Penolakan Eksekusi Lahan di Dayun
Penolakan Eksekusi Lahan di Dayun, Kisah Petani Manan Dituduh Maling Saat Panen di Kebun Sendiri
Manan (60), warga Kelurahan Sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau turut serta dalam penolakan constatering dan eksekusi lahan
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Penolakan constatering (pencocokan) dan eksekusi lahan masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun juga datang dari petani sekitar. Rata-rata para petani yang pernah bermasalah dengan PT Duta Swakarya Indah (DSI).
Manan (60), warga Kelurahan Sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau turut serta dalam penolakan constatering dan eksekusi lahan tersebut.
Meski dengan tubuh yang sudah tampak ringkih, ia tetap berdiri di bagian depan menyerukan agar pemerintah mencabut izin PT DSi.
“Jika Karya Dayun berhasil mereka eksekusi apalagi kami sebagai masyarakat kecil, tentu bakalan habis kami Pak,” kata Manan kepada Tribunpekanbaru.com di lokasi rencana constatering dan eksekusi lahan tersebut, Rabu (19/10/2022).
Manan selalu ikut dalam gerakan solidaritas membantu korban PT DSI.
Setiap rencana constatering dan eksekusi lahan Karya Dayun, Manan selalu ambil bagian.
Begitupun dengan masyarakat lain yang bermasalah dengan PT DSI, Manan selalu ikut gerakan solidaritas tanpa diajak sekalipun.
“Saya punya lahan sejak sebelum DSI ada di Siak ini, Pak. Di lahan saya itu sudah pernah saya tanam getah dan sawit. Setelah masuk DSI lahan saya tersebut digarapnya,” terang Manan.
Padahal Manan hanyalah masyarakat biasa yang menggantungkan masa depan pada lahan yang 4 Ha itu. Lahan itu sudah digarapnanya sejak tahun 90an, jauh sebelum PT DSI datang.
PT DSI tega merampas masa depan keluarga Manan, yang sehari-hari membanting tulang demi menyambung hidup.
Kepahitan itu sudah dirasakan Manan sejak lama, sehingga semangatnya membuncah untuk membela masyarakat yang berada di bawah bendera Karya Dayun.
“Tanah itu sudah kembali saya kuasai tapi saya masih khawatir, sebab saya pernah dilaporkan PT DSI ke Polda Riau dengan tuduhannya nyuri. Padahal saya panen buah sawit saya sendiri waktu itu kok dituduh nyuri,” kata dia.
Pada saat dipanggil Polda tersebut Manan ketakutan.
Ia dan istrinya dirundung rasa cemas akut hingga drop. Ia memang tidak ditetapkan sebagai tersangka namun penyidik melarangnya memanen, meski pada kebunnya sendiri.
Manan merupakan potret masyarakat awam yang berjuang hidup dari hari ke hari.
Di Siak ada ratusan Manan yang menelan pil pahit kehadiran PT DSI.
“Kejadian itulah yang membut saya masih was -was memamen sampai sekarang. Saya khawatir jangan-jangan nanti mereka menuduh kami lagi,” kata dia.
Kebersamaannya dengan pemilik lahan yang dikelola PT Karya Dayun dan rekan-rekannya sesama petanilah yang mengembalikan mentalnya.
Sejak dua tahun terakhir ia dapat kembali menguasai lahannya yang tak seberapa itu jika dibanding penguasaan lahan oleh PT DSI.
Tetapi rasa khawatir dan perasaan was-was tidak dapat dibendung setiap kali ia ingin masuk ke lahannya sendiri.
“Saya ketakutan, saya orang awam Pak, waktu itu saya sampai sakit, semua seperti itu, anak dan istri saya,” kata dia.
Manan menegaskan kehadirannya untuk menolak constatering dan eksekusi lahan tersebut juga untuk memperjuangkan hak-haknya.
Selain lahannya berada di kepungan PT DSI juga ada ratusan lahan masyarakat senasib dengannya yang sewaktu-waktu bisa diklaim perusahaan itu.
“Saya hadir di sini karena saya memperjuangkan hak saya Pak, tanah kawan-kawan juga beratus di situ Pak,” kata dia.
Meski sudah kembali dapat memanen di kebun sendiri, muncul pula masalah baru. Jalan aksesnya ke kebun itu ditutup PT DSI. Kebun sudah kembali kini jalannya yang ditutup.
“Padahal jalan itu dari awal adalah jalan masyarakat, sekarang mereka membelokkan jalan itu ke arah kantornya dan jalan itu ditanaminya sawit,” kata Manan.
Karena memiliki asa dengan 4 Ha lahannya tersebut, Manan harus menempuh jalan memutar. Itupun menumpang di lahan warga bernama Baseng.
“Tentunya lebih jauh dan jalannya kalau musim hujan kami tidak bisa mengeluarkan buah Pak, sebab jalan itu becek,” kata Manan.
Manan juga memohon kepada aparat penegak hukum agar memperhatikan masyarakat sepertinya. Ia minta tolong agar jalan menuju kebunnya yang dialihkan PT DSI dikembalikan sebagaimana awalnya.
“Katanya NKRI Pak, jalan kami diambilnya bagaimana itu Pak?” kata Manan dengan nada bertanya.
Petani lokal yang bernasib seperti Manan sangat banyak. Solidaritas mereka terbentuk dengan sendirinya karena mempunyai nasib yang sama.
Para petani ini berkeinginan ada kepastian hukum atas tanahnya yang berada berdekatan dengan PT DSI.
“Saya juga punya surat, tapi kok bisa tanah saya dirampasnya seperti itu dulu dan menuduh saya maling. Ini yang membuat kami terus was -was Pak,” kata Manan.
Diberitakan constatering dan eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak tersebut pada akhirnya ditunda karena tidak ada pengawalan dari pihak polisi.
( Tribunpekanbaru.com / Mayonal Putra )
