Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ini Sosok Panglima TNI Pertama Dan Termuda Dalam Sejarah Indonesia

Ia menjabat sebagai panglima TNI di usia 29 tahun. Kala itu TNI masih bernama TKR.

istimewa
Panglima Besar Jendral Sudirman 

Lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga dan meninggal di Yogyakarta pada 29 Januari 1950, Sudirman merupakan pejuang yang mati muda (dalam usia 34 tahun).

Pada umur 29, Soedirman muda sudah menjadi panglima angkatan bersenjata (waktu itu bernama Tentara Keamanan Rakyat - TKR) yang uniknya terpilih secara demokratis di antara para komandan dari berbagai daerah.

Keraguan pimpinan negara terhadap Sudirman sirna ketika ia membuktikan kemampuannya mengusir pasukan Sekutu yang jauh lebih canggih persenjataannya dengan strategi "Supit Urang" yang menjepit musuh dari dua sisi di Ambarawa.

Sudirman bersimpati dengan kelompok Tan Malaka yang mempelopori Persatuan Perjuangan yang menuntut syarat perundingan dengan Belanda adalah "Merdeka 100 persen". Sudirman mengatakan "Lebih baik kita diatom daripada tidak merdeka 100 persen."

Namun  terdapat kontroversi dalam kasus 3 Juli 1946 ketika serombongan tokoh datang ke Istana di Yogyakarta menuntut penggantian kabinet.

Dalam sejarah resmi yang dituding terlibat adalah pendukung Tan Malaka.

Pemerintah Sukarno-Hatta tidak menuduh Sudirman, jika ini dilakukan, tentu akan muncul reaksi keras dari para prajurit.

Pada buku Harry Poeze mengenai Tan Malaka (jilid 2, tahun 2009) diuraikan tentang sejauh mana keterlibatan Sudirman dalam peristiwa tersebut.

Dalam buku karya Paul Stange, Kejawen Modern (2009), disebutkan Sudirman menghadiri pertemuan kebatinan Sumarah.

Pada masa revolusi kelompok ini cukup banyak pengikutnya di kalangan tentara, yang dipercayai dapat memberi ilmu kebal atau tidak kelihatan oleh musuh.

Selama ini Sudirman dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah dan kepanduan Hizbul Wathan, namun apakah ia juga mengikuti ajaran kebatinan Sumarah? Sampai kini masih menjadi tanda tanya.

la menderita sakit TBC dan dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Sebagai tanda terima kasih ia sempat menulis puisi "Rumah nan Bahagia" yang kemudian diabadikan pada salah satu ruangan tempat ia dirawat.

Sebelah paru-parunya "diistirahatkan" dan ketika bergerilya setelah Agresi Militer II Desember 1948, ia ditandu dengan hanya sebelah paru-paru.

Ketika itu streptomisin baru ditemukan dan pemerintah berupaya mendapatkannya di Jakarta yang sudah dikuasai Belanda, untuk mengobati Sudirman.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved