Ferdinand Hutahaean Diolok-olok Netizen, Gara-gara Cuitan Achmad Subardjo Asli Jawa Padahal. . .
Ferdinand Hutahaean kembali menjadi bahan olok-olok warga dunia maya, lho kenapa? Ini sebabnya
Kesempatan tersebut digunakan Achmad Soebardjo untuk belajar tentang politik dan melakukan propaganda untuk mendapatkan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Selain menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda, Ahmad Soebardjo juga aktif di dunia jurnalistik.
Ahmad Soebardjo bergabung sebagai anggota redaksi Indonesia Merdeka dari Majalah Perhimpunan di Belanda (1922-1916), pembantu majalah Kebenaran dan Kemerdekaan (Recht en Vrijheld) cabang Belanda di Amsterdam, dan menjadi koresponden majalah bulanan 'Timbul' yang terbit di Solo (1930-1933).
Ahmad Soebardjo menyelesaikan studinya di Belanda pada 1933 dengan gelar Meester in de Rechten (Mr.) atau Sarjana Hukum di Universiteit Leiden.
Pada April 1934, Ahmad Soebardjo kembali ke Hindia Belanda dan menolak bekerja untuk kepentingan Pemerintah Kolonial.
Dia kemudian bekerja sebagai pembantu di Kantor Hukum Semarang.
Kemudian Achmad Soebardjo pindah ke Surabaya sebagai ahli hukum junior.
Saat di Surabaya kondisi pergerakan nasional di Hindia Belanda sedang mengalami tekanan berat akibat kebijakan represif dari Gubernur Jenderal Mr. P.C. de Jonghe.
Akibat kebijakan tersebut setiap mahasiswa yang baru pulang dari Belanda langsung diawasi oleh Pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Achmad Soebardjo berfokus pada pekerjaannya sebagai pengacara, memperdalam pengetahuaannya di bidang organisasi politik dan politik internasional, serta terus melanjutkan aktivitas jurnalistiknya.
Ketika masa kolonial Belanda, Achmad Soebardjo bersikap non-kooperatif, namun ketika masa penjajahan Jepang, Achmad Soebardjo bersikap kooperatif.
Achmad Soebardjo kemudian dipilih sebagai peneliti dalam biro penelitian angkatan laut Jepang di bawah pimpinan Laksamana Maeda.
Tindakan yang dilakukan oleh Ahmad Subarjo untuk mulai tugas penelitian adalah melakukan perjalanan keliling pulau Jawa.
Dari perjalanan tersebut Achmad Subarjo dapat mengetahui keadaan kehidupan rakyat yang sangat memprihatinkan hasil dari kebijakan tanam paksa dan pengabil-paksaan putera atau keluarga laki-laki demi tujuan militer Jepang.
Achmad Subarjo memberikan laporan mengenai hal tersebut kepada Laksamana Maeda.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/ferdinand-hutahaean-juru-bicara-bpn-prabowo-sandi.jpg)