Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kasus dan Penjelasan Nikah Beda Agama dalam UU Perkawinan Indonesia, Boleh?

Jika Mikha Tambayong dan Deva Mahenra nikah beda agama , maka menambah kasus nikah agama di Indonesia, berikut penjelasan nikah beda agama dalam UU

Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Istimewa
Kasus dan Penjelasan Nikah Beda Agama dalam UU Perkawinan Indonesia, Boleh?. Foto: Ilustrasi 

"Perkawinan dilarang antara dua orang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin," demikian bunyi Pasal 8 huruf f UU Perkawinan.

UU Perkawinan tidak mengatur khusus soal perkawinan beda agama. Hanya saja, merujuk Pasal 2 UU, kerap kali ditafsirkan bahwa hukum kawin beda agama merujuk pada hukum agama.

Kasus nikah beda agama bukan sekali terjadi

Di Indonesia, nikah beda agama bukan sekali dua kali saja terjadi.

Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 1400K/PDT/1986 pernah mengabulkan nikah beda agama oleh dua pihak yang mengajukan kasasi.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MA menyatakan bahwa UU Perkawinan tak memuat ketentuan apa pun yang melarang nikah beda agama .

Hal itu, menurut majelis hakim, sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 soal kedudukan setiap warga negara yang sama di depan hukum.

Selain itu, Pasal 29 Ayat (2) juga mengamanatkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut agama masing-masing.

Putusan ini lantas kerap menjadi rujukan pasangan beda agama dalam mengajukan izin nikah beda agama .

Pengadilan Negeri Surabaya pada 26 April 2022 misalnya, mengabulkan gugatan RA dan EDS untuk melangsungkan nikah beda agama .

Melalui putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, Majelis hakim juga memerintahkan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya untuk mencatatkan perkawinan tersebut dan menerbitkan akta perkawinan.

Dicatatkan Dukcapil

Sebagaimana bunyi Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mahkamah Agung pernah menerbitkan fatwa yang pada pokoknya menyebutkan bahwa perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan. Namun, terdapat pengecualian dalam fatwa Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019 ini.

“Perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Akan tetapi, jika perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Misalnya, jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Kristen maka dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, begitu pula jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Islam maka perkawinan pasangan tersebut dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA)," demikian bunyi fatwa tersebut.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved