Pemkab dan DPRD Siak Bakal Telusuri Alas Hak Tanah Masyarakat yang Bersengketa dengan PT DSI

Pemkab Siak dan DPRD Siak sepakat akan menelusuri alas hak atas klaim tanah masyarakat di atas Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT DSI.

Penulis: Mayonal Putra | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU/MAYONAL PUTRA
Sejumlah awak media hanya bisa mengintip RDP Komisi II DPRD Siak dengan Pemkab Siak tentang PT DSI dan PT WSSI, Selasa (3/8/2021) siang. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Pemkab Siak dan DPRD Siak sepakat akan menelusuri alas hak atas klaim tanah masyarakat di atas Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Duta Swakarya Indah (DSI).

Sebab, masyarakat terus berkonflik dengan PT DSI sehingga menyebabkan konflik sosial berkepanjangan di Siak.

Hal tersebut diungkap Asisten I Setdakab Siak L Budhi Yuwono usai menghadiri hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Siak, Selasa (3/8/2021) di ruangan komisi II DPRD Siak.

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Siak Gustimar.

Saat rapat dimulai, anggota Komisi II DPRD Siak Awaluddin menyuruh staf protokol Setwan mengusir wartawan keluar ruangan.

Selain L Budhi Yuwono, RDP itu juga dihadiri Kabag Hukum Setdakab Siak Jon Efendi dan sejumlah jajaran Pemkab Siak lainnya.

PT DSI merupakan perusahaan perkebunan sawit yang mempunyai Izin Lokasi (Inlok) seluas 8.000 Ha. Di atas lahan tersebut terdapat setidaknya 11 klaim dari masyarakat.

Sementara PT DSI baru berhasil menggarap lahan tersebut seluas 2.880 Ha.

“Di atas kebun sawit 2.280 Ha itu terdapat klaim masyarakat seluas 1.200 Ha. Ada puluhan masyarakat yang mengklaim lahan mereka di sana, sehingga konflik terjadi terus menerus,” kata Budhi kepada Tribunpekanbaru.com.

Berdasarkan hal tersebut, DPRD Siak mengajak pihaknya RDP untuk mencari jalan penyelesaian. Adapun kesepakatan dalam RDP tersebut, Pemkab Siak yang didorong DPRD Siak menelusuri alas hak atas tanah yang diklaim warga di atas izin tersebut.

“Apakah masyarakat yang melakukan klaim selama ini mempunyai alas hak atau tidak, inilah yang akan kita jajaki,” kata Budhi yang juga didampingi Kabag Hukum Setdakab Siak Jon Efendi.

Ia mengemukakan, jika warga yang melakukan klaim tersebut mempunyai alas hak maka akan ditelusuri keabsahannya.

Jika alas hak itu dapat dibuktikan keabsahannya menurut hukum maka warga akan mendapatkan haknya atau lahannya dikeluarkan dari Izin Lokasi (Ilok) PT DSI. Namun jika tidak, maka lahan tersebut merupakan hak PT DSI.

“Keabsahan surat yang dimiliki masyarakat itulah yang kita lihat ke depan,” kata dia.

Budhi juga menerangkan, pada 2012 lalu, PT DSI sudah mempunyai peta bidang, yakni luas kebun yang sudah tergarap seluas 2.880 Ha.

Peta bidang ini berdasarkan rekomendasi 3 camat yang melingkupi kawasan Ilok PT DSI, yakni camat Mempura, Dayun dan Koto Gasib.

“Setelah itu masih ada 1.200 Ha yang bermasalah, ini yang membuat kita bertanya apakah dulu kurang jelas atau belum selesai semuanya atau bagaimana. Ini kita telusuri kembali,” kata dia.

RDP kali ini tidak menyinggung masalah penguasaan lahan oleh masyarakat yang tergabung ke dalam bapak angkat PT Karya Dayun. Sebab alas hak masyarakat yang tergabung di PT Karya Dayun merupakan Sertifikat Hak Milik (SHM). Dalam hal ini Budhi tidak mau membahas hal tersebut.

“Masalah dengan Karya Dayun itu sudah ada upaya hukum, ya itu tidak kita bahas lagi,” kata Budhi.

Sementara itu Jon Efendi mengemukakan, kepemilikan atas tanah harus dibuktikan oleh alas hak yang benar. Satu-satunya jalan keluar mengakhiri konflik lahan ini adalah menelusuri alas hak masing-masing pihak.

“Kita dalam RDP tadi juga mendorong hal tersebut,” kata dia.

Untuk diketahui, PT DSI memiliki izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) seluas 13.500 Ha. Pemkab Siak memberikan Izin Lokasi (Ilok) seluas 8000 Ha.

Hingga saat ini baru 2.880 ha yang tergarap tanpa mengurus Hak Guna Usaha (HGU). Di atas lahan yang bisa digarapnya juga menimbulkan sengketa tanah dengan masyarakat tempatan.

Pada 2018 lalu, PT DSI dilaporkan ke Polda Riau terkait penggunaan surat palsu atas penguasaannya. Direktur PT DSI Suratno Konadi dan Misno sempat menjadi tersangka.

Sebelumnya Ketua DPRD Siak Azmi menceritakan, PT DSI mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan seluas 13.500 Ha pada 1998 silam.

Pemkab Siak memberikan izin lokasi sebesar 8.000 Ha. Namun sampai pada 2021 ini PT DSI hanya mampu mengelola seluas 2.880 Ha.

“Setahun setelah mendapatkan izin lokasi seharusnya PT DSI sudah mempunyai HGU dan mampu mengelola lahan minimal 50 persen dari izin yang diberikan. Kalau tidak berhasil dengan limit waktu itu maka izinnya mati dengan sendirinya. Jadi sebenarnya izin perusahaan itu sudah lama mati atau sudah tidak berlaku lagi,” kata dia. (tribunpekanbaru.com/mayonal putra)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved