Perang Rusia vs Ukraina
Ternyata AS dan NATO Sengaja bikin Ukraina Lebih Kuat saat Dihantam Rusia, Ternyata Ini Tujuannya
Terungkap sudah apa tujuan AS dan NATO bikin Ukraina kuat dihadapan Rusia. Ternyata ini tujuan kedua negara sekutu tersebut. Endingnya bisa begini
TRIBUNPEKANBARU.COM- Amerika Serikat dan NATO sudah berencana akan mendamaikan Rudsia vs Ukraina dan bisa mengakhiri perang yang terjadi.
Namun, untuk bisa mendapatkan kata damai tersebut, maka Ukraina harus tetap tampil kuat. Itu yang kemudian menjadikan AS dan NATO begitu kukuh terus mengisimkan berbagai kebutuhan peralatan peranf bagi Ukraina.
Dengan kuatnya UKraina, maka mereka akan punya posisi tawar dengan Rusia. Tentu saja harapannya dengan demikian, kedua negara akan mendapatkan kata sepakat untuk mengakhiri perang yang sudha berjalan lama ini.
Baca juga: Amerika Serikat Pasok Rudal Canggih ke Ukraina, Rusia Tertantang
Baca juga: Lagi, Amerika Kirim Bantuan Senjata Berat, Joe Biden Jadikan Ukraina Area Perang Rusia vs Amerika?
Untuk membicarakan perdamaian tersebut, kedua negara harus bertemua di meja perundingan. Dengan demikian akan ada sebuah keputusan yang kuat untuk kedua negara mengambil sikap untuk menghentikan perang.
Blinken menggemakan pernyataan Stoltenberg.
“Apa yang sedang kami lakukan … adalah untuk memastikan bahwa Ukraina memiliki apa yang mereka butuhkan untuk mempertahankan diri dari agresi ini, untuk mengusirnya dan mendorongnya kembali (ke Rusia),” katanya.
“Dan juga sebagai hasilnya, untuk memastikan bahwa mereka memiliki “posisi tawa-menawar” yang paling kuat di setiap meja perundingan yang muncul.”
Blinken juga mengatakan sulit untuk berspekulasi tentang arah konflik atau kapan akan berakhir.
"Kapannya belum bisa kami katakan, persisnya bagaimana," ujarnya.
“Apa yang bisa kami katakan adalah apa yang akan kami lakukan untuk memastikan bahwa Ukraina memiliki sarana mempertahankan diri dan memiliki kekuatan terkuat di setiap langkah di sepanjang jalan.”
Serangan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari dilakukan setelah kebuntuan berbulan-bulan, soal pengumpulan pasukan Moskwa di dekat perbatasan Ukraina, ketika Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut diakhirinya ekspansi NATO ke bekas republik Soviet.
Setelah kegagalannya merebut Ibu Kota, Kyiv, Moskwa mengurangi tujuan perangnya, dan mengalihkan upaya perangnya ke wilayah Donbas timur dan bagian selatan Ukraina.
Baca juga: Rusia Bersiap Konfrontasi Langsung dengan Amerika Serikat
Baca juga: Sanksi Uni Eropa ke Rusia Tak Berlaku 100 Persen, Uni Eropa Melemah?
Sementara itu, AS dan sekutunya terus memberikan Ukraina peralatan militer untuk melawan invasi.
Bulan lalu, Kongres AS menyetujui tambahan 40 miliar dollar AS (Rp 580 triliun) dalam bantuan militer dan kemanusiaan. Presiden AS Joe Biden mengumumkan paket bantuan keamanan AS yang baru ke Ukraina pada Rabu (1/6/2022) menggunakan dana tersebut.
Paket itu memberi Ukraina “kemampuan baru dan persenjataan canggih”, kata Biden dalam sebuah pernyataan, termasuk sistem roket jarak menengah yang dikenal sebagai HIMARS.
Para pejabat AS mengatakan mereka memberikan bantuan militer ke Ukraina untuk mengatasi perubahan kebutuhan perang. Blinken menyoroti kebijakan itu pada Rabu (1/6/2022).
"Kami telah mengevaluasi apa yang kami yakini dibutuhkan Ukraina untuk ... mempertahankan diri secara efektif," katanya.
“Dan tentu saja, itu berubah selama agresi ini. Apa yang mereka butuhkan untuk menghadapi ancaman ke Kyiv sangat berbeda dari apa yang mereka butuhkan untuk menghadapi apa yang sekarang terjadi di Ukraina selatan dan timur.”
Pertemuan antara Blinken dan Stoltenberg terjadi saat Finlandia dan Swedia mendorong untuk bergabung dengan NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Tawaran kedua negara Nordik untuk aksesi NATO menghadapi penolakan Turki, yang dapat mencegah mereka bergabung dengan aliansi, karena sekutu baru harus disetujui oleh semua 30 anggota yang ada.
Baca juga: Ukraina Gunakan Cara Tak Lazim, 152 Jasad Tentara Ukraina Sengaja Dipasangi Ranjau Menjebak Rusia
Baca juga: Tentara Ukraina Beri Perlawanan Habis-habisan, Pasukan Rusia Tertahan di Donbas
Turki menuduh negara-negara Eropa itu menyediakan tempat yang aman bagi “teroris”, merujuk pada Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Polandia dan Swedia juga telah membatasi penjualan senjata ke Ankara pada 2019 setelah operasi militer Turki melawan pasukan Kurdi di Suriah utara.
Ankara mengatakan perlu melihat “langkah nyata” dari Finlandia dan Swedia untuk dapat merubah penolakannya terhadap keanggotaan NATO mereka.
Pada Rabu (1/6/2022), Stoltenberg mengatakan dia dalam "kontak dekat" dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan serta para pemimpin Finlandia dan Swedia, untuk mengatasi kekhawatiran Ankara.
"Saya akan mengumpulkan pejabat senior dari ketiga negara di Brussel dalam beberapa hari mendatang," katanya.
Seperti dilaporkan, pejabat tinggi NATO dan AS sekapakat akhir perang Rusia-Ukraina kemungkinan hanya akan terjadi jika ada kesepakatan di meja perundingan.
Tetapi, kedua pihak menilai Ukraina harus mampu mempertahankan diri untuk memperkuat posisi mereka dalam perundingan damai dengan Rusia.
Pada konferensi pers bersama di Washington DC pada Rabu (1/6/2022), Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan situasi di medan perang akan mempengaruhi bagaimana negosiasi di masa depan akan berlangsung.
Baca juga: Presiden Putin Sudah Meninggal Dunia Tapi Dirahasiakan Rusia Kata Intelijen, Kelabui Dunia di Media
"Perang tidak dapat diprediksi. Kami dapat memprediksi invasi, tetapi bagaimana perang ini akan berkembang, sangat sulit untuk diprediksi. Apa yang kita ketahui adalah bahwa hampir semua perang berakhir pada tahap tertentu di meja perundingan,” ujar Stoltenberg sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Dia menambahkan bahwa NATO mendukung hak Ukraina untuk membela diri, sambil memercayai kepemimpinan di Kyiv untuk membuat penilaian sendiri dalam pembicaraan dengan Moskwa.
(Tribunpekanbaru.com)
