Tempe Bu Iswati Tetap Tembem, Katanya Jual Rugi Demi Pelanggan
Harga kedelai yang mahal membuat perajin tempe mengeluh. Namun begitu para perajin tempe di gresik tetap mempertahankan ketebalan tempenya
"Kalau dikurangi kasihan pelanggan. Tidak apa-apa kita mengalah dahulu. Namanya juga usaha. Kadang ada untung ada rugi, sekarang lagi rugi. Kami tetap produksi daripada meliburkan karyawan karena lebih kasihan mereka," imbuh Iswati.
Dikatakannya harga kedelai yang naik hingga Rp 11 ribu itu sudah sangat parah dibanding kenaikan sebelumnya.
Iswati berharap bisa menurunkan harga kedelai. Sehingga harga tahu juga bisa turun.
"Berharap kedelai tersedia dan harganya murah. Kalau bisa di bawah Rp 10 ribu," imbuhnya.
Imbas kenaikan kedelai impor membuat pengusaha tempe di wilayah Kebomas hanya bisa pasrah.
Aisyah (37) pengusaha tempe mengaku kenaikan harga kali ini paling parah.
Dia hanya bisa berharap agar pemerintah memiliki cara untuk menstabilkan harga kedelai.
"Saya beli kedelai dari agennya sudah mahal. Mohon pemerintah agar harga ini stabil, tidak tiba-tiba naik. Kami yang pengusaha kecil rumahan ini biar tidak bingung jualannya," kata Aisyah.
Dahulu, pengusaha tempe di Desa Klangonan khususnya di RT 09 cukup banyak.
Warga yang tidak produksi tempe di tahun 90an masih bisa dihitung jari.
Tahun ini kebalikannya, jumlah warga yang masih produksi tempe malah bisa dihitung jari.
Hanya lima sampai enam warga yang masih bertahan memproduksi tempe di RT setempat
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengusaha Tahu di Gresik Jatim Tidak Mau Kurangi Ketebalan: Pilih Sementara Merugi.
