12 Saksi Hadir di Sidang M Adil
Kadiskes Kepulauan Meranti Sebut Fitria Nengsih Ancam Lapor Bupati Jika Tak Setor Dana Ini
Eks Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih, tampaknya memiliki peran besar dalam pusaran dugaan korupsi Bupati non aktif Muhammad Adil.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Eks Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih, tampaknya memiliki peran besar dalam pusaran dugaan korupsi Bupati non aktif Muhammad Adil.
Hal ini terungkap dari keterangan beberapa orang saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (26/9/2023).
Ada 12 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka merupakan para kepala dan bendahara di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kepulauan Meranti.
Peran Fitria Nengsih, antara lain menyampaikan soal pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) sebesar 10 persen dari masing-masing OPD, mengatur penyetoran uang, dan lain-lain.
Salah satu saksi, Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kepulauan Meranti, M Fahri menyebut, ia sempat dipanggil ke kantor dinas Bupati Adil sekitar pertengahan tahun 2022.
Sesampainya di sana dipaparkan Fahri, ada pembahasan soal UP dan GU yang dipotong 10 persen.
"Waktu itu dipanggil ke ruang kerja bupati, saya datang ke sana, ketemu Buk Neng (Fitria Nengsih, red). Terkait GU dipotong 10 persen. Sementara saya tidak menjawab," tuturnya.
Saat awal pencairan GU diungkapkan Fahri, pihaknya belum bisa menyetor uang pemotongan lantaran adanya pekerjaan riil yang harus diselesaikan.
Baca juga: Saksi Ungkap Curhat Mantan Kadis PUPR Kepulauan Meranti di Sidang Korupsi M Adil: Pening Hah!
"Saya lalu rapat dengan bendahara dan kepala bidang, saya minta bantu penyerahan ke Bu Neng," ulas Fahri.
Ia menyebut, alhasil para kepala bidang (Kabid) di Diskes Kepulauan Meranti, mengumpulkan uang secara patungan. Pada tahun 2022, terjadi 3 kali penyerahan uang dengan masing-masing Rp20 juta. Maka total Rp60 juta.
Atas hal ini, JPU KPK mempertanyakan, mengapa saksi dan para kepala OPD lainnya, mau menuruti permintaan Fitria Nengsih.
"Kenapa nurut sama Nengsih?," tanya JPU.
"Semuanya seperti itu, kalau tidak dikasih GU lambat cair," papar Fahri.
Bahkan disebut Fahri, dalam satu kesempatan saat dana GU sudah masuk ke rekening dinas, seketika itu pula Fitria Nengsih menelfonnya.
"Bu Neng tanya, GU sudah cair, kenapa belum diserahkan? Saya bilang belum bisa serahkan. Terus dia tanya lagi, yang lain bisa kenapa bapak belum bisa? Nanti saya laporkan ke Bupati katanya," ujar Fahri menceritakan percakapannya dengan Fitria Nengsih kala itu.
Masih dalam kesaksiannya, Fahri berujar jika dirinya pernah punya hutang pekerjaan di tahun 2021. Hutang ini terkait pekerjaan di daerah Sungai Tohor.
"Saya pinjam uang, dikasih sama Bupati. Uangnya dari Bu Neng. Saya dipanggil Bupati, segera diselesaikan (pekerjaan tersebut). Nilainya Rp200 juta. Bupati perintah ambil uang ke Bu Neng," beber Fahri.
Saksi lainnya Sekretaris Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, mengungkap soal adanya curhatan dari mantan pimpinannya, Mardiansyah yang ketika itu menjabat sebagai kepala dinas.
Mardiansyah yang merupakan eks Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti itu kata Fajar, mengaku pusing kerap dimintai uang oleh Bupati Muhammad Adil.
Selain permintaan uang atas pemotongan 10 persen dari Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU), ada pula sejumlah permintaan lainnya.
"Saya dengar curhat beliau (Mardiansyah, red). (Katanya) aku diminta lagi, pening hah," kata Fajar menirukan perkataan Mardiansyah.
"Udah dikasih Bupati, Neng (Fitria Nengsih eks Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, red) minta lagi. UP GU sudah dikasih, minta lagi, pening," imbuh Fajar mengingat apa yang disampaikan Mardiansyah.
Dijelaskan Fajar, ketika itu ia menyampaikan kepada Mardiansyah, jika memang tak mampu memenuhi permintaan-permintaan itu, sebaiknya tidak usah dipaksakan.
"Saya bilang kalau Pak Kadis tidak mampu ya jangan dipaksakan," ucap Fajar.
Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Kepulauan Meranti, Piskot Ginting, mengungkap fakta lainnya.
Dalam kesaksiannya, Piskot mengaku terpaksa mengikuti kemauan Bupati Adil lantaran semua kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kepulauan Meranti, semuanya setuju.
"Semua setuju, oke. Ya hanya loyalitas," ungkapnya.
Untuk mengakali uang yang akan disetor kepada Adil kata Piskot, pihaknya kerap menyisihkan anggaran SPPD.
