Polres Sebut Hoaks, Istana, Menteri Hingga DPR Minta Kasus Rudapaksa 2019 di Luwu Timur Diusut Lagi
Peristiwa 2019 yang dilaporkan ibu kandung korban ke sebuah media sempat disebut oleh Polres Luwu Timur sebagai berita tidak benar alias hoaks.
TRIBUNPEKANBARU.COM – Kasus dugaan pemerkosaan yang dialami tiga orang anak berusia di bawah 10 tahun di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 2019 baru-baru ini Viral di Media Sosial.
Berdasarkan laporan ibu kandung ketiga anak, terduga pelaku merupakan ayah kandung mereka sendiri.
Kepolisian Resort atau Polres Luwu Timur dikabarkan telah menutup kasus ini karena barang bukti yang ada dianggap lemah.
Melihat kejadian tersebut, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Herry meminta kepolisian untuk transparan dalam mengungkap kasus dugaan pemerkosaan tersebut.
Menurut Herman, hal ini bukan semata demi memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian, tetapi untuk memberikan keadilan kepada semua pihak.
Ia pun berharap, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat segera memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur jika ditemukan bukti baru.
“Lakukan penyelidikan menyeluruh sesuai prosedur yang benar dan ungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya," kata Herman dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (9/10/2021).
Kekerasan seksual, khususnya terhadap anak, tambah Herman, harus menjadi perhatian bagi masyarakat karena ini merupakan kejahatan yang sangat serius.
“Aparat penegak hukum harus memastikan tidak ada ruang sekecil apa pun bagi mereka yang melakukan kejahatan keji. Terlebih, pelaku berpikir bisa lolos dari jerat hukum setelah melakukannya," ucap politikus dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.
Herman juga meminta petugas kepolisian untuk menyelesaikan kasus dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur secara profesional.
"Kasus kekerasan seksual, khususnya terhadap anak, harus diselesaikan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pastikan pelakunya mendapat hukuman. Di saat yang sama, polisi juga harus melindungi identitas korban dan anak. Utamakan kepentingan terbaik mereka," kata Herman.
Aparat kepolisian, imbuh Herman, harus bisa memberikan keadilan yang seadil-adilnya kepada semua pihak. Dengan cara ini, rasa keadilan di masyarakat bisa dipulihkan, termasuk kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian.
Jika kasus tersebut dibuka kembali, Herman mengimbau kepada masyarakat untuk mengawal jalannya penyelidikan hingga ditemui titik terang perkara sebenarnya.
"Di sisi lain, saya memberi apresiasi kepada masyarakat yang telah bersuara lewat media sosial hingga kasus ini mengemuka kembali. Bila kasus ini dibuka saat ada bukti baru, mari bersama-sama kawal perkembangannya hingga ditemukan kejelasan atas kejadian sebenarnya," tuturnya.
Pihak Polisi Malah Sebut Kasusnya Hoaks
Sejumlah kalangan mendesak aparat kepolisian untuk kembali membuka kasus dugaan pemerkosaan tiga anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh ayah kandung mereka di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Peristiwa yang diduga terjadi tahun 2019 itu sempat ditangani oleh Polres Luwu Timur, sebelum akhirnya dihentikan karena dianggap tidak cukup bukti.
Belakangan, kasus itu kembali mencuat setelah cerita ibu korban, Lydia, bukan nama sebenarnya, diunggah Project Multatuli melalui situs web dan disebarkan oleh berbagai akun media sosial.
Pihak Polres Luwu Timur sempat melabeli cerita yang diunggah itu tidak benar alias hoaks.
Namun, perjuangan Lydia mencari keadilan atas anak-anaknya terdengar sampai Ibu Kota.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya membuka kembali penyelidikan perkara ini.
Siti meminta pihak kepolisian kembali melakukan penyelidikan dengan melihat kepentingan anak yang diduga menjadi korban pemerkosaan.
Desakan yang sama muncul dari Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani.
Arsul meminta perkara ini ditangani langsung oleh Mabes Polri karena terdapat kejanggalan dalam penutupan penyelidikan perkara yang dilakukan Polres Luwu Timur.
“Kasus-kasus yang viral dan mendapatkan atensi publik seperti ini memang selanjutnya, sebaiknya, diambil alih Mabes Polri,” terang Arsul kepada Kompas.com, Jumat (8/10/2021).
Ia menegaskan bahwa Komisi III akan meminta Biro Pengawasan Penyidikan Mabes Polri serta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri ikut menangani perkara ini.
Ia minta keputusan untuk menghentikan penyelidikan oleh Polres Luwu Timur ditilik kembali, apakah sudah sesuai dengan prosedur tetap (protap) yang berlaku, dan telah menggali semua informasi atau belum.
Turunkan tim
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan mengirimkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (Sapa 129) guna melakukan asesmen lanjutan atas penanganan perkara pemerkosaan ini.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga menjelaskan, nantinya Sapa 129 juga akan membantu pengumpulan informasi yang diperlukan.
Sebab, jika ditemukan bukti-bukti baru maka pihak kepolisian dapat membuka kembali perkaranya.
“Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya,” jelasnya.
Desakan dari Istana
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani berharap Polri segera membuka kembali proses penyelidikan.
KSP turut menyampaikan keprihatinan atas terjadinya perkara dugaan pemerkosaan tersebut.
“Peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat,” tutur dia.
Jaleswari menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak bisa menoleransi predator seksual anak.
Maka, pada 7 Desember 2020, Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Jaleswari menungkapkan, Jokowi pernah memberi arahan agar kasus kekerasan seksual pada anak segera diselesaikan.
“Terutama terkait dengan kasus pedofilia dan kekerasan seksual pada anak,” imbuh dia.(*)
Sumber : Kompas.com
