Dituding Mualafkan Warga Hindu, India Blokir Badan Amal Bunda Teresa
Ektremis Hindu di India menuding badan amal Bunda Teresa kedok untuk membujuk warga miskin di India pindah ke agama Kristen.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kelompok ekstremis Hindu di India semakin hari semakin membabi buta dalam menekan agama minoritas.
Usai menuduh warga muslim menggunakan trik 'jihad cinta' untuk memualafkan umat Hindu di India, kini kelompok radikal yang berafiliasi dengan partai penguasa tersebut menuding badan amal milik umat Kristen sebagai kedok untuk mengkonversi umat Hindu menjadi Kristen.
Mereka menuding badan amal itu membantu warga miskin dengan syarat mau pindah agama ke Kristen.
Akibat tudingan kelompok ekstremis Hindu itu, pemerintah India pada Senin (27/12/2021), menolak memperbarui lisensi yang sangat penting bagi Missionaries of Charity (MoC) Bunda Teresa untuk dapat mengamankan pendanaan asing.
Ini berarti Pemerintah India telah memotong sumber pendanaan utama bagi badan amal tersebut untuk menjalankan program-programnya menolong orang-orang miskin di India.
Beberapa tahun belakangan ini, ekstremis Hindu radikal memang resah dengan banyaknya warga India memilih pindah agama ke Islam atau ke Kristen.
Sebab itu, kelompok Hindu radikal yang berafiliasi ke partai penguasa mencoba dengan segala cara untuk menekan pergerakan agama minoritas di negara itu.
MoC yang berdiri pada 1950 silam itu memiliki lebih dari 3.000 biarawati di seluruh dunia yang mengelola rumah perawatan, dapur komunitas, sekolah, koloni penderita kusta, dan panti asuhan untuk anak-anak terlantar.
Dikutip dari Reuters, Selasa (28/11/2021), Pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi menolak lisensi untuk badan amal di bawah Undang-Undang Peraturan Kontribusi Asing (FCRA) pada Sabtu (25/12/2021), setelah menerima masukan diskriminatif dari para simpatisan partainya.
"Sambil mempertimbangkan permohonan pembaruan MoC, beberapa masukan yang merugikan diperhatikan," terang Kementerian Dalam Negeri India, tanpa memberikan perincian.
Sementara, MoC dalam sebuah pernyataan mengonfirmasi bahwa permohonan pembaruan lisensi pendanaan asing mereka belum disetujui.
MoC pun telah meminta pusatnya untuk tidak mengoperasikan akun kontribusi pendataan asing sampai masalah tersebut diselesaikan.
Langkah Pemerintah India ini dilakukan untuk menindaklanjuti tudingan kelompok garis keras Hindu yang berafiliasi dengan partai Modi yang menuduh MoC memimpin program konversi agama dengan kedok amal.
Mereka menuding MoC menawarkan agama dengan imbalan makanan, obat-obatan, uang, pendidikan gratis ,dan tempat tinggal kepada orang-orang Hindu yang miskin dan komunitas kasta rendah.
MoC telah menepis tuduhan ini. Sebelumnya, Kepala menteri Banerjee dari Benggala Barat, tempat MoC bermarkas, menulis dalam sebuah tweet bahwa dia terkejut mendengar bahwa pada hari Natal, Kementerian Persatuan telah membekukan semua rekening bank MoC di India.
“Sebanyak 22.000 pasien & karyawan mereka dibiarkan tanpa makanan dan obat-obatan. Sementara hukum adalah yang terpenting, upaya kemanusiaan tidak boleh dikompromikan,” kata Banerjee, seorang pemimpin oposisi dan kritikus vokal pemerintah Modi.
Namun pemerintah federal mengatakan rekening MoC dibekukan oleh bank berdasarkan permintaan dari badan amal itu sendiri.
Sementara itu, Vikaris Jenderal Dominic Gomes dari Keuskupan Agung Calcutta mengatakan pembekuan rekening itu adalah "hadiah Natal yang kejam bagi yang termiskin dari yang miskin".
Anti Natal di India
Perselisihan itu terjadi beberapa hari setelah kelompok garis keras Hindu mengganggu kebaktian gereja Natal di beberapa bagian India, termasuk di beberapa negara bagian yang diperintah oleh partai Modi menjelang pemilihan lokal dalam beberapa bulan mendatang.
Serangan terhadap minoritas di India Sejak Modi berkuasa pada 2014, kelompok-kelompok Hindu sayap kanan telah mengkonsolidasikan posisi mereka di seluruh negara bagian dan melancarkan serangan terhadap minoritas, mengklaim bahwa mereka berusaha mencegah konversi agama.
Orang Kristen dan kritikus lainnya mencatat bahwa orang Kristen hanya mewakili 2,3 persen dari 1,37 miliar penduduk India, sementara umat Hindu adalah mayoritas.
Mereka menolak alasan yang diberikan oleh beberapa kelompok Hindu untuk mencegah konversi sebagai alasan kekerasan terhadap orang Kristen.
Surat kabar di India pada Senin melaporkan adanya gangguan dalam perayaan Natal pada akhir pekan lalu, termasuk perusakan patung Yesus Kristus seukuran manusia di Ambala di Haryana, sebuah negara bagian utara yang diperintah oleh Partai Bharatiya Janata Party (BJP) nasionalis Modi.
Dikatakan para aktivis membakar model Sinterklas dan meneriakkan slogan-slogan anti-Natal di luar sebuah gereja di Varanasi, daerah pemilihan parlemen Modi dan kota paling suci bagi umat Hindu.
Elias Vaz, wakil presiden nasional Persatuan Katolik Seluruh India, mengutuk insiden terbaru yang terjadi di India.
"Kekuatan India terletak pada keragamannya dan orang-orang yang melakukan ini pada Natal adalah anti-nasional yang sesungguhnya," kata Vaz.
Dihubungi melalui telepon oleh Reuters, pemerintah federal dan negara bagian menolak mengomentari protes tersebut.
Beberapa negara bagian India telah meloloskan atau sedang mempertimbangkan undang-undang anti-konversi yang menantang hak kebebasan berkeyakinan yang dilindungi secara konstitusional di negara tersebut.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/warga-india-takut-dipenjara-karena-pindah-agama-kristen.jpg)