Lanjut Piskot, ia sempat mendengar kalau Bupati Adil akan memindahkan siapa yang tak mau diajak bekerjasama.
"Kata Pak Bupati kalau tak mau bekerjasama yang sudah. Tasik Putri Puyu," sebut Piskot.
"Apa itu Tasik Putri Puyu," tanya JPU KPK.
"Pulau paling jauh di Meranti. Takut dipindah ke sana," jawab Piskot.
Menurut Piskot, ia tak tahu pasti untuk apa uang yang dikutip Adil dari para kepala OPD di jajarannya.
Hanya, Piskot sempat mendengar informasi perihal Rencana Adil maju sebagai calon Gubernur Riau.
"Informasinya ingin suksesi jadi Gubernur (Riau). Itu informasi-informasi saya dengar dari cerita-cerita di Meranti," ungkap dia.
Piskot memaparkan, ia menjadi Kadis Perhubungan defenitif per tanggal 11 Juli 2022.
Ia berujar, pernah dipanggil Adik terkait pembahasan UP GU 2022.
"Kalau tidak salah Juni kami ada dipanggil Bupati di kantor. Memang ada bahasa UP GU. Saat itu yang menyampaikan ke saya bukan Bupati, tapi Fitria (Fitria Nengsih, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, red). Disampaikan UP GU ada pemotongan 10 persen," urai Piskot.
Berdasarkan catatannya, selama 2022, ia melakukan 3 kali setoran uang kepada Adil sebagai pemotongan 10 persen dari GU. Antara lain Juni, Juli, dan November. Jumlah masing-masing penyetoran sama, yaitu Rp20 juta.
Uang itu lanjut Piskot, diserahkan kepada Dahlia, bendahara BPKAD Kepulauan Meranti berdasarkan perintah Fitria Nengsih.
Berikutnya diungkapkan Piskot, pada awal tahun 2023, kembali ada pembahasan soal UP GU dan potongan sebesar 10 persen.
"2023 di bulan Maret, baru UP. Saya langsung hubungi Pak Bupati, saya WA (untuk menyerahkan uang)," jelasnya.
Seingat Piskot, uang yang diserahkan terakhir kali pecahan Rp50 ribu. Jumlahnya Rp20 juta. Uang diserahkan di rumah dinas Bupati.
"Total Rp80 juta," beber Piskot.
Tak hanya itu, Piskot menerangkan jika dirinya juga melakukan hal yang sama di OPD lainnya, yakni Satpol PP. Dimana ia rangkap jabatan selaku Plt kepala.
"Berapa yang diserahkan kalau dari Satpol PP?," cecar JPU.
Piskot menjawab, nilainya Rp10 juta. Lantaran anggaran di Satpol PP hanya Rp100 juta.
Kata dia, tahun 2022 ada 3 kali penyerahan uang, masing-masing Rp10 juta. Uang diserahkan ke Dahlia. Uang diserahkan 2 kali di bulan November dan 1 kali di bulan Desember.
Dalam sidang ini, total ada 12 saksi yang dihadirkan JPU KPK. Para saksi yang hadir dalam kesempatan ini, terdiri dari para kepala dan bendahara OPD di Kepulauan Meranti.
Saksi lainnya yang ikut dihadirkan, seperti Kadiskes M Fahri, Plt Kepala BPBD Eko Setiawan, Kadisdukcapil Agustia Widodo.
Sisanya merupakan para bendahara di OPD yang ada di kabupaten penghasil sagu terbesar tersebut.
12 saksi ini, hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam hal ini, mereka dimintai keterangan perihal adanya pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) sebesar 10 persen. Uang yang dipotong itu, kemudian diserahkan ke Bupati M Adil.
Sebagaimana diketahui, Adil dalam hal ini didakwa melakukan 3 dugaan korupsi sekaligus.
Tiga kasus dugaan korupsi yang menjerat Adil di antaranya pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, penerimaan fee jasa travel umrah dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
JPU KPK dalam dakwaannya, mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Dalam dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan.
Terdakwa diketahui meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa.
Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepada Kepala OPD.
Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.
Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.
Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih.
"Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," ucap JPU Ikhsan Fernandi.
Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 14 ,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.
"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauam Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour," papar JPU.
Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.
"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," jelas JPU Irwan Ashadi.
Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. "Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
Bupati Kepulauan Meranti Terdakwa Korupsi Potong UP dan GU 10 Persen, Hakim Bilang Ini ke Kepala OPD |
![]() |
---|
Saksi Ungkap Curhat Mantan Kadis PUPR Kepulauan Meranti di Sidang Korupsi M Adil: Pening Hah! |
![]() |
---|
Saksi Setor Potongan UP dan GU ke Bupati Kepulauan Meranti Nonaktif, Takut Dipindah ke Pulau Terluar |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: 12 Saksi Hadir di Sidang Dugaan Korupsi Bupati Kepulauan Meranti Non Aktif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.