rinal Maradjo
net/tribun
Ilustrasi Amerika Serikat konco mesra dengan Israel 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Amerika Serikat adalah kompatriot sejati bagi Israel.

Dalam serangan Israel terhadap Palestina yang sudah memasuki hari kesepuluh, Amerika Serikat berada di depan untuk membela dan mendukung Israel.

Tak sekadar memberikan dukungan moral, Amerika Serikat pun memberikan dukungan politik yang sangat besar bagi Israel untuk terus berbuat di luar hukum internasional.

Dan pemerintah Amerika Serikat pun menutup rasa kemanusiaan mereka atas kekejaman yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

Sejak tahun 1972, tercatat puluhan kali Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang mengkritik Israel.

Terbaru adalah pada Senin (17/5/2021) lalu, Amerika Serikat memveto Dewan Keamanan PBB yang berencana mengeluarkan seruan gencatan senjata bagi kedua belah pihak yang bertikai.

Jauh sebelumnya, Amerika Serikat juga menggagalkan resolusi yang mengutuk kekerasan terhadap permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki yang dibangun sejak 1967.

Para kritikus mengatakan, dukungan menyeluruh Washington terhadap Israel mendorong penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap warga Palestina,

termasuk bombardir yang dilakukan Israel sejak 10 hari belakangan.

Aksi brutal Israel itu sendiri telah menewaskan sedikitnya 219 warga Palestina, termasuk 63 anak-anak.

Berikut adalah daftar beberapa veto yang dilakukan Amerika Serikat untuk melindungi Israel :

Veto Atas Pengusiran Warga Jalur Gaza

Pada tahun 2018, warga jalur Gaza yang berada di perbatasan Israel dan Palestina diusir oleh militer Israel.

Saat itu, Israel membuat tembok pembatas di sepanjang jalur tersebut.

Tak kurang dari 750.000 warga Palestina diusir pada waktu itu,

Dan untuk mengamankan pembangunan tembok dari protes warga Palestina,

Militer Israel menurunkan penembak jitu untuk membunuhi mereka,

Akibatnya, selama pembangunan tembok pembatas tak kurang dari 266 orang tewas dan melukai sekitar 30.000 lainnya.

Melihat tindakan Israel yang membabi buta,

Pada tanggal 1 Juni 2018, DK PBB menyusun sebuah resolusi  yang menyatakan keprihatinan besar pada eskalasi kekerasan dan ketegangan sejak protes dimulai.

Selain itu, PBB juga menyampaikan kekhawatiran mendalam atas hilangnya nyawa warga sipil dan tingginya jumlah korban di antara warga sipil Palestina, khususnya di Jalur Gaza, termasuk korban di antara anak-anak, yang disebabkan oleh pasukan Israel.

Amerika Serikat lalu memveto resolusi tersebut.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan, resolusi DK PBB adalah pandangan sepihak tentang apa yang telah terjadi di Jalur Gaza

Yerusalem sebagai Ibukota Israel

Yerusalem Timur direncanakan menjadi ibu kota negara Palestina di masa depan, sebagaimana diuraikan dalam perjanjian internasional.

Namun daerah tersebut telah diduduki oleh Israel sejak tahun 1967, ketika pasukan Israel mengalahkan pasukan dari Yordania - yang saat itu menguasai Yerusalem Timur dan Tepi Barat -

Status Yerusalem Timur yang diduduki dimaksudkan untuk ditentukan melalui negosiasi perdamaian.

Hukum internasional, termasuk resolusi DK PBB, menyatakan bahwa Yerusalem Timur tidak boleh dianggap sebagai wilayah Israel.

Tetapi mantan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017.

Lalu, DK PBB mengeluarkan rancangan resolusi pada 18 Desember 2017.

Resolusi itu berisi, bahwa setiap keputusan dan tindakan yang dimaksudkan mengubah karakter, status atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem tidak memiliki pengaruh hukum, batal demi hukum, dan harus dibatalkan.

Amerika Serikat kembali memveto resolusi tersebut, Dubes AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan, Yerusalem telah menjadi tanah air politik, budaya, dan spiritual orang-orang Yahudi selama ribuan tahun.

Kekerasan Israel Terhadap Intifada Kedua

Intifada Kedua, atau pemberontakan Palestina, dimulai pada 28 September 2000.

Perlawanan itu dipicu ketika ketika pemimpin oposisi Israel saat itu Ariel Sharon, dan militer Israel, memasuki kompleks Masjid al-Aqsa di Yerusalem Timur.

Padahal tempat itu adalah kawasan suci bagi Umat Islam dan menjadi pusat peribadatan.

Selain itu, aksi Ariel Sharon dengan militer Israel dilanjutkan dengan upaya pendudukan kawasan Yerusalem Timur yang merupakan bagian dari Palestina.

Akibatnya, rakyat Palestina pun melakukan perlawanan.

Namun pendudukan berlanjut hingga tahun 2000, dengan permukiman Israel meningkat dan kedaulatan Palestina tidak terlihat.

Berbeda dengan Intifadah Pertama pada akhir 1980-an dan awal 1990-an yang sebagian besar dilakukan lewat aksi damai,

Pada Intifada Kedua dilakukan dengan lebih terbuka.

kelompok bersenjata Palestina menyerang pasukan Israel, selain itu, serangan bunuh diri terhadap pusat-pusat sipil Israel juga meningkat.

Begitu pula dengan Israel membombardir kawasan-kawasan Palestina.

Korban tewas lebih dari 3.000 orang Palestina dan hampir 1.000 orang Israel.

Untuk mengakhiri konflik itu, sebuah draf resolusi dilansir pada Desember 2001.

Draft itu mengutuk serangan terhadap warga sipil dan menyerukan agar pembicaraan damai dilanjutkan.

Lagi-lagi, Amerika Serikat memveto resolusi tersebut.

Duta Besar AS untuk PBB John Negroponte mengatakan draf resolusi itu bukanlah solusi untuk mengatasi dinamika yang terjadi di kawasan tersebut.

Perluasan Pemukiman

AS telah memveto setidaknya empat resolusi DK PBB yang mengutuk pemukiman Israel di tanah Palestina, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Ada antara 600.000 dan 750.000 pemukim Israel di setidaknya 250 permukiman (130 resmi, 120 tidak resmi) di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Permukiman ini telah menjadi-jadi di bawah pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memulai masa jabatannya saat ini pada tahun 2005.

Veto AS atas resolusi yang mengutuk permukiman Israel setidaknya dimulai dari tahun 1983 dan yang terbaru adalah pada tahun 2011.

Dan seperti biasa, Amerika Serikat kembali mementahkan resolusi itu lewat sebuah veto.

Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice mengatakan Washington menilai resolusi itu tidak menyelesaikan masalah inti yang terjadi antara Israel dan Palestina.

Susan Rice sendiri bertugas di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved