Misi Terselubung Jepang, Rela Habiskan Uang Negara Rp 26 Triiliun untuk AS, Singgung Korut dan China
Jepang dalam misi yang terselubung. Rela habiskan uang negara Rp 26 triliun demi Amerika Serikat. Mereka singgung Korut dan China. Aada Apa?
TRIBUNPEKANBARU.COM- Demi Amerika Serikat, Jepang rela menggelontorkan uang hingga Rp 26 triliun.
Uang tersebut dipakai untuk membangun pangkalan militer AS dan juga untuk mengganji serdadu dan untuk pengoperasian gedung di pangkalan militer AS.
Jepang ingin Amerika Serikat memberikan pengaruh teknologi kepada Jepang.
Baca juga: Pakai Antibodi Burung Unta, Peneliti Jepang Buat Masker yang Bisa Bersinar Saat Deteksi Covid-19
Salah satunya untuk menandingi teknologi persenjuataan milik China dan Korea Utara.
Teknologi yang dimaksud Jepang yakni sistem pertahanan terhadap peluru kendali hipersonik.
Dengan harapan itulah kemudian Jepang rela menghabsikan anggaran negaranya demi AS.
Tentu saja diharapkan akan ada imbas dari keberadaan pasukan AS di negeri Sakura.
Selain itu, apakah sebenarnya misi Jepang?
Tambah Anggaran
Pemerintah Jepang meningkatkan anggaran untuk pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di wilayahnya sebesar lima persen.
Menurut perjanjian terbaru yang diumumkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken itu, Tokyo akan membayar 211 miliar yen atau hampir Rp 26 triliun setiap tahun, selama lima tahun mendatang.
"Perjanjian baru ini akan menginvestasikan sumber daya yang lebih besar untuk memperdalam kesiapan dan kemampuan interoperabilitas kita,” kata Blinken dalam pembukaan pertemuan virtual antara pejabat pertahanan kedua negara, Jumat (7/1/2022).
"Sekutu kami tidak hanya harus memperkuat perlengkapan yang ada, tetapi juga mengembangkan teknologi baru,” imbuhnya, antara lain merujuk pada sistem pertahanan terhadap peluru kendali hipersonik China dan Korea Utara.
Jepang tidak hanya membiayai gaji serdadu dan pegawai, tetapi juga membayar ongkos pengoperasian gedung di pangkalan-pangkalan militer AS.
Perjanjian lima tahunan antara kedua negara itu seharusnya diperpanjang pada 2020 silam. Namun perundingan dibekukan menyusul tuntutan bekas Presiden AS Donald Trump agar Jepang membayarkan kontrobusi yang lebih besar.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, kepentingan AS adalah mengembangkan peran dan misi agar sesuai dengan kemampuan Jepang dalam berkontribusi terhadap perdamaian dan stabiltas regional.
Baca juga: China Gerah, Jepang dan Amerika Pasang Badan untuk Taiwan
Baca juga: Bahkan,Jepang & China Merugi karena Kereta Cepat, Amerika Serikat Juga Buntung
Ketegangan picu perlombaan senjata
Jepang belum lama ini mencabut doktrin pasifis anti-perang dari dalam konstitusi. Sejak itu Tokyo giat merangkai aliansi dengan AS, dan baru-baru ini Australia, seiring menguatnya hegemoni China.
Situasi di kawasan saat ini kembali memanas menyusul kisruh dengan Taiwan. Negeri kepulauan yang oleh China diklaim sebagai wilayahnya itu membina hubungan erat dengan Tokyo dan Washington.
"Aksi provokatif Beijing meningkatkan ketegangan di Selat Taiwan, Laut China Timur dan Selatan,” kata Blinken, sembari menyebut program peluru kendali Korea Utara sebagai ancaman aktual terhadap keamanan regional.
Seusai pertemuan, kedua pihak menerbitkan surat pernyataan bersama yang menentang upaya China melangkahi tatanan hukum global, untuk melancarkan klaim teritorial di perairan Asia Pasifik.
AS dan Jepang juga mengungkapkan "kekhawatiran serius” terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di Xinjiang, Hong Kong, serta menyerukan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Menanggapi pernyataan tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengungkapkan, reaksi Beijing digerakkan oleh kekecewaan besar dan sikap oposisi terhadap tindakan AS, Jepang dan Australia, mencampuri urusan dalam negeri China.
"AS, Jepang, dan Australia berbicara tentang kemerdekaan, keterbukaan dan toleransi, padahal faktanya mereka bersekongkol membentuk grup kecil, dan membidik negara lain, demi unjuk kekuatan, dan melakukan intimidasi militer,” katanya, Jumat.
Kamis (6/1/2022), Jepang dan Australia menandatangani perjanjian tengaran untuk memperkuat kerjasama pertahanan. Bulan lalu, Perdana Menteri Fumio Kishida mengumumkan rekor anggaran pertahanan baru sebesar 47.2 miliar dollar AS atau hampir Rp 700 triliun. Kenaikan itu merupakan yang kesepuluh dalam satu dasawarsa terakhir.
Baca juga: Inilah Penampakan Sepeda Motor Terbang Buatan Jepang yang Dibandrol Rp 10 Miliar, Tertarik?
Jalin Kerjasama Pertahanan
Australia dan Jepang bakal menandatangani perjanjian pertahanan dan keamanan dalam pertemuan virtual.
Melansir ABC News, Kamis (6/1/2022), kesepakatan tersebut merupakan langkah terbaru untuk memperkuat hubungan di tengah meningkatnya pengaruh militer dan ekonomi China di kawasan Indo-Pasifik.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, dia dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida akan menandatangani perjanjian bernama Perjanjian Akses Timbal Balik (RAA) tersebut.
RAA akan menjadi perjanjian yang untuk pertama kalinya menetapkan kerangka kerja bagi pasukan Australia dan Jepang untuk bekerja sama satu sama lain.
"(RAA) akan mengantarkan babak baru dalam kerja sama pertahanan lanjutan antara Australia dan Jepang untuk menghadapi lingkungan baru dan bahkan lebih menantang, khususnya di Indo-Pasifik," kata Morrison dalam konferensi pers.
Morrison menambahkan, RAA akan menjadi satu-satunya status perjanjian kekuatan timbal balik Jepang.
"Dan itu merupakan sesuatu yang sangat signifikan mengenai tingkat kepercayaan dan kemitraan membela keamanan Indo-Pasifik, dan nilai-nilai demokrasi yang kita junjung tinggi, dan kemitraan yang kita miliki dengan begitu banyak negara di kawasan ini, khususnya di seluruh ASEAN," imbuh Morrison.
Sebelumnya, Morrison dan mantan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga sudah mengumumkan "prinsip" mengenai RAA pada 2020.
Hubungan pertahanan dan keamanan terbaru antara Australia dan Jepang itu bakal mempererat kelompok Quad.
Quad merupakan kelompok yang terdiri dari empat negara yakni AS, Jepang, India, dan Australia.
RAA juga akan memperluas upaya Quad dalam mengatasi kekhawatiran bersama tentang China, termasuk tekanannya terhadap Taiwan, sengketa perdagangan, dan kebebasan navigasi di kawasan itu.
Baca juga: Joker Jepang bikin Gempar, Lukai 18 Orang, Mengaku Sengaja Brutal karena Ingin Dihukum Mati
Di sisi lain, China menanggapi perjanjian tersebut dengan mengatakan bahwa perjanjian bilateral harus mempromosikan kepercayaan regional, perdamaian, dan stabilitas.
"Itu tidak boleh menargetkan atau merugikan kepentingan pihak mana pun," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin ketika ditanya tentang RAA dalam jumpa pers harian pada Rabu.
"Samudera Pasifik cukup besar untuk pembangunan bersama negara-negara di kawasan. Sepanjang garis yang sama, perdamaian dan stabilitas di Pasifik bergantung pada upaya bersama negara-negara di kawasan," tutur Wang.
"Kami berharap Pasifik akan menjadi lautan damai, bukan tempat untuk membuat gelombang," sindir Wang.
Australia dan Jepang juga berencana membahas peluang memperkuat kemitraan pemerintah dan bisnis di bidang energi bersih, teknologi, dan material penting.
"Kerja sama kami juga mencakup agenda yang diperluas untuk Quad dengan India dan AS, dan pendekatan berbasis teknologi bersama kami untuk mengurangi emisi karbon," kata Morrison sebelumnya.
Juru Bicara Pemerintah Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan tantangan bersama akan dibahas secara gamblang dalam pertemuan tingkat tinggi yang akan berlangsung pada Kamis.(*)
(Tribunpekanbaru.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/kekuatan-militer.jpg)