Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

WHO Peringatkan Negara Kaya untuk tidak 'Pentingkan Diri Sendiri' soal Vaksin Booster

Masih ada negara yang warganya belum terima vaksin. Jadi negara kaya jangan pentingkan diri sendiri dengan menggunakan vaksin booster

Editor: Budi Rahmat
Fred TANNEAU / AFP
Seorang perawat menyiapkan jarum suntik vaksin Pfizer-BioNtech Covid-19 di pusat vaksinasi, di Garlan, Prancis barat, pada 31 Mei 2021. Prancis membuka vaksin Covid-19 hari ini untuk semua orang dewasa, seminggu sebelum Jerman, ketika Eropa berlomba untuk menghindari gelombang infeksi lain yang disebabkan oleh varian virus baru. 

TRIBUNPEKANBARU.COM- WHO mengingatkan negara-negara kaya untuk tidak mementingkan diri sendiri terkait pemberian vaksin Booster kepada warganya.

Sebab hingga kini masih ada negara yang warganya bahkan belum mendapatkan vaksin untuk satu suntik pun.

Kenyataan tersebut sangat kontras dengan yang terjadi di Amerika Serikat dan negara kaya lainnya.

Sementara mereka (negara kaya) tengah mengusahakan untuk memberikan suntikan booster pada warganya yang sudah berusia 60 an.

Cara tersebut dinilai untuk melindungi warga pada usia rentan.

Baca juga: Kebutuhan Vaksin Covid-19 Dosis Kedua 100 Ribu Lebih, Pekanbaru Cuma Dapat 8.000 Dosis Tambahan

Baca juga: Vaksin Kosong, Kini 10 Bus Vaksinasi Keliling Dianggurin, Sekarang Parkir di RSD Madani

Namun hal tersebut justru mendapat kritikan dari WHO atau Badan Kesehatan Dunia.

Meminta kepada negara kaya untuk tidak mementingkan diri sendiri

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan penundaan booster vaksin Covid-19 setidaknya sampai akhir September, saat 10 persen populasi dunia telah divaksin.

"Saya memahami kepedulian semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta. Tetapi, kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin dunia, menggunakan lebih banyak lagi," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers.

Melansir Al Jazeera pada Rabu (4/8/2021), Tedros menambahkan bahwa negara-negara G20 memiliki peran penting untuk memainkan program vaksin Covid-19, karena negara-negara tersebut adalah “produsen terbesar, konsumen terbesar, dan donor vaksin Covid-19 terbesar”.

WHO berusaha mengambil solusi itu di tengah lonjakan kasus Covid-19 dengan varian Delta yang lebih menular mendominasi dunia, dan wacana negara kaya mengadakan booster vaksin.

Kontras dengan negara kaya Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman, hingga saat ini masih ada negara miskin yang tidak mampu menyedikan vaksin Covid-19, bahkan satu dosis suntikan pun kepada warganya.

AS pada Rabu (4/8/2021) menolak seruan badan kesehatan PBB untuk menunda booster vaksin Covid-19, dengan mengatakan itu adalah "pilihan yang salah".

Baca juga: Tunda Pemberian Vaksin Booster Covid-19, Ini Imbauan WHO

Baca juga: Anisa Ditolak Disuntik Vaksin Covid-19 di Pekanbaru, Padahal Sudah Datangi Faskes, Ini Sebabnya

Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki mencatat bahwa AS telah mendonasikan lebih dari 110 juta dosis vaksin Covid-19 ke seluruh dunia.

Pekan lalu, Presiden Israel Isaac Herzog menerima suntikan ketiga vaksin Covid-19, memulai kampanye untuk memberikan dosis booster ke individu kategori usia 60-an.

Sementara, Jerman akan memulai memberikan suntikan booster vaksin Covid-19 pada September.

"Kita perlu fokus pada orang-orang yang paling rentan, paling berisiko terkena penyakit parah, dan kematian, untuk mendapatkan dosis pertama dan kedua,” kata Katherine O'Brien dari WHO kepada wartawan.

Ketidaksetaraan vaksin

WHO telah berulang kali menyerukan negara-negara kaya untuk berbuat lebih banyak untuk membantu meningkatkan akses negara berkembang pada vaksin Covid-19, karena terjadi kesenjangan dalam distribusi vaksin global.

Baru sekitar 1,8 persen orang di Afrika yang divaksinasi dua dosis, jauh berbeda dibandingkan dengan di Uni Eropa dan AS yang telah mencapai sekitar 50 persen, menurut Our World in Data.

Sekitar 101 dosis per 100 orang telah diberikan di negara-negara yang dikategorikan berpenghasilan tinggi oleh Bank Dunia, dengan 100 dosis terlampaui pada pekan ini.

Sedangkan, skala pemberian vaksin Covid-19 di 29 negara berpenghasilan terendah 1,7 dosis per 100 orang.

WHO berpendapat bahwa tidak ada yang aman dari Covid-19 sampai semua orang di muka bumi aman, karena semakin lama dan semakin luas virus menyebar, semakin besar peluang munculnya varian baru, dan memperpanjang krisis global dalam memerangi pandemi.

Baca juga: Anisa Ditolak Disuntik Vaksin Covid-19 di Pekanbaru, Padahal Sudah Datangi Faskes, Ini Sebabnya

Dr Bruce Aylward, penasihat khusus untuk Tedros, mengatakan penundaan booster vaksin Covid-19 itu adalah tentang seruan kepada negara kaya untuk menahan kebijakan mereka.

"Sampai dan kecuali kita membuat seluruh dunia mendapatkannya (vaksin Covid-19) dalam perang melawan pandemi," ucapnya.

"Seperti yang telah kita lihat dari munculnya varian demi varian (Covid-19), kita tidak bisa keluar darinya, kecuali seluruh dunia keluar darinya bersama-sama. Dan dengan perbedaan besar dalam vaksinasi, kita tidak akan mampu mencapainya,” kata Aylward.

Distribusi vaksin Covid-19 yang tidak merata telah menjadi pusat perdebatan selama berbulan-bulan di Badan Perdagangan Dunia, ketika negara-negara berkembang, yang dipimpin oleh India dan Afrika Selatan, menyerukan penghapusan sementara hak kekayaan intelektual (IP) pada vaksin untuk meningkatkan kapasitas manufaktur global.

Sumber Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved