Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sri Lanka Bangkrut, Warga Dulu Pakai Gas, Kini Gunakan Kayu Bakar untuk Memasak

Dulu Sri lanka bikin Iri India dan banyak negara. Kini negara Sri Lanka bangkrut dan harus terima kenyataan kesulitan di banyak kebutuhan

Editor: Budi Rahmat
AFP
Sri Lanka bangkrut. Warganya kini pakai kayu bakar untuk memasak 

TRIBUNPEKANBARU.COM- Dulu Sri lanka telah membuat iri India dan negara tetangga di Asia Selatan.

Negara Sri lanka begitu mampu mengelola keuangan negara mereka hingga rakyatnya bisa hidup makmur.

Namun, kenyataan kini berbanding terbalik. Dengan kenyatan Sri lanka yang kini bangkrut menjadikan warga kesulitan.

Temasuk mendapatkan bahan baku untuk kebutuhan hrian. Jika dulu gas menjadi yang utama untuk dapur, kini warga memilih kayu bakar sebagai alternatif.

Baca juga: Amerika Serikat Tuduh Rusia di Balik Kebangkrutan dan Kekacauan di Sri Lanka

Kenyataan tersbeut tentu sja cukup menggambarkan bagaimana Sri lanka saat ini. negranya dalam kesulitan dan warga melakukan aksi beulang-ulang

Ya, Krisis Sri Lanka yang membuat negara bangkrut, demo berjilid-jilid, hingga warga merangsek masuk istana presiden, jauh berbeda dibandingkan situasi sebelumnya.

Dikutip dari kantor berita AFP pada Rabu (6/7/2022), Sri Lanka dulu adalah negara yang cukup kaya.

Sri Lanka dulunya negara berpenghasilan menengah, PDB per kepala sebanding dengan Filipina dan membuat iri India, negara tetangga di Asia Selatan.

Sebelum Sri Lanka krisis, hampir semua rumah tangga di ibu kota Colombo mampu membeli gas.

Namun, setelah Sri Lanka bangkrut, warga ramai-ramai beralih ke kayu bakar.

Penebang kayu bernama Selliah Raja (60) mengaku sampai kewalahan memenuhi pesanan yang menumpuk.

"Sebelumnya kami hanya punya satu pelanggan--restoran yang memiliki oven berbahan bakar kayu--tetapi sekarang ada begitu banyak (pembeli), kami tidak dapat memenuhi permintaan," ungkapnya kepada AFP.

Dia menambahkan, pemasok kayunya di provinsi-provinsi menaikkan harga dua kali lipat karena permintaan naik tajam dan biaya transportasi melonjak tinggi.

Baca juga: Ada Apa Dengan Sri Lanka? Istana Presiden Diserbu, Massa Kaget di Kamar Mandi Ada AC

"Sebelumnya, pemilik tanah membayar kami untuk mencabut pohon karet yang tidak lagi produktif," kata penebang pohon lainnya bernama Sampath Suchhara kepada AFP di desa Nehinna yang ditumbuhi teh dan karet.

"Sekarang, kita harus membayar untuk mendapatkan pohon-pohon ini," lanjutnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved