Larangan Ekspor CPO dan Migor
Pengamat Ekonomi Universitas Riau Prediksi Larangan Ekspor CPO Tak Bakal Lama, Ini Sebabnya
Pengamat Ekonomi Universitas Riau, Dr Edyanus tidak yakin pelaranagn ekspor CPO dan migor bisa diterapkan, banyak yang berkepentingan di bisnis itu
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Adanya kebijakan penutupan ekspor CPO dan minyak goreng, ini menjadi pukulan berat bagi industri sawit dan minyak goreng. CPO yang tidak boleh diekspor itu, Rp500 triliun nilainya.
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Riau, Dr Edyanus Herman Halim, mungkin selama ini agak sulit bagi pemerintah untuk berkoordinasi untuk mendapatkan kontribusi dari perusahaan-perusahaan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Adanya 'mafia-mafia' minyak goreng, membuat pemerintah seperti dilecehkan oleh para pelaku ekonomi ini. Sehingga secara membabi buta keluar peraturan seperti itu.
"Tapi saya tidak yakin peraturan ini bisa diterapkan atau diimplementasikan. Banyak yang berkepentingan di situ. Ada tenaga kerja, ada perjanjian kontrak dengan asing yang mungkin sudah ditandatangani oleh perusahaan," paparnya.
Mungkin sudah tanda tangan oleh perusahaan, jadi kalau tidak terpenuhi mereka bisa kena sanksi juga.
Mungkin nanti seiring keluarnya kebijakan ini akan ada pilahnya sedikit.
"Saya tidak yakin akan dilarang total dalam jangka waktu lalu. Kalau begitu namanya membunuh usaha dan investasi di bidang sawit ini" ujar Edyanus.
Tapi mungkin akan ada pengetatan sehingga kebijakan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat bisa didukung oleh perusahaan sawit.
"Kemarin ada DMO, HET, tidak jalan di lapangan. Artinya pemerintah sudah memberikan kebijakan cukup longgar. Kalau 20 persen di dalam negeri, 80 ekspor," imbuhnya.
Walaupun di dalam negeri ada opportunity lost, artinya dijual di luar negeri lebih untung dan dalam negeri untungnya sedikit. Tapi 80 persen yang diekspor kan bisa menutupi itu.
Di sana ada kontribusi secara bersama yang kemarin diharapkan itu. Tapi kenyataan tidak jalan. Mereka bermain pula, para distributor itu. Tiba-tiba minyak goreng hilang.
"Kalau saya amati membuat pemerintah seperti 'jengkel'. Tiba-tiba Pak Jaksa Agung menemukan pula ada keterlibatan oknum pemerintah dalam memberikan izin ekspos. Jadi seperti tongkat membawa rebah nampaknya," ulasnya.
Oleh sebab itu, mungkin ada kebijakan sangat drastis yang dilakukan pemerintah untuk membuat efek jera.
"Tapi saya percaya dalam pandangan saya, kebijakan itu tidak akan lama, bahkan tidak akan bisa diterapkan," ujarnya.
"Sebaiknya untuk kemajuan bangsa, negara juga masyarakat, kita saling berkontribusi. Pemerintah coba menjalankan aturan dengan baik, jangan malah ada oknum yang ikut bermain di situ," tuturnya.
