Bukannya Dapat Perlindungan, Pengungsi Afganistan Ini Malah Ditodong Senpi dan Diusir
Harapan mendapat perlindungan karena takut di negaranya. Puluhan warga Afganistan ini malah ditodong senpi dan diusir paksa
TRIBUNPEKANBARU.COM- Malang nasib warga Afganistan ini. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Harapan ingin mendapat perlindungan ketika negara mereka dikuasai Taliban, eh giliran sudah sampai di lokasi yang dirasa aman justru diusir.
Ya, puluhan warga Afganistan ini berniat mengungsi dengan melakukan perjalanan ke benua Eropa.
Mereka bahkan sudah melakukan perjalanan saat Taliban mulai merangsek masuk ke Kota Kabul.
Salah satu tujuan pengungsi Afganistan ini adalah mendapatkan perlindungan
Baca juga: Militer AS Terlibat Baku Tembak di Afganistan, Bandara yang Dipenuhi Warga jadi Kacau Balau
Namun, siapa sangka bukan tangan terbuka yang mereka dapatkan. Namun puluhan militer Belarus yang menghadang dengan senjata lengkap.
Pengungsi Afganistan ini malah menjadi korban dengan sengaja mereka di bawa ancaman senjata api.
Sebelumnya puluhan warga Afganistan ini terdampar di lahan tak bertuan di dekat Polandia.
Namun keberadaan mereka kemudian malah mendapat intimidasi dari militer Belarus.
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, tentara Belarus mengusir pengungsi Afghanistan ke perbatasan Polandia sambil menodongkan senjata api.
Terkait hal ini, Presiden Belarus Alexander Lukashenko dituding memainkan cara kotor untuk mengacaukan Uni Eropa.
Belarus juga dituduh menahan para migran di hotel-hotel seperti penjara, lalu membawanya ke perbatasan sebagai bagian dari "perang hibrida".
Daily Mail pada Senin (23/8/2021) melaporkan, 32 warga Afghanistan terjebak di tanah tak bertuan selama dua minggu di dekat desa Usnarz Gorny, Polandia.
Baca juga: Orang yang Paling Dicari AS Malah Muncul di Afganistan, Kepalanya Saja Dihargai Rp 72 Miliar
Penerjemah mengatakan, mereka dibawa ke perbatasan oleh pria-pria Belarus yang mengenakan balaclava saat tengah malam.
"Mereka bilang mereka tidak bisa melawan penjaga, yang selalu membawa senjata besar," ujar Anna Alboth (37) dari kelompok amal Minority Rights Group, kepada The Times.
