Nasib Pilu Balita 3 Tahun, Dianiaya Orangtua, Makan Hanya Mie Instan Kering dan Trauma Air Mengalir
Sejak ibu kandungnya Fi, IR (28) menikah lagi dengan RM (46), F tidak pernah sekalipun mendapat perhatian layak dari kedua orangtuanya.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Nasib tragis dialami balita berusia 3 tahun 3 bulan berinisial F d Kota Tarakan Kalimantan Utara.
Di usianya itu, F mengalami penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya selama dua tahun belakangan.
Di usia 3 tahun 3 bulan, berat badannya hanya sekitar 7 kilogram.
Di usia yang masih dini, ia menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri.
Sejak ibu kandungnya Fi, IR (28) menikah lagi dengan RM (46), F tidak pernah sekalipun mendapat perhatian layak dari kedua orangtuanya.
Luka di sekujur tubuhnya menjadi bukti dari tindakan tidak bermoral tersebut.
Atas laporan masyarakat, kedua orangtua F diamankan Polisi pada Sabtu (24/4/2022).
Baca juga: Update Kasus Kepala Sekolah Dianiaya Kakak Beradik,Masih Bersaudara,Disdikbud Pelalawan Sarankan Ini
Baca juga: Dicari-cari Jelang Berbuka, Balita 2 Tahun Menghilang, Pagi Hari Ditemukan Jarak 50 Meter dari Rumah
Di hadapan polisi, kedua orangtua F mengaku melakukan kekerasan terhadap anak, hanya karena disebabkan F sering rewel dan buang air sembarangan.
Ia selalu dibiarkan berbuat semaunya, ditinggalkan dalam rumah, bahkan jarang mendapat makanan.
Penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan kedua orangtuanya selama dua tahun belakangan, seakan tidak berpengaruh banyak bagi mental dan psikisnya.
"Dia mudah bergaul dan senang diajak bermain. Saat kami kasih makan, dia tidak mau disuapin, semua lauknya dia ambil sendiri dan dia makan sendiri. Peristiwa yang dialaminya seakan memaksa dia tidak bergantung dengan orang lain. Dia seperti dipaksa mandiri," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Tarakan, Maryam, Senin (25/4/2022).
Roman muka balita F juga terlihat ceria dan seakan lepas dari beban setelah sekian lama terkurung dan terkungkung dalam rumah.
"Memang jarang dikasih makan. Waktu kami jemput di rumahnya, orangtuanya tidak ada. Dia hanya makan rebusan kerang, jadi kalau ada mie instan itu terbilang masih mending karena ada yang dia makan," tutur Maryam.
Maryam mengatakan, kasus F tergolong kasus anak yang unik.
Perkembangan nalar dan tingkah laku serta psikisnya, seakan tidak terganggu atas penyiksaan yang dialaminya terus menerus dalam kurun waktu sekitar dua tahunan ini.
Ia sangat ceria, banyak bercerita terkait dunianya, dan memiliki kepribadian mandiri yang jarang ditemukan pada korban kekerasan anak lainnya.
Maryam menceritakan, siapapun orangnya, tentu akan merasa miris dan bergidik jika mendengar cerita perlakuan kedua orangtua si bocah.
Anak sekecil itu harus menerima perlakuan tidak manusiawi, ia terpaksa menerima cakaran, tamparan, dan pukulan serta tindak penganiayaan akibat emosi ayah tiri dan ibu kandungnya.
"Sekujur tubuh dari kepala sampai jempol kaki semua penuh luka. Ada bekas luka lama, bekas cakaran, kulitnya biru biru akibat cubitan. Dan dari hasil visum dokter, ditemukan juga luka bakar diduga bekas sundutan rokok," tutur dia.
Luka-luka baru tersebut cenderung infeksi. Yang terparah adalah luka akibat benturan dan luka serius di bagian kepala F yang butuh perawatan khusus.
"Dari wawancara kami ke sejumlah tetangga, F sering menangis meminta ampun, dia seringkali didengar berteriak 'jangan, sakit'. Tantenya juga cerita sebelum puasa ini, ibunya tarik dia, kepalanya dibenturkan ke tembok. Sungguh kasihan nasibnya," kata Maryam.
Penyiksaan tidak sebatas itu, saat emosi kedua orang tuanya memuncak karena alasan tertentu, F dilemparkan ke sungai di belakang rumahnya.
"Itu sebabnya si anak menjadi takut air yang mengalir. Dia trauma sekali kalau lihat air mengalir, bayangannya dia di sungai dan akan hanyut," imbuh dia.
Terus dipantau DP3A, Dinsos dan Dinkes
Maryam menegaskan, penyiksaan dan kekerasan yang dialami Balita F, disebabkan persoalan yang komplek.
Ada faktor ekonomi, di mana kedua orangtuanya bekerja serabutan. Keduanya ikut bekerja dengan nelayan dan terkadang hanya memulung botol bekas.
Selain itu, kedua orangtuanya yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, menjadi alasan lain dari tindakan tidak manusiawi tersebut.
"Ada kemungkinan kedua orangtuanya ini pemakai (narkoba) berat. Itu kenapa saat emosi, pelampiasan ditujukan pada anaknya, mereka tega lakukan itu seakan bukan kejahatan," ujar dia.
Saat ini, keadaan fisik F berangsur membaik. Berat tubuhnya yang tadinya hanya sekitar 7 kg mulai bertambah menjadi 8 kg.
Meski belum mencapai bobot ideal untuk anak usia 3 tahun yang sekitar 15 kg, namun perubahan tersebut merupakan hasil positif.
"Selama di rumah sakit, dia tidak pernah sekalipun bertanya mana ibu atau bapaknya. Yang dia tanyakan hanya kedua adiknya. Mungkin dia tidak mau peduli dan kami lihat anak ini memiliki kepribadian kuat, cuek, dan mental yang tangguh," lanjut Maryam.
Kasus balita F menjadi keprihatinan dari Pemkot Tarakan.
Sebelum dinyatakan pulih secara mental ataupun fisik, F akan terus mendapat pendampingan dari DP3A, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.
"Kita akan kembalikan F ke keluarganya setelah semua klir, dalam artian luka-luka di kulitnya sembuh, luka dalamnya dan psikologinya pulih. Pengasuhan yang baik adalah keluarga, tentu kami akan kembalikan ke pihak keluarganya, seperti kedua adiknya yang diasuh pihak ibu dan pihak bapaknya," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, balita di Kota Tarakan Kalimantan Utara mengalami tindak penganiayaan dan penyiksaan selama dua tahun oleh kedua orangtuanya.
Kasat Reskrim Polres Tarakan, Iptu.Muhammad Aldy mengatakan, keduanya saat ini sudah menjadi tersangka kasus penganiayaan anak, dengan ancaman Undang-Undang Perlindungan Anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Ibunya atas nama IR kami ancam dengan 5 tahun penjara, sementara suaminya kami ancam dengan 10 tahun penjara," kata Aldi.
( Tribunpekanbaru.com / Kompas.com )
