Bahas Lord Luhut "Bermain" Tambang Emas Papua di YouTube, Dua Aktivis HAM Jadi Tersangka
Kedua aktivis itu juga memaparkan jika para pejabat atau purnawirawan TNI AD berkubang di balik bisnis tambang emas di bumi Cendrawasih itu.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi tersangka setelah mengungkap dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarives) Luhut Binsar Panjaitan di sejumlah tambang emas di Papua.
Kedua aktivis itu juga memaparkan jika para pejabat atau purnawirawan TNI AD berkubang di balik bisnis tambang emas di bumi Cendrawasih itu.
Pemaparan Haris dan Fatia itu berasal dari hasil riset sejumlah organisasi, seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka.
Namun, hasil riset yang mereka paparkan di kanal YouTube Haris Azhar itu menjadi boomerang.
Mereka dilaporkan oleh Luhut yang merasa nama baiknya dicemarkan.
Haris dan Fatia akan diperiksa perdana sebagai tersangka pada Senin (21/3/2022) di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
KontraS dalam pernyataan tertulisnya menyebut, Haris dan Fatia menjadi "korban kriminalisasi pejabat publik"
"Padahal video tersebut mengungkap fakta penting: Bahwa pejabat publik mencampurkan antara bisnis dan jabatannya. Salah satu hal yang paling dilarang dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance),"tulus keterangan dari KontraS dikutip pada Minggu (20/3/2022)
Lebih jauh, KontraS menilai, pada masa sekarang, mengungkap suatu kejadian justru bisa menjadi senjata makan tuan.
Pihak yang berniat membongkar suatu skandal, justru bisa menjadi 'pesakitan'.
"Namun mengungkap fakta tersebut di Indonesia kini resikonya adalah pemenjaraan meskipun Haris-Fatia memiliki bukti yang solid dalam pengungkapan tersebut," terang KonstraS
KontraS menilai, bahwa kasus ini ialah pemidanaan yang dipaksakan mengingat terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan, diantaranya penerapan pasal dalam penyidikan tak memenuhi unsur pidana, proses penyidikan yang melanggar SKB Pedoman Implementasi UU ITE.
Maka dari itu, KontraS menyatakan bahwa penetapan tersangka ini tentu harus diuji secara hukum, supaya penggunaan instrumen hukum dan aparat penegak hukum untuk tujuan membungkam tidak dibiarkan leluasa dan terus diulang-ulang oleh pihak yang merasa berkuasa.
"Sebagaimana dengan janji jabatannya, aparat penegak hukum hanya mengabdi pada konstitusi dan negara, bukan mengabdi pada kekuasaan. Untuk itu, berhentilah menjadi alat kekuasaan dan kembali melayani konstitusi dan kepentingan publik, bukan kepentingan individu."
"Bahkan, proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif," terangnya
