Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Siak

Benarkah Lahan di KITB Diperjualbelikan? Ini Penjelasan Pihak PT SPS

BUMD PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) menjawab tudingan yang santer mengatakan ada jual beli lahan di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB).

Penulis: Mayonal Putra | Editor: Ariestia
Dok Tribun Pekanbaru/Melvinas Priananda
BUMD PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) menjawab tudingan yang santer mengatakan ada jual beli lahan di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB). FOTO ILUSTRASI - Lahan. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - BUMD PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) menjawab tudingan yang santer mengatakan ada jual beli lahan di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB).

Hal tersebut dijawab oleh Direktur PT SPS Bob Novitriansyah, Selasa (15/3/2022).

Ia menjelaskan, Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT. Samudra Siak (SS) terus menggesa pengelolaan lahan dan pelabuhan pada KITB di kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau.

Sebagai BUMD yang diberikan kewenangan mengelola pemanfaatan KITB oleh Pemkab Siak, PT SPS terus berusaha mendatangkan investor.

Hal tersebut dalam upaya percepatan pembangunan kawasan tersebut.

“Di tengah keterbatasan anggaran daerah demi pelaksanaan pembangunan Kabupaten Siak serta pembangunan dan operasional kawasan KITB, mendatangkan investor merupakan cara terbaik guna mewujudkan hal tersebut,” kata dia.

Ia menyadari upaya tersebut memunculkan polemik di tengah masyarakat. PT SPS ditunding menjual lahan Pemkab Siak kepada PT DSPM (Capitol Group) dan PT ORI asal Korea Selatan dengan nilai miliaran rupiah.

“Saya tegaskan bahwa tidak ada yang namanya menjual aset daerah,” kata dia.

Saat ini pihaknya memberikan kesempatan kepada investor untuk berinvestasi pada lahan yang disediakan dengan sistem pengalihan hak (HGB di atas HPL) untuk jangka waktu 30 tahun.

Sementara status lahan tersebut masih tetap dimiliki Pemkab Siak (HPL).

Ia menuturkan, Pemkab Siak memiliki lahan di Kampung Mengkapan dan Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit dalam bentuk Hak Pengelolaan (HPL) seluas 600 Ha. Ini dibuktikan dari kepemilikan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 02 tertanggal 23 Maret 2011 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Hal ini sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat (1) b dan Pasal 11).

Lahan itu diperuntukan sebagai lahan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) dengan luas 300 Ha dan lahan Kawasan Penunjang Pelabuhan Tanjung Buton seluas 300 Ha.

Untuk kawasan Penunjang Pelabuhan, pengelolaan pemanfaatannya diserahkan kepada PT SPS dengan sistem penunjukan langsung dalam bentuk Hak Guna Bangunan. Hal itu diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 36 b untuk jangka waktu 30 tahun.

“Pemberian kewenangan itu dilakukan bertahap, sesuai kebutuhan investor yang akan berinvestasi di kawasan penunjang pelabuhan,” kata dia.

Dalam hal ini, Pemkab Siak memberikan HGB di atas HPL sebanyak dua bidang tanah, masing-masing lahan seluas 53 Ha dan 42 Ha untuk PT SPS.

Lahan tersebut telah memiliki sertifikat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Siak dengan Nomor 00001 tertanggal 8 Maret 2019 untuk lahan seluas 53 Ha dan HGB Nomor 00011 tertanggal 12 Oktober 2020 untuk lahan seluas 42 Ha.

Dari lahan 42 Ha itu, PT SPS kemudian mengalihkan pemanfaatan HGB-nya kepada investor sebanyak dua bidang, yakni 20 Ha kepada PT DSPM dengan HGB Nomor 00012 tertanggal 11 Oktober 2021 dan 15 Ha kepada PT ORI dengan HGB Nomor 00013 tertanggal 11 Oktober 2021.

“Lahan tersebut tidak dijual, hanya dilakukan peralihan pemanfaatan HGB kepada investor, salah satunya PT ORI yang pemegang sahamnya berasal dari Korea Selatan dan berencana membangun tangki timbun CPO di kawasan KITB dengan jangka waktu tertentu,” kata dia.

Dengan demikian, kata dia, tidak ada yang namanya jual beli lahan aset pemerintah. Ia sekali lagi menegaskan bahwa hanya alih pemanfaatan lahan dari PT SPS kepada investor.

Ditambahkan, untuk pengalihan pemanfaatan lahan dari PT SPS kepada investor ataupun dari investor kepada pihak lain, harus ada persetujuan pemilik HPL, dalam hal ini Pemkab Siak.

Semua mekanisme sudah diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 42. Jadi yang ingin ditekankan adalah tidak ada yang namanya jual beli lahan, namun hanya pengalihan HGB dengan memiliki jangka waktu.

Dijelaskan, pemegang HGB harus menggunakan lahan sesuai rencana yang diajukan dari pemegang HGB kepada pemilik HPL, saat pengajuan awal dan harus merealisaikan tujuan penggunaan lahan maksimal dua tahun sejak HGB diterbitkan.

Setiap pengalihan HGB tentu harus melalui mekanisme sesuai peraturan BPN, yakni memiliki Akta Jual Beli (AJB) dengan PPAT, membayar kewajiban seperti Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kantor Pertanahan dan biaya-biaya lain yang ditetapkan berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 38.

"Jadi, akta jual beli dimaksud hanya syarat sesuai mekanisme dan bukan semata-mata dalam artian jual beli lahan," tukasnya.

"PP 18 tahun 2021 ini dibuat berdasarkan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) untuk melakukan simplifikasi regulasi dan perizinan demi mendorong iklim investasi".

Pemerintah Kabupaten Siak juga tidak bosan-bosannya mengajak masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah. Termasuk dalam hal ini, dengan diberikan kewenangan kepada BUMD PT SPS untuk mempercepat pembangunan di KITB.

“Diharapkan banyak investor yang mau menanamkan investasinya di KITB, sehingga dapat banyak terciptanya lapangan kerja serta terwujudnya percepatan pembangunan di Kabupaten Siak,” kata dia. (tribunpekanbaru.com/mayonal putra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved