Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sindiran Keras Buat Aparat, Seniman Gelar Lomba Mural Yang Paling Cepat Dihapus Aparat

Lomba ini sebagai bentuk protes atas sikap represif aparat di Indonesia terhadap mural-mural di beberapa lokasi.

Twitter
Mural mirip Presiden Jokowi dihapus dan pembuatnya diburu 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Lomba Mural Paling Cepat Dihapus Aparat menjadi sindiran keras bagi aparat di Indonesia yang saat ini tengah berburu mural yang mengandung kritikan ke pihak penguasa.

Lomba mural paling cepat dihapus aparat digelar oleh Komunitas Gejayan Memanggil di Yogyakarta.

Lomba ini sebagai bentuk protes atas sikap represif aparat di Indonesia terhadap mural-mural di beberapa lokasi.

Uniknya, pemenang lomba itu ditentukan dari cepatnya karya seni itu direspon oleh aparat.

Humas lomba mural "Gejayan Memanggil" Mimin Muralis menyampaikan, mural atau gambar adalah kebudayaan yang dialami oleh manusia saat mulai anak-anak.

Penghapusan atau pemberangusan karya mural adalah sebagai bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa.

“Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi,’ katanya dikutip dari Kompas.com, Selasa (24/8/2021).

Dia menambahkan, dengan maraknya penghapusan mural yang terjadi di beberapa daerah pihaknya melihat bahwa generasi sekarang merupakan generasi yang tertekan dengan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi.

“Kami berusaha melihat generasi sekarang yang tertekan dengan kebijakan pemerintah menangani pandemi dengan cara otoriter,” ungkapnya.

Langkah penghapusan mural atau gambar di dinding yang diambil oleh pemerintah ini dinilai keliru.

Menurut Mimin, seharusnya gambar-gambar yang tersaji di jalanan ini mendapatkan apresiasi seperti yang dilakukan oleh bangsa Eropa.

“Kita lihat negara-negara Eropa dalam mereformasi politiknya dan negara-negara post kolonial yang merdeka, mereka banyak bertebaran mural-mural yang sifatnya membangun meskipun itu dianggap kritis dan mengancam para politisi,” jelas dia.

Bahkan sekarang ini mural di berbagai negara justru digunakan sebagai daya tarik wisata, sedangkan di Indonesia justru sebaliknya mural dianggap kriminal.

Pihaknya juga menyayangkan banyaknya baliho yang menjadi sampah visual justru dinilai sebagai representasi suara rakyat.

“Padahal itu suara oligarki yang punya uang untuk menyewa papan reklame dan memprinting spanduk banner yang merusak pemandangan kita secara estetik dan politik,” kata dia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved