Protes Eksekusi Lahan di Siak
Polisi dan Warga Bentrok di Siak, 4 Terluka, 2 Orang Diamankan, Buntut Protes Eksekusi Lahan di Siak
Polisi dan warga bentrok di jalan Siak-Dayun, Rabu (3/8/2022), 4 orang mengalami luka bakar dan dua orang ditangkap, buntut protes eksekusi lahan
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Aparat kepolisian dan warga bentrok di jalan lintas Siak-Dayun, Rabu (3/8/2022) siang.
Sebanyak 4 orang warga mengalami luka bakar dan dua orang ditangkap polisi.
Bentrok tersebut terjadi saat hampir seribu warga melaksanakan penolakan constatering dan eksekusi lahan seluas 1.300 Ha di Dayun.
Unjuk rasa ini sudah berjalan sejak pagi namun bentrokan dengan aparat pecah setelah pihak Pengadilan Negeri (PN) Siak meninggalkan lokasi.
Bentrokan itu terjadi saat polisi meminta warga mundur dari ruas jalan raya. Massa bertahan dan terjadi dorong-dorongan kuat antara warga dan polisi.
Suasana makin panas setelah pihak kepolisian yang berseragam lengkap dan berseragam preman memukul mundur massa.
Namun massa pun tidak mau kalah dan bertahan sekuat tenaga melawan aparat sehingga beberapa orang roboh.
Saat dorong-dorongan itu ada aksi baku pukul yang tidak jelas dari pihak mana yang memulai.
Dua orang dari pengunjukrasa dilumpuhkan dan diamankan oleh sejumlah polisi yang berkapaian preman.
Selain itu juga ada 4 orang massa yang tumbang dan terinjak-injak. Ke empat orang ini terjatuh di bara pembakaran ban di lokasi unjuk rasa itu.
Iskandar, seorang pria berbadan tambun menjadi korban pada kericuhan ini.
Bagian punggung hingga ke pinggulnya terkena luka bakar karena terjatuh saat aksi dorong-dorongan itu.
“Kami mempertahankan barisan dan ada oknum aparat yang mendorong saya sampai saya terjatuh di bekas pembakaran ban. Karena ramainya orang dan ricuh saya cukup lama berada di arang bakar ban itu, akhirnya saya luka-luka,” kata Iskandar sebelum dibawa tim medis dari Pemkab Siak.
Bentrok antara aparat dan kepolisian itu terhenti setelah jatuhnya korban dan ditangkapnya dua orang. Meski demikian, massa masih belum beranjak dari barisannya.
Jalan raya Siak-Dayun masih diblokade, dan aparat kepolisian mundur.
Hingga berita ini ditulis, massa masih bertahan. Sedangkan aparat membuat barisan sendiri berjarak sekitar 50 meter.
“Kami tidak akan mau menyerahkan lahan masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) ini kepada PT Duta Swakarya Indah, melalui upaya constatering dan eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak,” kata Sunardi, koordinator massa.
Aksi unjukrasa ini dilakukan masyarakat di lahan yang akan dieksekusi PN Siak. Mereka menolak lahan itu dieksekusi.
Koordinator Aksi, Sunardi SH menjelaskan, masyarakat memiliki lahan di antaranya atas nama Indriany Mok dkk secara sah dengan bukti kepemilikan yaitu SHM dari Kantor Pertanahan Kabupaten Siak.
Namun lahan tersebut akan dieksekusi oleh PN Siak dengan pemohon eksekusi adalah PT Duta Swakarya Indah (DSI).
“Pelaksanaan constatering dan eksekusi ini juga tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) karena Pengadilan Negeri Siak tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Siak,” kata dia.
Selain itu, PN Siak juga tidak mengetahui lokus objek tanah yang akan dieksekusi.
Sebab menurut PN Siak objek berada di Km 8 Dayun, sedangkan tanah yang dipertahankan masyarakat itu sesunguhnya bukanlah KM 8 Dayun.
“Kalau PN Siak mau mengecek Km 8 Dayun itu bukanlah di sini, tetapi di dekat SPBU sana. Karena itu saya pikir PN Siak salah sasaran,” kata dia.
Ia menguraikan, PT DSI selaku pemilik Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor : 17/Kpts- II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pelepasan Kawasan hutan seluas 13.532 Ha.
Terletak di Kelompok Hutan Sei Mempura, Sei Polong Kabupaten Daerah TK II Bengkalis Provinsi Daerah TK I Riau. Saat ini masuk di wilayah Kecamatan Mempura dan Kecamatan Dayun Kabupaten Siak.
Setelah dikeluarkanya SK oleh Menteri Kehutanan Nomor : 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan seluas 13.532 Ha tersebut, PT DSI ternyata tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai pada ketentuan yang tercantum dalam isi SK.
“Sehingga Badan Planologi Kehutanan dan perkebunan telah memberikan Surat Teguran dan Peringatan I dan II, dan Peringatan yang ketiga juga telah diumumkan melalui media masa,” kata Sunardi.
Celakanya, PT DSI tidak merespon dan tidak melaksanakan sesuai dalam isi SK, sedangkan Peringatan yang diberikan juga tidak sesuai dengan ketentuan batas waktu peringatan yang diberikan.
“Dalam artian terjadi pelanggaran atas waktu yang ditetapkan,” kata dia.
Atas hal tersebut setelah ditetapkan RTRW kabupaten Siak 2002-2011 untuk selanjutnya di 2003, PT DSI mengajukan permohonan Rekomendasi Izin Lokasi yang ditujukan kepada Bupati Siak Arwin AS.
Permohonan dimaksud dengan tegas ditolak Bupati, karena lokasi yang dimohonkan tidak lagi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor : 1 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Siak.
“Kemudian juga telah dijelaskan bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 17/Kpts-II/1998 Tanggal 6 Januari 1998 telah habis masa berlakunya, ditambah lagi adanya Surat Keputusan Menteri Penggerak Dana, BKPMD Pusat Nomor : 284/I/PMDN/1995 Tanggal 29 Mei 1995, yang menerangkan bahwa Persetujuan itu telah batal dengan sendirinya karena telah habis masa berlakunya,” kata Sunardi.
Menurut Sunardi, pada 2006 Bupati Arwin AS telah melanggar ketentuan yang telah dibuatnya sendiri.
Sebab pada awalnya Arwin menolak pada tahun 2003 dan tahun 2004 dengan dasar-dasar hukum yang jelas termasuk ketidaksesuaian dengan penetapan RTRW Kabupaten Siak Tahun 2002- 2011.
Anehnya, tiba-tiba dikeluarkan Izin Lokasi atas nama PT DSI, sesuai SK Bupati Nomor : 284/HK/KPTS/2006 Tanggal 8 Desember 2006 tentang Pemberian Izin lokasi untuk keperluan perkebunan.
“Tentu atas kejadian ini kami menilai Bupati Siak pada waktu dijabat oleh Arwin AS, telah melakukan pelanggaran-pelanggaran serta aturan yang dibuatnya sendiri, dan diduga ada unsur Korupsi yang diperbuat,” kata dia.
Setelah Bupati Siak Arwin memberi izin kepada PT DSI, ternyata terdapat perkebunan dan tanaman-tanaman warga di dalam objeknya. Semestinya, kata Sunardi PT DSI wajib melakukan inclave atau mengadakan konsolidasi tanah bagi pihak yang tidak bersedia melepaskan penguasaan atau kepemilikanya.
“Hal itu juga telah ditegaskan oleh Gubernur Riau ketika dijabat Bapak HM Rusli Zainal yang tertuang dalam Surat Rekomendasi Nomor :500/Ek hang/08.17 Tanggal 16 Juni 2008, akan tetapi PT DSI tidak mengindahkan rekomendasi yang diberikan oleh Gubernur Riau itu,” kata dia.
Hal itu dapat dilihat pada peta hasil Survei Inventarisasi Lahan di dalam izin lokasi PT DSI. Menurut hasil survei lahan tersebut sudah terdapat tanaman perkebunan dan penguasaan lahan oleh masyarakat.
“PT DSI diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) oleh bupati Arwin tanpa dasar hukum yang jelas,” kata dia.
Sunardi melanjutkan, PT DSI juga telah mengganti rugi terhadap sebagian lahan garapan masyarakat yang memiliki surat tanah.
Namun banyak lahan garapan masyarakat lainya yang menjadi korban sehingga haknya terampas, tidak lagi mempedomani poin-poin kesepakatan sesuai rekomendasi dari Kepala Bappeda Kabupaten Siak yang tercantum didalam isi Surat rekomendasi Nomor : 050/Bappeda- S/08/219 Tanggal 28 oktober 2008 yang menjelaskan di huruf b poin 3.
“Isinya adalah setelah dilakukan inventarisasi calon lahan PT DSI pihak PT DSI bersedia melakukan enclave Pemukiman Masyarakat dan lahan masyarakat, jika masyarakat tidak bersedia diganti rugi yang termasuk kedalam areal izin lokasi,” kata Sunardi.
PT DSI selanjutnya melakukan gugatan Perdata terhadap PT Karya Dayun sekira tahun 2012.
Dasar gugatannya adalah SK Menhut nomor : 17/Kpts- II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pelepasan Kawasan hutan seluas 13.532 hektare itu.
“Sedangkan tergugat adalah pemilik sertifikat resmi yang diberikan oleh negara melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Siak, dengan asal-usul Sertifikat sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” kata dia.
Sunardi menjelaskan, dalam surat permohonan perlindungan hukumnya kepada Kapolri, dilampirkan kronologi lengkap awal mula permasalahan lahan tersebut.
Secara gamblang ia juga melampirkan bentuk-bentuk pelanggaran PT DSI selama ini.
“Kami memohon perlindungan kepada Penegak hukum untuk dalam waktu cepat dan tepat segera dapat memberikan langkah eksaminasi terhadap permasalahan dan temuan yang telah kami uraikan,” kata dia.
Tujuan permohonannya untuk menghentikan indikasi-indikasi kejahatan perampasan hak melalui pengadilan yang dilakukan secara tersetruktur dan sistematis.
Kemudian agar tidak menjadi kesewenangan dalam mengambil dan melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) namun didapati melalui cara-cara pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku.
( Tribunpekanbaru.com / Mayonal Putra )
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/breaking_news_seribuan_warga_siak_protes_constatering_dan_eksekusi_lahan_di_km_8_dayun.jpg)